Translate

Kamis, 24 Mei 2012

Pemahaman Konsep


Menurut kamus ilmiah, kata “paham” diartikan “tanggap” atau “mengerti dengan benar”.[1] Pemahaman merupakan salah satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan kegiatan belajar mengajar. Aspek ini merupakan aspek yang sangat penting, bahkan dalam kegiatan belajar mengajar ini sangat ditonjolkan. Bila kita melakukan kegiatan belajar mengajar yang pertama-tama adalah memahami atau mengerti apa yang kita pelajari.
Konsep adalah idea atau gagasan yang digeneralisasikan atau di abstraksikan dari pengalaman.[2] Konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu objek. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pemahaman konsep adalah sejauh mana siswa memahami konsep-konsep dalam matematika.
Memahami konsep merupakan kemampuan mendasar yang harus dikuasai siswa dalam belajar matematika. Pemahaman berarti proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan (mempelajari dengan baik-baik supaya mengerti atau paham dengan baik). Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran.[3] Pemahaman konsep marupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain:[4]
a.       Menyatakan ulang sebuah konsep.
b.      Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).
c.       Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d.      Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk  representasi matematis.
e.       Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.
f.       Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
g.      Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.



[1] Pius Abdullah dan M Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Lengkap. (Surabaya: Arloka), hlm. 142
[2] Muhammad Joko Susilo. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran. Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (UAD, Yogyakarta. 2006), hlm. 45
[3] Sardiman. A. M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. hlm. 42 dan 43
[4] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran. (Yogyakarta: Multi Pressindo), hlm. 149

Berfikir Kritis


Cara lain yang digunakan oleh manusia untuk belajar adalah berpikir. Menurut Utsman Najati pada hakikatnya saat berpikir, manusia sedang belajar menggunakan trial and error secara intelektual. Dalam benaknya, terlintas beberapa alternative solusi dari persoalan yang dihadapinya. Kemudian manusia akan mempertimbangkan apakah suatu solusi tepat untuk dipilih atau tidak. Selanjutnya, manusia akan memilih solusi yang dianggap paling baik dan tepat. Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi dalam memori.[1]
Pada saat berpikir, manusia belajar membuat solusi atas segala persoalan, mengungkapkan kolerasi antara berbagai objek dan peristiwa, melahirkan prinsip dan teori, dan menemukan berbagai penemuan baru. Oleh karena itu, para psikologi menyebut berpikir sebagai proses belajar yang paling tinggi.[2]
Berfikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berfikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara terorganisasi, kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dari pendapat orang lain.[3] Berpikir kritis memungkinkan siswa menemukan solusi dari berbagai masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Berfikir kritis juga didefinisikan sebagai aktivitas mental sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang toleran dengan pikiran terbuka untuk memperluas pemahaman mereka.[4] Seseorang yang berpikir kritis akan berpikir secara teliti tentang apa yang dipikirkan dan orang lain pikirkan untuk memperoleh pemahaman secara lengkap. Mereka akan berpikir secara berurutan dan objektif.
Pada umumnya siswa yang berpikir kritis atau rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). Dalam berfikir kritis atau rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berfikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.[5]
Cara yang dapat digunakan seorang pengajar untuk memasukkan pemikiran kritis dalam pengajaran adalah :[6]
a.       Seorang guru jangan hanya tanyakan apa yang terjadi, tetapi juga tanyakan bagaimana dan mengapa
b.      Kaji dugaan fakta untuk mengetahui apakah ada bukti yang mendukungnya
c.       Berdebat secara rasional bukan emosional
d.      Akui bahwa terkadang ada lebih dari satu jawaban atau penjelasan yang baik
e.       Bandingkan berbagai jawaban untuk suatu pertanyaan dan dinilai mana yang benar-benar jawaban terbaik
f.       Evaluasi dan kalau mungkin tanyakan apa yang dikatakan orang lain, bukan sekedar menerima begitu saja jawaban sebagai kebenaran
g.      Ajukan pertanyaan dan pikiran di luar apa yang sudah kita tahu untuk menciptakan ide baru atau informasi baru
Suatu penyelenggaraan belajar mengajar merupakan proses pendidikan kritis, yang harus mencerdaskan sekaligus bersifat membebaskan pesertanya untuk menjadi pelaku (subjek) utama, bukan sasaran perlakuan (objek) dari proses tersebut. Adapun ciri-ciri pokok dari proses pendidikan kritis adalah belajar dari realita atau pengalaman, tidak menggurui dan dialogis.[7]
Jacqueline dan Martin Brooks mengeluhkan bahwa hanya sedikit sekali sekolah yang benar-benar mengajar siswa untuk berpikir kritis. Menurut mereka sekolah terlalu menghabiskan waktu untuk mengajar siswa memberi satu  jawaban yang benar secara imitative.[8] Banyak guru yang kurang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menemukan jawaban yang berbeda dari yang telah diajarkan sehingga siswa hanya akan menyelesaikan masalah dengan cara yang diajarkan gurunya.
Daniel Perkins dan Sarah Tishman bekerjasama dengan para guru untuk memasukkan pelajaran pemikiran kritis dikelas. Berikut ini beberapa keterampilan berpikir kritis yang mereka gunakan untuk membantu perkembangan siswa adalah:[9]
a.       Berpikiran terbuka, ajak siswa menghindari pemikiran sempit dan dorong mereka untuk mengeksplorasi opsi-opsi,
b.      Rasa ingin tahu intelektual, dorong siswa untuk bertanya, merenungkan, menyelidiki dan meneliti. Aspek lain dari keingintahuan intelektual adalah mengenali problem dan inkosistensi,
c.       Perencanaan dan strategi, bekerjasama dengan siswa dalam menyusun rencana, menentukan tujuan, mencari arah dan menciptakan hasil,
d.      Kehati-hatian intelektual, dorong murid untuk mengecek ketidakakuratan dan kesalahan, bersikap cermat dan teratur.
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir.[10] Kemampuan berpikir seseorang akan diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Orang yang mempunyai daya ingat yang baik, dapat menyimpan berbagai informasi dalam waktu yang lama sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi di masa mendatang.
Berpikir kritis berrelasi dengan lima ide kunci yaitu: praktis, reflektif, masuk akal, kepercayaan, dan aksi. Selain kelima kata kunci di atas, berpikir kritis juga memiliki empat komponen yaitu: kejelasan (clarity), dasar (bases), inferensi (inference), dan interaksi (interaction).
Dalam melaksanakan berpikir kritis, terlibat disposisi berpikir yang dicirikan dengan: bertanya secara jelas dan beralasan, berusaha memahami dengan baik, menggunakan sumber yang terpercaya, mempertimbangkan situasi secara keseluruhan, berusaha tetap mengacu dan relevan ke masalah pokok, mencari berbagai alternatif, bersikap terbuka, berani mengambil posisi, bertindak cepat, bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan yang kompleks, memanfaatkan cara berpikir orang lain yang kritis, dan bersikap sensisif terhadap perasaan orang lain.
Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, maka indikator berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.       kemampuan merumuskan masalah
b.      kemampuan menganalisis permasalahan
c.       kemampuan berpikir terbuka (mencari alternatif)
d.      kemampuan membuat kesimpulan
e.       menyampaikan gagasan
f.       mencari informasi
g.      mendengarkan orang lain
h.      menanggapi pendapat orang lain
i.        bertanya dan refleksi


[1] John W. Santrok. Psikologi pendidikan edisi ke 2. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2007) hlm. 357
[2] Baharudin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. (Yogyakarta: Ar-ruzz Media. 2007), hlm. 36-37
[3] Elaine B. Johnson. Contextual Teaching and Learning. Menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna. Terjemahan oleh Ibnu Setiawan, (Bandung: Mizan Learning Center. 2006)Hlm. 183
[4] Elaine B. Johnson. Contextual Teaching and Learning. Hlm. 210
[5] Muhibbin Syah. Psikologi Belajar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003), hlm. 123
[6] John W. Santrok. Psikologi pendidikan edisi ke 2. hlm. 359
[7] Roem Topatimasag, Dkk. Pendidikan Popular Membangun Kesadaran Kritis cet-2. (Yogyakarta: INSIST Press. 2005), hlm. 98
[8] John W. Santrok. Psikologi Pendidikan edisi ke 2. hlm. 359
[9] Ibid,. hlm. 360
[10] Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran cet ke-5. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2008), hlm. 230

Pembelajaran Terbimbing (Guided Teaching)


Proses pembelajaran dengan strategi guided teaching yaitu guru menyampaikan beberapa pertanyaan untuk membuka pikiran dan kemampuan yang siswa miliki. Kemudian siswa diberi waktu untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan diskusi pada kelompok kecil. Dari hasil diskusi yang siswa lakukan di kelompok kecil, siswa menyampaikan hasil jawaban mereka dan hasilnya dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori yang nantinya akan guru sampaikan dalam pembelajaran. Selanjutnya guru menyampaikan pembelajaran yang sebenarnya melalui ceramah interaktif. Terakhir, guru bersama siswa mencocokkan dari hasil diskusi kelompok dengan materi yang disampaikan guru.
Strategi pembelajaran terbimbing merupakan suatu perubahan “cantik” dari ceramah secara langsung dan memungkinkan guru mempelajari apa yang telah diketahui dan dipahami para siswa sebelum membuat poin-poin pengajaran. Strategi ini sangat berguna ketika pegajarkan kosep-konsep abstrak. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:[1]
1.        Tentukan sebuah pertanyaan dan sejumlah pertanyaan yang membuka pikiran dan pengetahuan yang dimiliki siswa dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang mempunyai beberapa kemungkinan jawaban.
2.        Berilah siswa beberapa saat dengan berpasangan atau bersub-kelompok untuk mempertimbangkan respon-respon mereka.
3.        Gabungkan kembali seluruh kelas dan catatlah gagasan siswa. Jika memungkinkan, pilihlah respon-respon mereka ke dalam daftar terpisah yang berkaitan dengan kategori-kategori atau konsep yang berbeda yang guru coba untuk diajarkan.
4.        Sampaikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin guru ajarkan. Mintalah siswa menggambarkan bagaimana respons mereka cocok dengan poin-poin ini. Catatlah ide-ide yang menambah poin-poin pembelajaran dari materi yang guru berikan.
Strategi ini menggunakan prinsip dasar teknik menggali (Probing Question) adalah memberikan pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa dengan maksud untuk mengembangkan kualitas jawaban yang pertama, sehingga yang berikutnya lebih jelas, akurat, serta lebih beralasan. Disamping itu dengan teknik bertanya menggali ini guru dapat mengetahui tingkat kedalaman pengetahuan siswa.[2]
Pembelajaran terbimbing (guided teaching) merupakan ide konstruktivisme yang terfokus pada pembelajaran yang menyenangkan dan mengarahkan siswa pada cara berpikir yang berbeda. Cara berpikir yang berbeda ini membantu meningkatkan kreatifitas siswa dalam menghasilkan solusi untuk suatu masalah yang dihadapi. Pembelajaran terbimbing lebih teliti dalam mengajarkan sebuah konsep, karena siswa diberi pengalaman lebih pada rincian konsep-konsep tersebut.
Proses pembelajaran dengan guided teaching biasanya dimulai oleh guru dengan mengajukan pertanyaan dan meminta siswa untuk menemukan solusi. Pertanyaan tersebut bersifat terbuka dan siswa harus membangun pengetahuannya sendiri dari pengetahuan awal yang dimiliki. Guru membimbing siswa menemukan jawaban yang benar
Kesulitan dari pembelajaran ini adalah proses pembelajaran membutuhkan banyak waktu. Hal ini dikarenakan guru harus menunggu siswa menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan dari pikiran-pikiran siswa. Selain itu, guru juga harus memberikan kontrol kepada siswa yang membutuhkan banyak waktu. Namun demikian, dengan pembelajaran terbimbing tersebut konsep yang dibangun akan lebih baik dan lebih lama tertanam dalam memori.


[1] Melvin L Silberman, Aktive Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, terjemahan oleh Komarudin Hidayat. (Yogyakarta: YAPPENDIS. ), Hlm. 116
[2] Suprihadi Saputro dkk, Strategi Pembelajaran Bahan Sajian Program Pendidikan Akta Mengajar. (Malang: Depdiknas Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Pendidikan. 2000), hlm. 178

Belajar Tuntas (Mastery Learning)


Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah melalui pemakaian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai kurikulum pendidikan di Indonesia. Pembelajaran berbasis kompetensi menerapkan pendekatan belajar tuntas. Belajar tuntas (mastery learning) adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun kelompok, dengan kata lain apa yang dipelajari siswa dapat dikuasai sepenuhnya.[1]
Ide teoritis inti dalam mastery learning didasarkan pada persektif yang menarik dari john B. Carroll tentang makna bakat. Carroll memandang bakat sebagai jumlah waktu yang akan membawa seseorang untuk mempelajari suatu materi yang diberikan, bukan sebagai kapasitas seseorang itu untuk menguasainya.[2] Dengan pemberian waktu yang cukup sesuai dengan kemampuan siswa diharapkan penguasaan penuh dalam pembelajaran dapat tercapai.
Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam belajar tuntas, yaitu:
1.      Belajar Tuntas dengan Pendekatan Seluruh Kelas
Pada pendekatan ini siswa boleh pindah dari pokok bahasan satu ke pokok bahasan berikutnya, setelah 85% populasi kelas mencapai KKM 75%. Ini berarti majunya para siswa secara bersama-sama.
2.      Belajar Tuntas dengan Pendekatan secara Individual
Pada pendekatan ini setiap siswa yang telah mencapai KKM 75% dapat pindah dari pokok bahasan, ke pokok bahasa berikutnya tanpa menanti siswa lainnya. Ini berarti majunya para siswa secara individual.
Agus Suprijono dalam buku “Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM menyatakan dalam Belajar Tuntas (mastery learning) ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:[3]
·      siswa tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.
·      Jika siswa dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka maka sebagian besar mereka akan mencapai ketuntasan.
·      Guru harus memperhatikan antara waktu yang diperlukan berdasarkan karakteristik siswa dan waktu yang tersedia dibawah kontrol guru.
·      Siswa yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan strategi dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka.

Pelaksanaan belajar tuntas dalam kegiatan belajar mengajar antara lain:[4]
1.      Guru memperkenalkan tujuan instruksional khusus/tujuan pembelajaran pada satuan pelajaran yang akan dipelajari dengan cara: (1) memperkenalkan tabel spesifikasi tentang arti dan cara mempergunakannya untuk kepentingan bimbingan belajar, atau (2) mengajukan pertanyaan yang menonjolkan isi bahan yang akan disajikan secara intelektual, atau (3) mengajukan topik umum, atau konsep umum yang akan dipelajari, atau menyajikan ringkasan materi pelajaran terdahulu.
2.      Penyajian rencana kegiatan belajar-mengajar berdasarkan standar kelompok.
3.      Penyajian pelajaran dalam situasi kelompok berdasarkan satuan pelajaran.
4.      Melakukan diagnostic progress test.
5.      Mengidentifikasi kemampuan belajar siswa yang telah memuaskan dan yang belum memuaskan.
6.      Menetapkan siswa yang hasil belajarnya telah memuaskan.
7.      Memberikan kegiatan korektif kepada siswa yang hasil belajarnya “belum memuaskan” dengan cara (1) bantuan tutor teman sekelas, (2) guru mengajarkan kembali bahan yang berhubungan dengan pokok uji apabila sebagian besar siswa belum memuaskan, (3) siswa yang bersangkutan memilih sendiri daftar korektif yang telah disediakan dan melakukannya secara individual.
8.      Memonitor keefektifan kegiatan korektif.
9.      Menetapkan siswa yang hasil belajarnya memuaskan.


[1] Usman, Moh. User dan Lilis Setiawati. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 1993),  hlm 96
[2] Wahyudin. Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran Seri 3. (Jakarta: CV. IPA Abong. 2008),  hlm. 28
[3] Agus Suprijono. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. (Yogyakarta:  Pustaka Pelajar. 2009),  hlm. 136
[4] Oemar Hamalik. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. (Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2009). Hlm. 93
Powered By Blogger