Translate

Kamis, 24 Mei 2012

Berfikir Kritis


Cara lain yang digunakan oleh manusia untuk belajar adalah berpikir. Menurut Utsman Najati pada hakikatnya saat berpikir, manusia sedang belajar menggunakan trial and error secara intelektual. Dalam benaknya, terlintas beberapa alternative solusi dari persoalan yang dihadapinya. Kemudian manusia akan mempertimbangkan apakah suatu solusi tepat untuk dipilih atau tidak. Selanjutnya, manusia akan memilih solusi yang dianggap paling baik dan tepat. Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi dalam memori.[1]
Pada saat berpikir, manusia belajar membuat solusi atas segala persoalan, mengungkapkan kolerasi antara berbagai objek dan peristiwa, melahirkan prinsip dan teori, dan menemukan berbagai penemuan baru. Oleh karena itu, para psikologi menyebut berpikir sebagai proses belajar yang paling tinggi.[2]
Berfikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berfikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara terorganisasi, kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dari pendapat orang lain.[3] Berpikir kritis memungkinkan siswa menemukan solusi dari berbagai masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Berfikir kritis juga didefinisikan sebagai aktivitas mental sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang toleran dengan pikiran terbuka untuk memperluas pemahaman mereka.[4] Seseorang yang berpikir kritis akan berpikir secara teliti tentang apa yang dipikirkan dan orang lain pikirkan untuk memperoleh pemahaman secara lengkap. Mereka akan berpikir secara berurutan dan objektif.
Pada umumnya siswa yang berpikir kritis atau rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). Dalam berfikir kritis atau rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berfikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.[5]
Cara yang dapat digunakan seorang pengajar untuk memasukkan pemikiran kritis dalam pengajaran adalah :[6]
a.       Seorang guru jangan hanya tanyakan apa yang terjadi, tetapi juga tanyakan bagaimana dan mengapa
b.      Kaji dugaan fakta untuk mengetahui apakah ada bukti yang mendukungnya
c.       Berdebat secara rasional bukan emosional
d.      Akui bahwa terkadang ada lebih dari satu jawaban atau penjelasan yang baik
e.       Bandingkan berbagai jawaban untuk suatu pertanyaan dan dinilai mana yang benar-benar jawaban terbaik
f.       Evaluasi dan kalau mungkin tanyakan apa yang dikatakan orang lain, bukan sekedar menerima begitu saja jawaban sebagai kebenaran
g.      Ajukan pertanyaan dan pikiran di luar apa yang sudah kita tahu untuk menciptakan ide baru atau informasi baru
Suatu penyelenggaraan belajar mengajar merupakan proses pendidikan kritis, yang harus mencerdaskan sekaligus bersifat membebaskan pesertanya untuk menjadi pelaku (subjek) utama, bukan sasaran perlakuan (objek) dari proses tersebut. Adapun ciri-ciri pokok dari proses pendidikan kritis adalah belajar dari realita atau pengalaman, tidak menggurui dan dialogis.[7]
Jacqueline dan Martin Brooks mengeluhkan bahwa hanya sedikit sekali sekolah yang benar-benar mengajar siswa untuk berpikir kritis. Menurut mereka sekolah terlalu menghabiskan waktu untuk mengajar siswa memberi satu  jawaban yang benar secara imitative.[8] Banyak guru yang kurang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menemukan jawaban yang berbeda dari yang telah diajarkan sehingga siswa hanya akan menyelesaikan masalah dengan cara yang diajarkan gurunya.
Daniel Perkins dan Sarah Tishman bekerjasama dengan para guru untuk memasukkan pelajaran pemikiran kritis dikelas. Berikut ini beberapa keterampilan berpikir kritis yang mereka gunakan untuk membantu perkembangan siswa adalah:[9]
a.       Berpikiran terbuka, ajak siswa menghindari pemikiran sempit dan dorong mereka untuk mengeksplorasi opsi-opsi,
b.      Rasa ingin tahu intelektual, dorong siswa untuk bertanya, merenungkan, menyelidiki dan meneliti. Aspek lain dari keingintahuan intelektual adalah mengenali problem dan inkosistensi,
c.       Perencanaan dan strategi, bekerjasama dengan siswa dalam menyusun rencana, menentukan tujuan, mencari arah dan menciptakan hasil,
d.      Kehati-hatian intelektual, dorong murid untuk mengecek ketidakakuratan dan kesalahan, bersikap cermat dan teratur.
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir.[10] Kemampuan berpikir seseorang akan diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Orang yang mempunyai daya ingat yang baik, dapat menyimpan berbagai informasi dalam waktu yang lama sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi di masa mendatang.
Berpikir kritis berrelasi dengan lima ide kunci yaitu: praktis, reflektif, masuk akal, kepercayaan, dan aksi. Selain kelima kata kunci di atas, berpikir kritis juga memiliki empat komponen yaitu: kejelasan (clarity), dasar (bases), inferensi (inference), dan interaksi (interaction).
Dalam melaksanakan berpikir kritis, terlibat disposisi berpikir yang dicirikan dengan: bertanya secara jelas dan beralasan, berusaha memahami dengan baik, menggunakan sumber yang terpercaya, mempertimbangkan situasi secara keseluruhan, berusaha tetap mengacu dan relevan ke masalah pokok, mencari berbagai alternatif, bersikap terbuka, berani mengambil posisi, bertindak cepat, bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan yang kompleks, memanfaatkan cara berpikir orang lain yang kritis, dan bersikap sensisif terhadap perasaan orang lain.
Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, maka indikator berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.       kemampuan merumuskan masalah
b.      kemampuan menganalisis permasalahan
c.       kemampuan berpikir terbuka (mencari alternatif)
d.      kemampuan membuat kesimpulan
e.       menyampaikan gagasan
f.       mencari informasi
g.      mendengarkan orang lain
h.      menanggapi pendapat orang lain
i.        bertanya dan refleksi


[1] John W. Santrok. Psikologi pendidikan edisi ke 2. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2007) hlm. 357
[2] Baharudin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. (Yogyakarta: Ar-ruzz Media. 2007), hlm. 36-37
[3] Elaine B. Johnson. Contextual Teaching and Learning. Menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna. Terjemahan oleh Ibnu Setiawan, (Bandung: Mizan Learning Center. 2006)Hlm. 183
[4] Elaine B. Johnson. Contextual Teaching and Learning. Hlm. 210
[5] Muhibbin Syah. Psikologi Belajar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003), hlm. 123
[6] John W. Santrok. Psikologi pendidikan edisi ke 2. hlm. 359
[7] Roem Topatimasag, Dkk. Pendidikan Popular Membangun Kesadaran Kritis cet-2. (Yogyakarta: INSIST Press. 2005), hlm. 98
[8] John W. Santrok. Psikologi Pendidikan edisi ke 2. hlm. 359
[9] Ibid,. hlm. 360
[10] Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran cet ke-5. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2008), hlm. 230

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger