Translate

Kamis, 24 Mei 2012

Belajar Tuntas (Mastery Learning)


Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah melalui pemakaian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai kurikulum pendidikan di Indonesia. Pembelajaran berbasis kompetensi menerapkan pendekatan belajar tuntas. Belajar tuntas (mastery learning) adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun kelompok, dengan kata lain apa yang dipelajari siswa dapat dikuasai sepenuhnya.[1]
Ide teoritis inti dalam mastery learning didasarkan pada persektif yang menarik dari john B. Carroll tentang makna bakat. Carroll memandang bakat sebagai jumlah waktu yang akan membawa seseorang untuk mempelajari suatu materi yang diberikan, bukan sebagai kapasitas seseorang itu untuk menguasainya.[2] Dengan pemberian waktu yang cukup sesuai dengan kemampuan siswa diharapkan penguasaan penuh dalam pembelajaran dapat tercapai.
Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam belajar tuntas, yaitu:
1.      Belajar Tuntas dengan Pendekatan Seluruh Kelas
Pada pendekatan ini siswa boleh pindah dari pokok bahasan satu ke pokok bahasan berikutnya, setelah 85% populasi kelas mencapai KKM 75%. Ini berarti majunya para siswa secara bersama-sama.
2.      Belajar Tuntas dengan Pendekatan secara Individual
Pada pendekatan ini setiap siswa yang telah mencapai KKM 75% dapat pindah dari pokok bahasan, ke pokok bahasa berikutnya tanpa menanti siswa lainnya. Ini berarti majunya para siswa secara individual.
Agus Suprijono dalam buku “Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM menyatakan dalam Belajar Tuntas (mastery learning) ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:[3]
·      siswa tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.
·      Jika siswa dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka maka sebagian besar mereka akan mencapai ketuntasan.
·      Guru harus memperhatikan antara waktu yang diperlukan berdasarkan karakteristik siswa dan waktu yang tersedia dibawah kontrol guru.
·      Siswa yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan strategi dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka.

Pelaksanaan belajar tuntas dalam kegiatan belajar mengajar antara lain:[4]
1.      Guru memperkenalkan tujuan instruksional khusus/tujuan pembelajaran pada satuan pelajaran yang akan dipelajari dengan cara: (1) memperkenalkan tabel spesifikasi tentang arti dan cara mempergunakannya untuk kepentingan bimbingan belajar, atau (2) mengajukan pertanyaan yang menonjolkan isi bahan yang akan disajikan secara intelektual, atau (3) mengajukan topik umum, atau konsep umum yang akan dipelajari, atau menyajikan ringkasan materi pelajaran terdahulu.
2.      Penyajian rencana kegiatan belajar-mengajar berdasarkan standar kelompok.
3.      Penyajian pelajaran dalam situasi kelompok berdasarkan satuan pelajaran.
4.      Melakukan diagnostic progress test.
5.      Mengidentifikasi kemampuan belajar siswa yang telah memuaskan dan yang belum memuaskan.
6.      Menetapkan siswa yang hasil belajarnya telah memuaskan.
7.      Memberikan kegiatan korektif kepada siswa yang hasil belajarnya “belum memuaskan” dengan cara (1) bantuan tutor teman sekelas, (2) guru mengajarkan kembali bahan yang berhubungan dengan pokok uji apabila sebagian besar siswa belum memuaskan, (3) siswa yang bersangkutan memilih sendiri daftar korektif yang telah disediakan dan melakukannya secara individual.
8.      Memonitor keefektifan kegiatan korektif.
9.      Menetapkan siswa yang hasil belajarnya memuaskan.


[1] Usman, Moh. User dan Lilis Setiawati. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 1993),  hlm 96
[2] Wahyudin. Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran Seri 3. (Jakarta: CV. IPA Abong. 2008),  hlm. 28
[3] Agus Suprijono. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. (Yogyakarta:  Pustaka Pelajar. 2009),  hlm. 136
[4] Oemar Hamalik. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. (Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2009). Hlm. 93

1 komentar:

Powered By Blogger