Cara
lain yang digunakan oleh manusia untuk belajar adalah berpikir. Menurut Utsman
Najati pada hakikatnya saat berpikir, manusia sedang belajar menggunakan trial and error secara intelektual.
Dalam benaknya, terlintas beberapa alternative solusi dari persoalan yang
dihadapinya. Kemudian manusia akan mempertimbangkan apakah suatu solusi tepat
untuk dipilih atau tidak. Selanjutnya, manusia akan memilih solusi yang
dianggap paling baik dan tepat. Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan
mentransformasi dalam memori.[1]
Pada
saat berpikir, manusia belajar membuat solusi atas segala persoalan,
mengungkapkan kolerasi antara berbagai objek dan peristiwa, melahirkan prinsip
dan teori, dan menemukan berbagai penemuan baru. Oleh karena itu, para
psikologi menyebut berpikir sebagai proses belajar yang paling tinggi.[2]
Berfikir
kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam
kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk,
menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berfikir kritis adalah
kemampuan untuk berpendapat dengan cara terorganisasi, kemampuan untuk
mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dari pendapat orang lain.[3] Berpikir
kritis memungkinkan siswa menemukan solusi dari berbagai masalah yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari.
Berfikir
kritis juga didefinisikan sebagai aktivitas mental sistematis yang dilakukan
oleh orang-orang yang toleran dengan pikiran terbuka untuk memperluas pemahaman
mereka.[4] Seseorang
yang berpikir kritis akan berpikir secara teliti tentang apa yang dipikirkan
dan orang lain pikirkan untuk memperoleh pemahaman secara lengkap. Mereka akan
berpikir secara berurutan dan objektif.
Pada
umumnya siswa yang berpikir kritis atau rasional akan menggunakan prinsip-prinsip
dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). Dalam berfikir kritis atau rasional, siswa dituntut
menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis,
menarik kesimpulan-kesimpulan dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah
teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berfikir kritis, siswa dituntut
menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan
gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.[5]
Cara
yang dapat digunakan seorang pengajar untuk memasukkan pemikiran kritis dalam
pengajaran adalah :[6]
a. Seorang
guru jangan hanya tanyakan apa yang terjadi, tetapi juga tanyakan bagaimana dan
mengapa
b. Kaji
dugaan fakta untuk mengetahui apakah ada bukti yang mendukungnya
c. Berdebat
secara rasional bukan emosional
d. Akui
bahwa terkadang ada lebih dari satu jawaban atau penjelasan yang baik
e. Bandingkan
berbagai jawaban untuk suatu pertanyaan dan dinilai mana yang benar-benar
jawaban terbaik
f. Evaluasi
dan kalau mungkin tanyakan apa yang dikatakan orang lain, bukan sekedar
menerima begitu saja jawaban sebagai kebenaran
g. Ajukan
pertanyaan dan pikiran di luar apa yang sudah kita tahu untuk menciptakan ide
baru atau informasi baru
Suatu
penyelenggaraan belajar mengajar merupakan proses pendidikan kritis, yang harus
mencerdaskan sekaligus bersifat membebaskan pesertanya untuk menjadi pelaku
(subjek) utama, bukan sasaran perlakuan (objek) dari proses tersebut. Adapun ciri-ciri
pokok dari proses pendidikan kritis adalah belajar dari realita atau
pengalaman, tidak menggurui dan dialogis.[7]
Jacqueline
dan Martin Brooks mengeluhkan bahwa hanya sedikit sekali sekolah yang
benar-benar mengajar siswa untuk berpikir kritis. Menurut mereka sekolah
terlalu menghabiskan waktu untuk mengajar siswa memberi satu jawaban yang benar secara imitative.[8] Banyak
guru yang kurang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menemukan jawaban
yang berbeda dari yang telah diajarkan sehingga siswa hanya akan menyelesaikan
masalah dengan cara yang diajarkan gurunya.
Daniel
Perkins dan Sarah Tishman bekerjasama dengan para guru untuk memasukkan
pelajaran pemikiran kritis dikelas. Berikut ini beberapa keterampilan berpikir
kritis yang mereka gunakan untuk membantu perkembangan siswa adalah:[9]
a. Berpikiran
terbuka, ajak siswa menghindari pemikiran sempit dan dorong mereka untuk
mengeksplorasi opsi-opsi,
b. Rasa
ingin tahu intelektual, dorong siswa untuk bertanya, merenungkan, menyelidiki
dan meneliti. Aspek lain dari keingintahuan intelektual adalah mengenali
problem dan inkosistensi,
c. Perencanaan
dan strategi, bekerjasama dengan siswa dalam menyusun rencana, menentukan
tujuan, mencari arah dan menciptakan hasil,
d. Kehati-hatian
intelektual, dorong murid untuk mengecek ketidakakuratan dan kesalahan,
bersikap cermat dan teratur.
Kemampuan
berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan
mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir.[10] Kemampuan
berpikir seseorang akan diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Orang
yang mempunyai daya ingat yang baik, dapat menyimpan berbagai informasi dalam
waktu yang lama sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah
yang dihadapi di masa mendatang.
Berpikir
kritis berrelasi dengan lima ide kunci yaitu: praktis, reflektif, masuk akal,
kepercayaan, dan aksi. Selain kelima kata kunci di atas, berpikir kritis juga
memiliki empat komponen yaitu: kejelasan (clarity), dasar (bases),
inferensi (inference), dan interaksi (interaction).
Dalam
melaksanakan berpikir kritis, terlibat disposisi berpikir yang dicirikan
dengan: bertanya secara jelas dan beralasan, berusaha memahami dengan baik,
menggunakan sumber yang terpercaya, mempertimbangkan situasi secara
keseluruhan, berusaha tetap mengacu dan relevan ke masalah pokok, mencari
berbagai alternatif, bersikap terbuka, berani mengambil posisi, bertindak
cepat, bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan
yang kompleks, memanfaatkan cara berpikir orang lain yang kritis, dan bersikap
sensisif terhadap perasaan orang lain.
Berdasarkan
penjelasan dan uraian di atas, maka indikator berpikir kritis yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.
kemampuan merumuskan
masalah
b.
kemampuan menganalisis
permasalahan
c.
kemampuan berpikir
terbuka (mencari alternatif)
d.
kemampuan membuat
kesimpulan
e.
menyampaikan gagasan
f.
mencari informasi
g.
mendengarkan orang lain
h.
menanggapi pendapat
orang lain
i.
bertanya dan refleksi
[1] John
W. Santrok. Psikologi pendidikan edisi ke
2. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2007) hlm. 357
[2] Baharudin
dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan
Pembelajaran. (Yogyakarta: Ar-ruzz Media. 2007), hlm. 36-37
[3] Elaine
B. Johnson. Contextual Teaching and
Learning. Menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna.
Terjemahan oleh Ibnu Setiawan, (Bandung: Mizan Learning Center. 2006)Hlm. 183
[7] Roem
Topatimasag, Dkk. Pendidikan Popular
Membangun Kesadaran Kritis cet-2. (Yogyakarta: INSIST Press. 2005), hlm. 98
[10] Wina
Sanjaya. Strategi Pembelajaran cet
ke-5. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2008), hlm. 230
Tidak ada komentar:
Posting Komentar