a. Kesepakatan
Sadar ataupun tidak seseorang yang mempelajari matematika telah menggunakan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Kesepakatan-kesepakatan itu terdapat dalam matematika yang rendah maupun yang tinggi. Kesepakatan-kesepakatan itu dapat berupa simbol atau lambang, istilah/konsep , definisi serta aksioma-aksioma.
Sebagai contoh bilangan yang selama ini digunakan , misaInya 1, 2, 3, dan seterusnya adalah lambang yang kita sepakati. Kesepakatan itu secara tidak disadari telah tertanam semenjak seseorang belajar di kelas satu sekoIah dasar atau bahkan taman kanak-kanak. Bilangan yang dilambangkan dengan dengan 2 disepakati disebut “dua” . Mengapa tidak disebut satu ? Itulah contoh kesepakatan yang ternyata selalu digunakan hingga sekarang.
Contoh lain adalah kata “segitiga” adalah istilah yang disepakati untuk menunjuk salah satu konsep dalam matematika. Konsep itu dibatasi oleh suatu ungkapan yang disebut definisi. Misalnya “bangun yang terjadi bila tiga buah titik yang tidak segaris dihubungkan oleh tiga buah ruas garis disebut segitiga. Ungkapan tersebut adalah saah satu definisi dan segitiga (jenis definis ginetik) dikatakan salah satu karena masih dapat dibuat defenisi segitiga dengan kalimat yang berbeda. Definisi mana yang akan digunakan juga merupakan suatu kesepakatan
Sadar ataupun tidak dalam kehidupan kita sehari-hari terdapat banyak kesepakatan—kesepakatan, baik yang tertulis maupun yang tidak. Apabila seseorang berperilaku tidak sesuai dengan kesepakatan tertentu dalam lingkungan tertentu, tentulah ia dianggap sebagai seorang yang melanggar suatu aturan.
Dengan demikian seseorang yang telah dibiasakan belajar matematika yang penuh dengan kesepakatan yang harus ditaati, kiranya akan mudah memahami perlunya kesepakatan dalam kehidupan masyarakat. inilah salah satu aspek dalam matematika yang memiliki nilai didik (nilai paedagogik).
b. Ketaatasasan
Dalam uraian ini yang dimaksud dengan ketaatasasan atau konsistensi, adalah tidak dibenarkannya muncul kontradiksi. Hal tersebut dalam matematika (terutama yang berasas dikotomi) sangat penting dan harus dipertahankan.
Bila pernyataan “Melalui satu titik P diluar garis a dapat dibuat tepat satu garis sejajar dengan a”, diterima sebagai pernyataan yang benar, maka pernyataan Jika garis a sejajar garis b dan garis p memotong garis a, maka garis p tidak memotong garis b” harus ditetapkan sebagai pernyataan yang salah. inilah salah satu contoh tentang konsistensi dalam matematika.
Dalam kehidupan bermasyarakat jelas bahwa sikap konsisten diperIukan.Bila tidak kiranya akan mudah terjadi benturan—benturan. Bukankah “ Pancasila dan UUD—45” dapat dipandang sebagai aksiotma yang merupakan kesepakatan nasional? Perlukan warga bangsa indonesia dalam perilakunya konsisten dengan itu? Jelas bahwa sikap konsisten sangat diperlukan dalan bermasyarakat dan berbangsa.
seseorang yang telah terbiasa berpikir rnatematik, tidak terlalu sulit untuk memahami perlunya sikap konsisten dan bahkan tidak sulit melihat inkonsistensi yang terjadi dalarn kehidupan. Sekali lagi terlihat bahwa matematika melalui aspek ketaatasasan atau konsistensi secara implisit maupun eksplisit dapat membantu membentuk tata—nalar serta prihadi siswa.
c. Deduksi
Secara sederhana makna deduksi adalah proses menurunkan atau menerapkan pengertian atau sifat umum kedalam keadaan khusus. dalam matematika pola pikir deduktif itulah yang diterima. Namun dalam pendidikan matematika pola pikir induksi juga dapat diterima sepanjang diperlukan untuk menyesuaian bahan ajar dengan perkembangan intelektual siswa.
Perhatikan dua kalimat di bawah ini.
“Jika suatu segitiga mempunyai tiga sisi sama maka segitiga itu disehut segitiga samasisi”
“Jika suatu segitiga mempunyai tiga buah sudut sama besar maka segitiga itu disebut segitiga samasisi”
kedua kalimat tersebut dapat, dipandang sebagai ungkapan yang membatasi konsep segitiga samasisi. Jadi suatu definisi Kalau dicermati akan terlihat bahwa kedua definisi itu mempunyai intensi yang berbeda tetapi mempunyai ekstensi/jangkauan yang yang sama. Namun dalam matematika tidak dibenarkan keduanya ditetap sebagai definisi dalam satu struktur uraian). Mengapa? Coba pikirkan, jika kalimat pertama yang ditetapkan sebagai definisi segitiga sama sisi; dapatkah kebenaran kalimat kedua dibuktikan dengan menggunakan kalimat pertama?. Dan sebaliknya bagaimana? Jadi salah satu harus ditetapkan sebagai teorema. Itu adalah salah satu bentuk pemikiran deduktif
Pola pikir deduksi dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan. coba amati dan pikirkan jenjang perundang-undangan dalam kehidupan kita. Kita kenal “Undang—undang” , Peraturan pemerintah” , “Keputusan Menteri “, “Keputusan Dirjen”, dsb. Bukankah dalam hal tertentu “yang satu merupakan penjabaran atau aturan pelaksanaan’ dari yang lebih tinggi? Bukankah untuk menyatakan benarnya yang satu harus dirujukkan kepada aturan yang lebih tinggi?. Jadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegarapun perlu pola pikir deduktif.
d. Semesta
Dalam matematika terdapat simbol-simbo atau lambang yang dikosongkan maknanya. Apakah makna x. y, z itu ?? Terserah kepada sipemakai, akan diberi makna apa. mungkin diberi makna bilangan, mungkin diberi makna vektor, mungkin diberi makna pernyataan,dsb. sesuai dengan kebutuhan pemakai. Hal itu menunjukkan adanya lingkup pembicaraan, yang dapat juga disebut semesta pembicaraan.
Dalam pelajaran matematika disadari atau tidak terdapat banyak contoh atau soal yang sangat memperhatikan semesta. Bila semesta yang ditetapkan tidak diperhatikan sangat besar kemungkinan jawab yang diberikan akan salah.
Sebagai contoh:
Tulislah lambang bilangan asli yang sesuai dalam kotak, sehingga kalimat menjadi benar.
5+2 ´ – = 10 , Kalau tidak disadari semestanya, tidak mustahil akan dijawab 2,5. Benarkah ?
Adakah manfaat pengertian semesta dalam kehidupan?. Tentulah tidak sulit disadari bahwa manusia di bumi ini terkelompok-kelompok menjadi bangsa-bangsa, menjadi suku-bangsa, menjadi satuan organisasi dan sebagainya. Dalam masing-masing kelompok tersebut berlaku suatu aturan tertentu. Seseorang yang akan melakukan tindakan atau melontarkan kata-kata tertentu perlu memperhatikan dimana dia berada, di lingkup mana dia berada. secara umum dapat dikatakan perlu menyesuaikan diri. Bila anda mengendari mobil di Indonesia anda harus berjalan di sebelah kiri jalan. Bagaimana halnya bila anda mengendarai mobil di Amerika Serikat? (disadur dari Soedjadi, 1994: 3-9).
Kalau aspek-aspek yang telah dijelas diatas dapat kita eksplisitkan dalam pembelajaran matematika, maka akan terasa bahwa pembelajaran matematika mempunyai nilai didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar