Allah Yang
Maha Agung dan Maha Perkasa menja-dikan beberapa sebab dan kunci untuk rizki,
di antaranya:
- Istighfar (memohon ampun kepada
Allah) dan taubat kepadaNya. Dan yang dimaksud adalah melakukan ke-duanya
dengan perkataan dan perbuatan.
- Taqwa. Dan hakikatnya
adalah menjaga diri dari yang menyebabkan dosa atau mentaati
perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya atau menjaga
diri dari sesuatu yang menyebabkan siksa, baik dengan mela-kukan perbuatan
atau meninggalkannya.
- Tawakkal. Yaitu
menampakkan kelamahan hamba serta bersandar sepenuhnya kepada Allah
semata.
- Beribadah
sepenuhnya kepada Allah . Yaitu bersungguh-sungguh dalam
mengkonsentrasikan hati ketika beribadah kepada Allah .
- Mengikuti haji
dengan umrah.
Maksudnya, melakukan salah satunya lalu melanjutkannya dengan yang lain.
- Silaturrahim. Yaitu berbuat
baik kepada kerabat/keluarga dekat.
- Berinfak di
jalan Allah .
Yaitu berinfak untuk se-suatu yang dicintai dan diridhai Allah .
- Memberi nafkah
kepada orang yang sepenuhnya me-nuntut ilmu syar'i (agama).
- Berbuat baik
kepada orang-orang yang lemah.
- Berhijrah di jalan Allah . Yakni keluar dari negeri kafir ke negeri iman untuk
mencari keridhaan Allah se-suai dengan syar'iatNya.
A. MAKNA HIJRAH DI JALAN ALLAH
Hijrah sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah keluar
dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah
dari Makkah ke Madinah.
Dan hijrah
di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad Rasyid Ridha
harus dengan sebenar-benarnya. Artinya, maksud orang yang berhijrah dari
negeri-nya itu adalah untuk mendapatkan ridha Allah dengan mene-gakkan agamaNya
yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah,
juga untuk me-nolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan
orang-orang kafir.
B. Dalil Syar'i Bahwa Hijrah di Jalan Allah Termasuk
Kunci Rizki
Di antara
dalil yang menunjukkan bahwa berhijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki
adalah firman Allah:
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi
ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak." (An-Nisa': 100).
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Razi adalah,
barangsiapa berhijrah di jalan Allah ke negeri lain, niscaya akan mendapati di
negerinya yang baru itu kebaikan dan kenikmatan yang menjadi sebab kehinaan dan
kekecewaan para musuhnya yang berada di negeri asal-nya. Sebab orang yang
memisahkan diri dan pergi ke negeri asing, sehingga mendapatkan ketentraman di
sana, lalu berita itu sampai kepada negeri asalnya, niscaya penduduk asli
negeri itu akan malu atas buruknya mua'amalah (perlakuan) yang mereka
berikan, sehingga dengan demikian mereka merasa hina.'
Sedang yang
dimaksud, keluasan, yaitu keluasan rizki. Inilah yang dikatakan
oleh Abdullah bin Abbas dalam menafsirkan ayat ini. Juga dikatakan oleh
Ar-Rabi', Adh-Dhakkak, Atha' dan mayoritas ulama.
Qatadah
berkata: "Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada petunjuk dan dari
kemiskinan kepada banyaknya kekayaan."
Imam Malik berkata: "Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri."
Mengomentari
ketiga pendapat di atas, Imam Al-Qurthubi mengatakan: "Pendapat Imam Malik
lebih dekat pada kefasihan ungkapan bahasa Arab. Sebab keluasan ne-geri dan
banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rizki. Juga menunjukkan kelapangan dada
yang siap menanggung kesedihan dan pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan
kemudahan."
Pendapat
mana saja yang kita ambil dari ketiga pendapat di atas, yang jelas semuanya
menunjukkan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan janji
dari Allah berupa keluasan rizki, baik dengan ungkapan langsung maupun secara
tidak langsung.
Dan sungguh
janji Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Menentukan adalah suatu janji yang haq
serta tidak pernah luput. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada
Allah?
Sungguh
dunia telah dan sampai sekarang masih menyak-sikan kebenaran janji ini. Dan
saya kira, orang yang menge-tahui sedikit tentang sejarah Islam pun sudah tahu
akan peristiwa hijrahnya para sahabat Rasulullah ke Madinah.
Ketika para
sahabat meninggalkan rumah-rumah, harta benda dan kekayaan mereka untuk hijrah
di jalan Allah , Allah serta merta mengganti semuanya. Allah memberikan kepada
mereka kunci-kunci negeri Syam, Persia dan Yaman. Allah berikan kepada mereka
kekuasaan atas istana-istana negeri Syam yang merah, juga istana Mada'in yang
putih. Kepada mereka juga dibukakan pintu-pintu Shan'a, serta ditundukkan untuk
mereka berbagai simpanan kekayaan Kaisar dan Kisra.
Imam Ar-Razi
menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang mulia ini berkata: "Walhasil,
seakan-akan dikatakan, 'Wahai manusia! Jika kamu membenci hijrah dari tanah
airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian dalam per-jalananmu,
maka sekali-kali jangan takut! Karena sesung-guhnya Allah akan memberimu
berbagai nikmat yang agung dan pahala yang besar dalam hijrahmu. Hal yang
ke-mudian menyebabkan kehinaan musuh-musuhmu dan men-jadi sebab bagi kelapangan
hidupmu."
Termasuk di
antara kunci-kunci rizki adalah berbuat baik kepada orang-orang miskin.
Nabi menjelaskan bahwa para hamba itu ditolong dan diberi rizki
disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara mereka.
Imam
Al-Bukhari meriwayatkan dari Mush'ab bin Sa-'dan ia berkata, 'Bahwasanya
Sa'dan merasa dirinya memiliki kelebihan daripada orang lain. Maka
Rasulullah bersabda:
"Bukankah
kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orang-orang lemah di antara
kalian?"
Karena itu,
siapa yang ingin ditolong Allah dan diberi rizki olehNya maka hendaknya ia
memuliakan orang-orang lemah dan berbuat baik kepada mereka."
Nabi yang
mulia, juga menjelaskan bahwa keridhaan-nya dapat diperoleh dengan
berbuat baik kepada orang-orang miskin.
Imam Ahmad,
Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Hibban dan Al-Hakim meriwayatkan dari
Abu Darda' bahwasanya ia berkata, aku mendengar Rasulullah
bersabda:
"Carilah
(keridhaan)ku melalui orang-orang lemah di antara kalian. Karena sesungguhnya
kalian diberi rizki dan ditolong dengan sebab orang-orang lemah di antara
kalian."
Menjelaskan
sabda Nabi di atas Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, "Carilah
keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang miskin di antara
kalian."
Dan barangsiapa berusaha mendapatkan keridhaan
keka-sih Yang Maha Memberi rizki dan Maha Memiliki kekuatan dan keperkasaan,
Muhammad dengan berbuat kepada orang-orang miskin, niscaya Tuhannya akan
menolongnya dari para musuh serta akan memberinya rizki.
Termasuk
kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah ke-pada orang yang sepenuhnya menuntut
ilmu syari'at (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits riwayat
At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik bahwasanya ia berkata:
"Dahulu
ada dua orang saudara pada masa Rasulullah . Salah seorang daripadanya
mendatangi Nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang
bekerja itu mengadu kepada Nabi maka beliau bersabda: Mudah-mudahan
engkau diberi rizki dengan sebab dia."
Dalam hadits
yang mulia ini, Nabi yang mulia menje-laskan kepada orang yang mengadu
kepadanya karena kesi-bukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga
membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja), bahwa ia tidak
semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya ke-pada saudaranya, dengan anggapan
bahwa rizki itu datang karena dia bekerja. Padahal ia tidak tahu bahwasanya
Allah membukakan pintu rizki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan
kepada suadaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.
Al-Mulla Ali
Al-Qari menjelaskan sabda Nabi :
"Mudah-mudahan
engkau diberi rizki dengan sebab dia," yang menggunakan shighat majhul
(ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, 'Yakni, aku berharap atau aku
ta-kutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rizki karena berkah-nya. Dan bukan
berarti di diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit
pekerjaan-mu kepadanya."
disebutkan dalam hadits:
"Bukanlah
kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah di antara kalian?" Tetapi bisa pula
kembali kepada orang yang diajaknya bicara untuk mengajakanya berfikir dan
merenungkan, sehingga ia menjadi sadar."
Demikianlah,
dan sebagian ulama telah menyebutkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu
agama secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok orang yang dising-gung dalam
firman Allah:
"(Berinfaklah)
kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak
dapat (beru-saha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang
kaya karena memelihara diri dari me-minta-minta. Kamu kenal mereka dengan
melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 273).
Imam Al-Ghazali berkata: "Ia harus mencari orang
yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu
merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah
yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa mengkhususkan
kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau,
"Mengapa tidak eng-kau berikan pada orang secara umum?" Beliau
menjawab, "Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu kedudukan setelah
kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Jika hati para ulama
itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya), niscaya ia tidak bisa memberi perhatian
sepe-nuhnya kepada ilmu, serta tidak akan bisa belajar (dengan baik). Karena
itu, membuat mereka bisa mempelajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih
utama."
A. Yang Dimaksud Berinfak
Di
tengah-tengah menafsirkan firman Allah:
"Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Dia akan menggantinya". (Saba': 39).
Syaikh Ibnu
Asyur berkata: "Yang dimaksud dengan infak di sini adalah infak yang
dianjurkan dalam agama. Seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak
di jalan Allah untuk menolong agama."
B. Dalil Syar'i Bahwa Berinfak di Jalan Allah Adalah
Termasuk Kunci Rizki
Ada beberapa
nash dalam Al-Qur'anul Karim dan Al-Hadits Asy-Syarif yang menunjukkan bahwa
orang yang berinfak di jalan Allah akan diganti oleh Allah di dunia. Di
samping, tentunya apa yang disediakan oleh Allah baginya dari pahala yang besar
di akhirat. Di antara dalil-dalil itu adalah sebagai berikut:
1.
Firman Allah:
"Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah
Pemberi rizki yang se-baik-baiknya." (Saba': 39).
Dalam
menafsirkan ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: "Betapapun sedikit
apa yang kamu infakkan dari apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang
diper-bolehkanNya, niscaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di
akhirat engkau akan diberi pahala dan gan-jaran, sebagaimana yang disebutkan
dalam hadits…"
Imam Ar-Razi
berkata, "Firman Allah: 'Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka
Allah akan menggantinya', adalah realisasi dari sabda Nabi : "Tidaklah
para hamba berada di pagi hari…." (Al-Hadits). Yang demikian itu
karena Allah adalah Penguasa, Maha Tinggi dan Maha Kaya. Maka jika Dia berkata:
"Nafkahkanlah dan Aku yang akan menggantinya,' maka itu sama dengan janji
yang pasti ia tepati. Sebagaimana jika Dia berkata: "Lemparkanlah barangmu
ke dalam laut dan Aku yang menjaminnya."
Maka,
barangsiapa berinfak berarti dia telah memenuhi syarat untuk mendapatkan ganti.
Sebaliknya, siapa yang ti-dak berinfak maka hartanya akan lenyap dan ia tidak
berhak mendapatkan ganti. Hartanya akan hilang tanpa ganti, arti-nya lenyap
begitu saja.
Yang
mengherankan, jika seseorang pedagang mengeta-hui bahwa sebagian dari hartanya
akan binasa, ia akan menjualnya dengan cara nasi'ah (pembayaran di
belakang), meskipun pembelinya termasuk orang miskin. Lalu ia ber-kata, hal itu
lebih baik daripada pelan-pelan harta itu binasa. Jika ia tidak menjualnya
sampai harta itu binasa maka ia akan disalahkan. Dan jika ada orang mampu yang
menjamin orang miskin itu, tetapi ia tidak menjualnya (kepada orang tersebut)
maka ia disebut orang gila.
Dan sungguh,
hampir setiap orang melakukan hal ini, tetapi masing-masing tidak menyadari
bahwa hal itu mendekati gila. Sesungguhnya harta kita semuanya pasti akan
binasa. Dan menafkahkan kepada keluarga dan anak-anak adalah berarti memberi
pinjaman. Semuanya itu berada dalam jaminan kuat, yaitu Allah Yang Maha Tinggi.
Allah berfirman: "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia
pasti manggantinya."
Lalu Allah
memberi pinjaman kepada setiap orang, ada yang berupa tanah, kebun,
penggilingan, tempat pemandian untuk berobat atau manfaat tertentu. Sebab setiap
orang tentu memiliki pekerjaan atau tempat yang daripadanya ia mendapatkan
harta. Dan semua itu milik Allah. Di tangan manusia, harta itu adalah pinjaman.
Jadi, seakan-akan ba-rang-barang tersebut adalah jaminan yang diberikan Allah
dari rizkiNya, agar orang tersebut percaya penuh kepadaNya bahwa bila dia
berinfak, Allah pasti akan menggantinya. Tetapi meskipun demikian, ternyata ia
tidak mau berinfak dan membiarkan hartanya lenyap begitu saja tanpa mendapat
pahala dan disyukuri.
Selain itu,
Allah menegaskan janjiNya dalam ayat ini kepada orang yang berinfak untuk
menggantinya dengan rizki (lain) melalui tiga penegasan. Dalam hal ini, Ibnu
Asyur berkata: "Allah menegaskan janji tersebut dengan kalimat bersyarat,
dan dengan menjadikan jawaban dari kali-mat bersyarat itu dalam bentuk jumlah
ismiyah dan dengan mendahulukan musnad ilaiah (sandaran) terhadap khabar
fi'il-nya. De-ngan demikian, janji tersebut ditegaskan dengan tiga pene-gasan yang
menunjukkan bahwa Allah benar-benar akan merealisasikan janji itu. Sekaligus
menunjukkan bahwa ber-infak adalah sesuatu yang dicintai Allah.
Dan sungguh
janji Allah adalah sesuatu yang tegas, ya-kin, pasti dan tidak ada keraguan
untuk diwujudkannya, wa-laupun tanpa adanya penegasan seperti di atas. Lalu,
bagai-mana halnya jika janji itu ditegaskan dengan tiga penegasan?
2.
Dalil lain adalah firman Allah:
"Setan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan ke-miskinan dan menyuruh kamu berbuat
kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan
karunia. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 268).
Menafsirkan
ayat mulia ini, Ibnu Abbas berkata: "Dua hal dari Allah, dan dua hal
dari setan. "Setan men-janjikan (menakut-nakuti) kamu dengan
kemiskinan." Setan itu berkata, 'Jangan kamu infakkan hartamu,
peganglah untukmu sendiri karena kamu membutuhkannya'. "Dan menyuruh
kamu berbuat kejahatan (kikir)."
(Dan dua hal
dari Allah adalah), "Allah menjanjikan un-tukmu ampunan
daripadaNya," yakni atas maksiat yang kamu kerjakan, "dan
karunia" berupa rizki.
Al-Qadhi
Ibnu Athiyah menafsirkan ayat ini berkata: "Maghfirah (ampunan
Allah) adalah janji Allah bahwa Dia akan menutupi kesalahan segenap hambaNya di
dunia dan di akhirat. Sedangkan al-fadhl (karunia) adalah rizki yang
luas di dunia, serta pemberian nikmat di akhirat, dengan segala apa yang telah
dijanjikan Allah .
Imam Ibnu
Qayim Al-Jauziyah dalam menafsirkan ayat yang mulia ini berkata:
"Demikianlah, peringatan setan bah-wa orang yang menginfakkan hartanya,
bisa mengalami ke-fakiran bukanlah suatu bentuk kasih sayang setan kepa-danya,
juga bukan suatu bentuk nasihat baik untuknya. Ada-pun Allah, maka Ia
menjanjikan kepada hambaNya ampunan dosa-dosa daripadaNya, serta karunia berupa
penggantian yang lebih baik daripada yang ia infakkan, dan ia
dilipatgan-dakanNya baik di dunia saja atau di dunia dan di akhirat."
3.
Dalil lain adalah hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah , Nabi
memberitahukan kepadanya:
"Allah
Tabaraka wa Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku
berinfak (memberi rizki) kepadaMu."
Allahu
Akbar! Betapa
besar jaminan orang yang berinfak di jalan Allah! Betapa mudah dan gampang
jalan mendapatkan rizki! Seorang hamba berinfak di jalan Allah, lalu Dzat Yang
di TanganNya kepemilikan segala sesuatu memberi-kan infak (rizki) kepadanya.
Jika seorang hamba berinfak sesuai dengan kemampuannya maka Dzat Yang memiliki
perbendaharaan langit dan bumi serta kerajaan segala se-suatu akan memberi
infak (rizki) kepadanya sesuai dengan keagungan, kemuliaan dan kekuasaanNya.
Imam
An-Nawawi berkata: "Firman Allah, 'Berinfaklah, niscaya Aku berinfak
(memberi rizki) kepadamu' adalah makna dari firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia-lah yang akan menggantinya." (Saba': 39).
Ayat ini
mengandung anjuran untuk berinfak dalam ber-bagai bentuk kebaikan, serta berita
gembira bahwa semua itu akan diganti atas karunia Allah .
4.
Dalil lain bahwa berinfak di jalan Allah adalah di antara kunci-kunci rizki
yaitu apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah
bahwasanya Nabi bersabda:
"Tidaklah
para hamba berada di pagi hari kecuali di dalamnya terdapat dua malaikat yang
turun. Salah satunya berdo'a, 'Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak
ganti (dari apa yang ia infakkan)'. Sedang yang lain berkata, 'Ya Allah,
berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya) kebinasaan (hartanya)'."
Dalam hadits
yang mulia ini, Nabi yang mulia menga-barkan bahwa terdapat malaikat yang
berdo'a setiap hari kepada orang yang berinfak agar diberikan ganti oleh Allah.
Maksudnya –sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari– adalah ganti
yang besar. Yakni ganti yang baik, atau ganti di dunia dan ganti di akhirat.
Hal itu berdasarkan firman Allah:
"Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia-lah yang akan menggantinya. Dan
Dialah sebaik-baik Pemberi rizki." (Saba': 39).
Dan
diketahui secara umum bahwa do'a malaikat adalah dikabulkan, sebab tidaklah
mereka mendo'akan bagi sese-orang melainkan dengan izinNya. Allah berfirman:
"Dan
mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan
mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepadaNya." (Al-Anbiya': 28).
5.
Dalil lain adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dari Abu
Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:
"Berinfaklah
wahai Bilal! Jangan takut dipersedikit (hartamu) oleh Dzat Yang Memiliki
Arsy."
Aduhai,
alangkah kuat jaminan dan karunia Allah bagi orang yang berinfak di jalanNya!
Apakah Dzat Yang Memiliki Arsy akan menghinakan orang yang berinfak di
jalan-Nya, sehingga ia mati karena miskin dan tak punya apa-apa? Demi Allah,
tidak akan demikian!
Al-Mulla
Ali-AlQari menjelaskan kata " ÇöÞúáÇó áÇð " dalam hadits tersebut
berkata, "Maksudnya, dijadikan miskin dan tidak punya apa-apa".
Artinya, "Apakah engkau takut akan disia-siakan oleh Dzat Yang Mengatur
segala urusan dari langit ke bumi?" Dengan kata lain, "Apakah kamu
takut untuk digagalkan cita-citamu dan disedikitkan rizkimu oleh Dzat Yang
rahmatNya meliputi penduduk langit dan bumi, orang-orang mukmin dan orang-orang
kafir, burung-burung dan binatang melata?"
6.
Berapa banyak bukti-bukti dalam kitab-kitab Sunnah (Hadits), Sirah
(Perjalanan Hidup), Tarajum (Biografi), Tarikh (Sejarah), bahkan
hingga dalam kenyataan-kenyataan yang kita alami saat ini yang menunjukkan
bahwa Allah mengganti rizki hambaNya yang berinfak di jalanNya.
Berikut ini
kami ringkaskan satu bukti dalam masalah ini. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah dari Nabi beliau bersabda:
"Ketika
seorang laki-laki berada di suatu tanah lapang bumi ini, tiba-tiba ia mendengar
suara dari awan, 'Sira-milah kebun si fulan!' Maka awan itu berarak menjauh dan
menuangkan airnya di areal tanah yang penuh de-ngan batu-batu hitam. Di sana
ada aliran air yang me-nampung air tersebut. Lalu orang itu mengikuti kemana
air itu mengalir. Tiba-tiba ia (melihat) seorang laki-laki yang berdiri di
kebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan skopnya (ke dalam kebunnya). Kemudian
ia bertanya, 'Wahai hamba Allah! Siapa namamu?' Ia menjawab, 'Fulan', yakni
nama yang didengar di awan. Ia balik bertanya, "Wahai hamba Allah, kenapa
engkau menanyakan namaku?' Ia menjawab, 'Sesungguhnya aku mendengar suara di
awan yang menurunkan air ini. Suara itu berkata, 'Siramilah kebun si fulan! Dan
itu adalah namamu. Apa sesungguhnya yang engkau laku-kan?' Ia menjawab,
"Jika itu yang engkau tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan
hasil yang didapat dari kebun ini, lalu aku bersedekah dengan se-pertiganya,
dan aku makan beserta keluargaku seper-tiganya lagi, kemudian aku kembalikan
(untuk menanam lagi) sepertiganya'."
Dalam
riwayat lain disebutkan:
"Dan
aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin dan peminta-minta serta ibnu
sabil (orang yang dalam perjalanan)."
Imam An-Nawawi berkata: "Hadits itu menjelaskan
ten-tang keutamaan bersedekah dan berbuat baik kepada orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan. Juga keutamaan seseorang yang makan dari
hasil kerjanya sen-diri, termasuk keutamaan memberi nafkah kepada
keluar-ga."