Translate

Kamis, 15 November 2012

Model Pembelajaran Ekspositori


Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen menamankan model ekspositori ini dengan istilah model pembelajaran langsung (dirrect intruction), karena dalam model ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu.[1] Model ekspositori sama seperti model ceramah.  Kedua model ini menjadikan guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran).
Dominasi guru dalam kegiatan belajar-mengajar model ceramah lebih terpusat pada guru dari pada model ekspositori. Pada model ekspositori siswa lebih aktif dari pada model ceramah. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakan bersama dengan siswa lain, atau disuruh membuatnya dipapan tulis.[2] Metode Ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab.  Guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individual, menerangkan lagi kepada siswa apabila dirasakan banyak siswa yang belum paham mengenai materi. Kegiatan siswa tidak hanya mendengar dan mencatat, tetapi siswa juga menyelesaikan latihan soal dan bertanya bila belum mengerti.
Beberapa karakteristik model ekspositori, diantaranya: [3]
a.         model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan model ini., oleh karena itu sering mengidentikanya dengan ceramah;
b.        materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehinga tidak menuntut siswa untuk bertutur ulang;
c.         tujuan utama pembelajaran dalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang sudah diuraikan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ekspositori adalah suatu model pembelajaran yang cara penyampaian materinya secara langsung oleh guru kepada siswa dengan tujuan siswa dapat menguasai materi secara optimal. Materi yang pelajaran yang disampaikan oleh guru dalam model pembelajaran ekspositori biasanya materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehinga tidak menuntut siswa untuk bertutur ulang.



[1] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 179.
[2]    Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung:  Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), hlm. 171.
[3] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 179.

Metode Snowball Drilling


Metode snowball drilling dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari membaca bahan-bahan bacaan.[1] Peran guru dalam penerapan metode snowball drilling adalah mempersiapkan paket soal dan menggelindingkan bola salju dengan cara menunjuk/mengundi untuk mendapatkan seorang peserta didik yang akan menjawab soal nomor 1. Peserta didik yang pertama berhasil menjawab soal yang pertama, maka peserta didik ini diberi kesempatan untuk menunjuk salah satu temannya untuk menjawab soal nomor berikutnya yaitu nomor 2.[2] Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak hanya mempersiapakan paket soal yang akan diterapkan dengan metode snowball drilling, tetapi metode snowball drilling juga digunakan untuk mendukung tahap presentasi pada metode pictorial riddle.
Metode snowball drilling mendorong siswa untuk lebih termotivasi dalam belajar. Dalam penelitian ini guru penggelindingan bola salju diganti dengan menunjuk atau mengundi untuk mendapatkan seseorang yang akan presentasi pertama. Setelah presentasi pertama selesai, siswa yang presentasi pertama diberi kesempatan untuk menunjuk temannya dari kelompok yang berbeda untuk melakukan presentasi yang kedua dan seterusnya.



[1] Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 105.
[2] Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 106.

Inquiry Tipe Pictorial Riddle


Salah satu model pembelajaran inquiri yang dikemukakan oleh Sund dan Trowbridge yaitu pictorial riddle. Biasanya, suatu riddle berupa gambar di papan tulis, poster, diproyeksikan dari suatu transparansi atau melalui media LCD, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle itu.[1] Pictorial riddle merupakan pendekatan yang mempresentasikan informasi ilmiah dalam bentuk poster atau gambar yang digunakan sebagai sumber diskusi.
 Pictorial riddle  merupakan metode mengajar yang dapat mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil.[2] Gambar peragaan, atau situasi sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif para siswa. Keunggulan penggunaan metode pictorial riddle dalam proses pembelajaran adalah mendidik siswa untuk berfikir kritis yang secara fisik dan mental terlibat dalam kegiatan belajar mengajar sehingga dapat memacu kreatifitas siswa dan motivasi siswa untuk belajar lebih baik dan akhirnya pemahaman siswa terhadap konsep suatu materi dapat lebih baik pula.
Metode pictorial riddle  menggunakan media gambar sebagai pusat diskusi. Kemudian untuk merumuskan suatu masalah dalam gambar tersebut, setiap kelompok membagi tugas masing-masing, selanjutnya setiap anggota kelompok meneliti, sehingga siswa bisa menemukan sendiri inti dari materi pembelajaran, setelah itu perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasilnya di depan kelas.



[1] Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 146.
[2]  E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.168

Rabu, 14 November 2012

Motivasi Belajar

Motivasi barasal dari kata motif dimana diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.[1] Motif juga diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu itu bertindak dan berbuat. Motif tidak bisa diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah lakunya yang berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya tingkah laku tertentu.[2] Pengertian dasar motivasi  adalah keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.[3] Menurut Mc Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.[4] Tujuan yang dimaksud disini dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada di luar diri manusia, dimana kegiatan yang dilakukan manusia tersebut akan lebih terarah.
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Kegiatan belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil jika anak didik tersebut mempunyai motivasi untuk belajar. Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk individu yang sedang belajar.
Beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain:[5]
a.         menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar;
b.        memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai;
c.         menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar;
d.        menentukan ketekunan belajar.

Mark dan Tombuch mengumpamakan motivasi sebagai bahan bakar beroperasinya mesin gasoline. Tidaklah menjadi berarti berapapun baiknya potensi anak yang meliputi kemampuan intelektual atau bakat siswa dan materi yang akan diajarkan serta selengkapnya sarana belajar, namun bila siswa dapat termotivasi dalam belajarnya, maka PBM akan berlangsung optimal. Motivasi belajar siswa meliputi:[6]
a.         Ketekunan dalam belajar (sub varial)
1)    Kehadiran di sekolah (indikator)
2)    Mengikuti PBM di kelas (indikator)
3)    Belajar di rumah (indikator)
b.        Ulet dalam menghadapi kesulitan (sub varial)
1)    Sikap terhadap kesulitan (indikator)
2)    Usaha mengatasi kesulitan (indikator)
c.         Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar (sub varial)
1)    Kebiasaan dalam mengikuti pembelajaran (indikator)
2)    Semangat dalam mengikuti PBM (indikator)
d.        Berprestasi dalam belajar (sub varial)
1)    Keinginan untuk berprestasi (indikator)
2)    Kualifikasi hasil (indikator)
e.         Mandiri dalam belajar (sub varial)
1)    Menyelesaikan tugas/PR (indikator)
2)    Menggunakan kesempatan di luar jam pelajaran (indikator)

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat di atas, bahwa motivasi belajar merupakan dorongan internal maupun eksternal pada diri siswa. Dorongan tersebut diharapkan mampu menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.


[1]   Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 101.
[2] Hamzah B Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 3.
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan  dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2008), hlm. 134.
[4] Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo, 2001), hlm. 73.
[5] Hamzah B Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 23.
[6] Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Guru-Karyawan dan Peneliti Pemuka (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 32.

Model Pembelajaran Inquiry


Model pembelajaran inquiry merupakan suatu bentuk instruksional kognitif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta melakukan eksperimen-eksperimen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep dan prinsip sendiri. Inquiry adalah suatu cara penyampaian dengan penelaahan sesuatu yang bersifat mencari secara kritis, analisis, dan argumentatif (ilmiah) dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan.[1] Piaget mengemukakan bahwa inquiry merupakan model yang mempersiapkan siswa pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara leluasa agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan apa yang ditemukan siswa yang lain.[2] Pembelajaran dengan model inquiry  merupakan pendekatan  pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang menjadi konsep dasar (ciri utama) model pembelajaran inquiry sebagai berikut:[3]
a.         Model inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
b.        Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief).
c.         Tujuan dari penggunaan model pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

Sudjana menyatakan ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inquiry, antara lain:[4]
a.              Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa.
b.             Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.
c.              Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan.
d.             Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.
e.              Mengaplikasikan kesimpulan.

Adapun pelaksanaan model pembelajaran inquiry, antara lain.[5]
a.         Guru memberi tugas meneliti suatu masalah ke kelas.
b.        Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan.
c.         Siswa mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok.
d.        Siswa mendiskusikan hasil kerja dalam kelompok, kemudian membuat laporan dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inquiry adalah model yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Model ini menempatkan siswa sebagai subyek belajar yang aktif. Model inquiry salah satu model pembelajaran yang memungkinkan para siswa mendapatkan jawabannya sendiri dan materi pembelajaran yang disampaikan tidak dalam bentuk final dan tak langsung, artinya dalam model inquiry siswa sendiri diberi peluang untuk mencari, meneliti dan memecahkan jawaban, menggunakan teknik pemecahan masalah.


[1] Moh. Uzer Usman, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm.125.
[2] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.108.
[3] Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 133.
[4]   Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009), hlm. 172.
[5]    Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 75.

Metode Pembelajaran Tipe Group Investigation


Metode pembelajaran kooperatif tipe GI dikembangkan oleh Sholomo Sharan dan Yael Sharan, secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif tipe GI adalah kelompok dibentuk oleh peserta didik itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi yang akan dpelajari, dan kemudian membuat laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan laporannya kepada seluruh teman, untuk berbagi dan saling tukar menukar informasi temuan mereka.[1] Metode pembelajaran GI ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas spesifik.
Menurut Sharan, karakteristik unik GI ada pada integrasi dari empat fitur dasar yaitu investigasi, interaksi, penafsiran dan motivasi intrinsik, seperti berikut:[2]
a.   Investigasi
Investigasi dimulai ketika pendidik memberikan masalah yang menantang dan rumit kepada peserta didik di kelas. Proses investigasi menekankan inisiatif peserta didik, dibuktikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan, dengan sumber-sumber yang mereka temukan, dan jawaban yang mereka rumuskan. Pada proses investigasi ini peserta didik membangun pengetahuan yang mereka peroleh, bukan menerima apa yang diberikan pendidik kepada mereka.
b.   Interaksi
Interaksi sosial dan intelektual merupakan cara yang digunakan peserta didik untuk mengolah pengetahuan personal mereka di hadapan pengetahuan baru yang didapatkan oleh kelompok, selama berlangsungnya penyelidikan. Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan bahwa interaksi dalam GI sangat penting bagi peserta didik. Interaksi dalam GI diibaratkan sebagai suatu kendaraan yang dengannya peserta didik saling memberikan dorongan, mengembangkan gagasan satu sama lain, membantu untuk memfokuskan perhatian mereka terhadap tugas, dan bahkan saling mempertentangkan gagasan dengan menggunakan sudut pandang yang berseberangan.
c.    Penafsiran
Penafsiran merupakan proses sosial-intelektual yang sesungguhnya. Peserta didik pada saat menjalankan penelitian, mengumpulkan banyak sekali informasi dari berbagai sumber berbeda. Mereka saling bertukar informasi dan gagasan pada teman lain. Bersama-sama mereka membuat penafsiran atas hasil penelitian mereka.
d.   Motivasi Intrinsik
Proses penyelidikan akan mendatangkan motivasi yang kuat yang muncul akibat interaksi antara peserta didik, maupun pendidik. Keterlibatan peserta didik dalam menghubungkan masalah-masalah yang diselidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan dan perasaan mereka, sehingga investigasi kelompok akan meningkatkan minat pribadi mereka untuk mencari informasi yang mereka perlukan.
Pembelajaran dengan metode GI dimulai dengan pembagian kelompok kemudian pendidik memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik itu. Langkah selanjutnya adalah peserta didik beserta pendidik menentukan metode penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah.[3]
Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah dirumuskan. Pada tahap ini diharapkan terjadi interaksi antara peserta didik. Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok dilanjutkan dengan evaluasi. Evaluasi dapat memasukkan penilaian individu maupun kelompok.
Robert E. Slavin menyebutkan bahwa dalam GI peserta didik bekerja melalui enam tahap, yaitu:[4]
1)      Tahap 1: Mengidentifikasi Topik dan Mengatur peserta didik dalam kelompok, meliputi:
a)      Peserta didik meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran
b)      Peserta didik bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yan telah mereka pilih.
c)      Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan peserta didik dan harus bersifat heterogen
d)      Pendidik membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
2)      Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari
Peserta didik merencanakan bersama mengenai:
a)      Apa yang kita pelajari?
b)      Bagaimana kita mempelajari?
c)      Siapa yang mempelajari (pembagian tugas)?
d)      Untuk apa kita mempelajari?
3)      Tahap 3: Melaksanakan investigasi
a)      Peserta didik mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
b)      Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.
c)      Peserta didik saling bertukar pendapat, berdiskusi, mengklarifikasi, dan menyintesis semua gagasan.
4)      Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir
a)      Anggota kelompok menentukan pesan penting dari proyek mereka.
b)      Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan.
5)      Tahap 5: Mempresentasikan laporan akhir
a)      Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b)      Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.
c)      Peserta didik yang lain mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.
6)      Tahap 6: Evaluasi
a)      Peserta didik memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka dikerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.
b)      Pendidik dan peserta didik berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran.
c)      Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.
Pada pembelajaran GI peserta didik didorong untuk memformulasikan sendiri apa yang diperoleh melalui sajian secara tertulis maupun lisan sehingga peran aktif peserta didik sangat ditekankan demi berlangsungnya proses pembelajaran. Pendidik hanya berperan sebagai narasumber dan fasilitator. Peserta didik bekerja dalam kelompok, saling berdiskusi, bertukar pendapat dan pengalaman untuk menyelidiki dan menyelesaikan masalah yang disajikan dan diarahkan pada pembentukan konsep suatu materi. Pembelajaran yang seperti ini diharapkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan yang lebih.


[1]  Tukiran Tanireja, dkk, Model-Model Pembelajaran  Inovatif (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.74
[2]  Tukiran Tanireja, dkk, Model-Model Pembelajaran  Inovatif (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.75
[3] Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2009), hlm 93
[4]  Robert, E. Slavin, Cooperative Learning (Teori, Riset dan Praktik)…,hlm 215
Powered By Blogger