Translate

Rabu, 02 Maret 2011

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

KTSP, seperti yang sudah dibahas berulang-ulang, merupakan sebuah model kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Di negara tetangga Singapura, pendekatan pembelajaran di sekolah dikenal dengan nama concrete-victorial-abstract approach. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa diduga dapat dilakukan melalui perantaraan benda-benda konkrik dan gambar-gambar yang menarik perhatian siswa. Leader, et al. (1995: 78), bahwa di negara Kangguru Australia sedang dipopulerkan pembelajaran matematika melalui pemahaman konteks yang disebut mathematics in context. Sedangkan di Indonesia sendiri di tingkat Sekolah Dasar tengah dipopulerkan Pembelajaran Matematika Reliastik Indonesia atau disingkat PMRI. Pendidikan nasional antara lain bertujun mewujudkan learning society dimana setiap anggota masyarakat berhak mendapatkan pendidikan (education for all) dan menjadi pembelajar seumur hidup (longlife education). Empat pilar pendidikan dari UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Impelementasi dalam pembelajaran matematika terlihat dalam pembelajaran dan penilaian yang sifatnya learning to know (fakta, skills, konsep, dan prinsip), learning to do (doing mathematics), learning to be (enjoy mathematics), dan learning to live together (cooperative learning in mathematics).

Otonomi daerah akan menuntut agar kurikulum matematika dan pelaksanaannya di satu daerah menyerap ciri-ciri dan praktek budaya dan kehidupan masyrakatnya (Bana Kartasasmita, 2: 2007). Khususnya pilar learning to live together sangat relevan dan menyerap ciri-ciri budaya tersebut. Pilar ini menekankan pentingnya belajarmemahami bahwa setiap orang hidup dalam suatu masyarakat dimana terjadi interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Implikasi penciptaan suasana pilar ini terhadap pembelajaran matematika, adalah memberi kesempatan kepada siswa agar bersedia bekerja/belajar bersama, saling menghargai pendapat orang lain, menerima pendapat berbeda, belajar mengemukakan dan atau bersedia sharing ideas dengan teman dalam melaksanakan tugas-tugas matematika. Dengan kata lain belajar matematika yang berorientasi pada pilar ini, diharapkan siswa mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dalam konteks matematika dengan teman lainnya.

Mempelajari kecenderungan pembelajaran matematika saat ini, penerapan keempat pilar UNESCO, serta pentingnya penguasaan kompetensi matematika untuk kehidupan peserta didik, juga telah dikeluarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) oleh Pemerintah melalui Permen 23 Tahun 2006. Adapun SKL untuk mata pelajaran matematika adalah:

  1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
  4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Pembahasan mengenai kurikulum dapat ditelaah dari tiga sudut pandang. Pandangan pertama, berhubungan dengan aspek teori dan terlukis dalam kurikulum berdasarkan apa, yang tercantum dalam dokumen tertulis. Kurikulum sekolah dalam dokumen tertulis atau dikenal dengan istilah intended curriculum memuat tiga hal, yaitu:

1) dokumen yang memuat garis-garis besar pokok bahasan (SI),

2) dokumen yang memuat panduan pelaksanaan pembelajaran, dan

3) dokumen buku yang memuat panduan penilaian hasil belajar siswa.

Kurikulum dalam pandangan kedua tercermin dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di kelas atau dikenal dengan istilah implemented curriculum. Kurikulum dalam pandangan kedua ini pada hakekatnya adalah pelaksanaan kegiatan belajar mengajar termasuk pelaksanaan penilaian hasil belajar siswa oleh guru. Sedangkan pandangan ketiga yang dikenal performanced curriculum adalah kurikulum yang tercermin dalam belajar yang dicapai siswa pada akhir satuan waktu pembelajaran, mulai dari satuan terkecil yaitu Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP) sampai dengan satuan terbesar yaitu satu jenjang pendidikan. Sejalan dengan ketiga pandangan tersebut maka kualitas pendidikan matematika pada tiap jenjang pendidikan dapat ditinjau dari kualitas kurikulum tertulis dan relevansinnya dengan pelaksanaan kurikulum oleh guru, dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Mengacu pada pembahasan di atas, fokus pembahasan kurikulum dapat ditelaah dari tiga aspek:

Aspek pertama, Intended Curriculum merupakan muatan dalam dokumen tertulis yang tercermin dalam pedoman kurikulum atau SI, Silabus, RPP, dan buku teks untuk tiap jenjang satuan pendidikan. Di negara kita, Intendid Curriculum mengandung dua macam muatan yang bersifat nasional (Kurikulum Nasional) dan ditetapkan oleh Mendiknas dan yang bersifat lokal yang ditetapkan oleh daerah berdasarkan kondisi dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Evaluasi mutu pendidikan pada satu jenjang pendidikan tertentu dapat dilaksanakan melalui analisis terhadap Intended Curriculum atau dokumen tertulis kurikulum pada jenjang yang bersangkutan.

Aspek kedua, Implemented Curriculum merupakan kurikulum yang berlangsung di kelas atau tergambar dalam kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru. Dengan kata lain, Implemented Curriculum berhubungan dengan kenyataan apa yang terjadi di kelas atau apa yang diajarkan guru dan bagaimana cara guru mengerjakannya.

Aspek ketiga, Attained Curriculum merupakan kurikulum yang tercermin dalam hasil belajar siswa baik bersifat kognitif, afeksi, maupun psikomotor. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Pada dasarnya objek pembelajaran matematika adalah abstrak. Walaupun menurut teori Piaget bahwa anak sampai umur SMP dan SMA sudah berada pada tahap operasi formal, namun pembelajaran matematika masih perlu diberikan dengan menggunakan alat peraga karena sebaran umur untuk setiap tahap perkembangan mental dari Piaget masih sangat bervariasi. Mengingat hal-hal tersebut di atas, pembelajaran matematika di sekolah tidak bias terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Karena itu perlu perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran matematika di sekolah (Suherman, 2003) yaitu sebagai berikut:

  1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap). Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep mudah ke konsep yang lebih sukar.
  2. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral. Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika (Spiral melebar dan menaik).
  3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. Matematik adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian harus dapat dipilihkan pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan deduktif..
  4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan yang terdahulu yang telah diterima kebenarannya.

Pandangan dan pemahaman guru terhadap pengertian belajar akan mempengaruhi cara guru melaksanakan proses pembelajaran dan proses evaluasi hasil belajar siswa. Pada guru yang kurang menekankan belajar pada aspek “proses” tetapi lebih kepada “produk”, pembelajaran akan lebih berpusat kepada guru melalui pengulangan kegiatan rutin seperti penjelasan singkat materi baru, pemberian pekerjaan rumah, pemeriksaan di kelas sambil berkeliling kelas atau menjawab pertanyaan siswa. Namun guru dengan pandangan belajar sebagai proses mengkonstruksi informasi dan pengalaman baru menjadi pemahaman siswa yang bermakna, guru akan berusaha melakukan kegiatan dengan melibatkan siswa secara aktif.

Guru dengan pandangan belajar sebagai proses mengkonstruksi informasi dan pengalaman baru menjadi pemahaman siswa yang bermakna, guru akan berusaha melakukan kegiatan sebagai berikut:

  1. Memilih tugas-tugas matematika sedemikian sehingga memotivasi minat siswa dan meningkatkan keterampilan intelektual siswa.
  2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mendalami pemahaman mereka terhadap produk dan proses matematika serta penerapannya.
  3. Menciptakan suasana kelas yang mendorong dicapainya penemuan dan pengembangan idea matematika,
  4. Menggunakan dan membantu pemahaman siswa, alat-alat teknologi, serta sumber-sumber lain untuk menigkatkan penemuan matematika,
  5. Mencapai dan membantu siswa untuk mencari hubungan antara pengetahuan semula dengan pengetahuan baru;
  6. Membimbing secara individual, secara kelompok dan secara klasikal.

Untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan di atas, selain guru matematika harus menguasai matematika dengan baik, guru juga harus mempunyai pandangan terhadap pembelajaran matematika yang lebih menekankan kepada (Utari, 1999):

a) Pengertian kelas sebagai komunitas matematika daripada hanya sebagai sekumpulan individu,

b) Pengertian logika dan kejadian matematika sebagai verifikasi daripada guru sebagai penguasa tunggal dalam memperoleh jawaban benar,

c) Pandangan terhadap penalaran matematika daripada sekadar mengingat prosedur atau algoritma saja,

d) Penyusunan konjectur, penemuan dan pemecahan masalah daripada penemuan jawaban secara mekanik, dan

e) Mencari hubungan antara ide-ide matematika dan penerapannya daripada matematika sebagai sekumpulan konsep yang saling terpisah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger