Translate

Minggu, 31 Oktober 2010

Etika, Moral dan Ilmu Pengetahuan

Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral. Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu, dengan argumen bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executornya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau buruk, yang baik itulah materi kewajiban eksekutor dalam situasi ini.

Peranan moral akan sangat kentara ketika perkembangan ilmu terjadi pada saat tahap peralihan dari kontemplasi ke tahap manipulasi. Pada tahap kontemplasi, masalah moral berkaitan dengan metafisik keilmuan, sedangkan pada tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu dihadapkan pada kenyataan, maka yang dibicarakan adalah tentang aksiologi keilmuan.

Sebelum menentukan sejauhmana peran moral dalam penggunaan ilmu atau teknologi, ada dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan moral. Kelompok pertama, memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Kelompok kedua, berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Hal ini ditegaskan oleh Charles Darwin bahwa kesadaran kita akan moral dalam menggunakan ilmu kita seyogyanya menggunakan pikiran kita.

Analisa perkembangan selanjutnya dengan apa yang sudah terjadi, kelompok yang mengedepankan nilai moral mengkhawatrirkan terjadinya de humanisasi, di mana martabat manusia menjadi lebih rendah, manusia akan dijadikan obyek aplikasi teknologi kelimuan. Hal ini berkaitan peristiwa yang terjadi selama ini, yaitu : (1) Secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya Perang Dunia II. (2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan sangat esoterik (hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja) sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui akses-akses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan. (3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaannya yang paling hakiki seperti pada revolusi genetika dan teknik perubahan sosial.

Persoalan baru yang muncul saat menerapkan nilai moral ialah konflik yang menimbulkan dilema nurani mana yang baik, benar, yang mana yang tidak dan mana yang selayaknya. Disinilah, etika memainkan peranannya, etika berkaitan dengan “apa yang seharusnya” atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan serta apa yang salah dan apa yang benar. Menurut J.Osdar, oleh filsuf Yunani kuno, Aristoteles, kata etika dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Kata moral punya arti sama dengan kosakata etika. Kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos (jamaknya mores). Artinya kebiasaan, adat. Di sini kata moral dan etika punya arti sama.

Teori–Teori Etika

1. Konsekuensialisme. Teori ini menjawab “apa yang harus kita lakukan”, dengan memandang konsekuensi dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah konsekuensi yang membawa paling banyak hal yang menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat paling besar dari teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan dampak aktual sebuah keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana orang terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak menyediakan standar untuk mengukur hasilnya.
2. Deontologi, berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Teori ini menganut bahwa kewajiban dalam menentukan apakah tindakannya bersifat etis atau tidak, dijawab dengan kewajiban-kewajiban moral. Suatu perbuatan bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang pada tanggungjawab. Jadi yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan, karena hanya dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini dipastikan tidak akan menyalahkan moral. Manfaat paling besar yang dibawakan oleh etika deontologis adalah kejelasan dan kepastian. Problem terbesar adalah bahwa deontologi tidak peka terhadap konsekuensi-konsekuensi perbuatan. Dengan hanya berfokus pada kewajiban, barangkali orang tidak melihat beberapa aspek penting sebuah problem.
3. Etika Hak. Teori ini memandang dengan menentukan hak dan tuntutan moral yang ada didalamnya, selanjutnya dilema-dilema ini dipecahkan dengan hirarkhi hak. Yang penting dalam hal ini adalah tuntutan moral seseorang yaitu haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Teori hak ini pantas dihargai terutama karena terkanannya pada nilai moral seorang manusia dan tuntutan moralnya dalam suatu situasi konflik etis. Selain itu teori ini juga menjelaskan bagiaman konflik hak antar individu. Teori ini menempatkan hak individu dalam pusat perhatian yang menerangkan bagaimana memecahklan konflik hak yang bisa timbul.
4. Intuisionisme, teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan demikian seorang intuisionis mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi, kewajiban atau hak. Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan-kemunginan yang terjadi tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan tersebut karena kita tidak dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan.

Sabtu, 30 Oktober 2010

Validitas Sebuah Instrumen Tes

1. Pengertian validitas. Sebuah tes dikatakan valid jika tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebenarnya pembicaraan validitas ini bukanlah ditekankan pada tes itu sendiri tetpi pada hasil pengetesan atau skornya.
Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua akan diperoleh validitas empiris (empirical validity).
Validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjukkan pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh suatu instrumen, yaitu: validitas isi dan validitas konstrak.
Sebuah instrumen dikatakan memiliki valisitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Sebagai contoh, seseorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila dalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Dengan demikian, validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui pengalaman.
Ada dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen dengan kriterium atau sebuah ukuran. Kriterium yang digunakan sebagai pembanding kondisi instrumen dimaksud ada dua macam, yaitu: yang sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi di waktu yang akan datang. Bagi instrumen yang kondisinya sudah sesuai dengan kreterium yang sudah tersedia disebut memiliki validitas ”ada sekarang” (concurrent validity). Sedangkan instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang diramalkan akan terjadi, disebut memiliki validitas ramalan atau validitas prediksi (predictive validity).
2. validitas isi mengandung arti bahwa suatu instrumen dipandang valid apabila sesuai dengan isi kurikulum yang hendak diukur.
3. validitas konstruk mengandung arti bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika telah cocok dengan konstruksi teoritik dimana tes itu dibuat. Atau apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam indikator.
4. validitas prediktif menunjukkan kepada hubungan antara tes skor yang diperoleh peserta tes dengan keadaan yang akan terjadi diwaktu yang akan datang.
5. validitas konkuren menunjukkan pada hubungan antara skor tes dengan yang dicapai sekarang. Mislanya seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum. Untuk dapat ini diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya dimiliki. Misalnya nilai ulangan sumatif yang lalu.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi validitas instrumen.
a) Faktor dari tes itu sendiri : petunjuk yang kurang jelas, struktur bahasa yang sulit dipahami, tingkat kesulitan yang tidak sesuai, ambigitas, butir soal tidak sesuai dengan indikator yang akan diukur, waktu yang tidak sesuai, tes terlalu pendek, urutan soal yang tidak tepat, pola jawaban yang mudah ditebak.
b) Faktor yang terdapat dalam respon siswa: tingkat kesiapan dan psikologis peserta tes.

Empat Tipologi Hubungan Sains dan Agama

1.Konflik

Pandangan konflik ini mengemuka pada abad ke–19, dengan tokoh-tokohnya seperti: Richard Dawkins, Francis Crick, Steven Pinker, serta Stephen Hawking. Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan. Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya. Masing-masing menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang bersebrangan. Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya hanya mengakui keabsahan eksistensi masing-masing.
Pertentangan antara kaum agamawan dan ilmuwan di Eropa ini disebabkan oleh sikap radikal kaum agamawan Kristen yang hanya mengakui kebenaran dan kesucian Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sehingga siapa saja yang mengingkarinya dianggap kafir dan berhak mendapatkan hukuman. Di lain pihak, para ilmuwan mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmiah yang hasilnya bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh pihak gereja (kaum agamawan). Akibatnya, tidak sedikit ilmuwan yang menjadi korban dari hasil penemuan oleh penindasan dan kekejaman dari pihak gereja. (M. Quraish Sihab,1994:53).
Contoh kasus dalam hubungan konflik ini adalah hukuman yang diberikan oleh gereja Katolik terhadap Galileo Galilei atas aspek pemikirannya yang dianggap menentang gereja. Demikian pula penolakan gereja Katolik terhadap teori evolusi Darwin pada abad ke-19.
Armahedi Mahzar (2004:212) berpendapat tentang hal ini, bahwa penolakan fundamentalisme religius secar dogmatis ini mempunyai perlawanan yang sama dogmatisnya di beberapa kalangan ilmuwan yang menganut kebenaran mutlak obyektivisme sains.
Identifikasinya adalah bahwa yang riil yaitu dapat diukur dan dirumuskan dengan hubunagn matematis. Mereka juga berasumsi bahwa metode ilmiah merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya dan dipaham. Pada akhirnya, penganut paham ini cenderung memaksakan otoritas sains ke bidang-bidang di luar sains. Sedangkan agama, bagi kalangan saintis barat dianggap subyektif, tertutup dan sangat sulit berubah. Keyakinan terhadap agama juga tidak dapat diterima karena bukanlah data publik yang dapat diuji dengan percobaan dan kriteria sebagaimana halnya sains. Agama tidak lebih dari cerita-cerita mitologi dan legenda sehingga ada kaitannya sama sekali dengan sains.
Barbour menanggapi hal ini dengan argumen bahwa mereka keliru apabila melanggengkan dilema tentang keharusan memilih antara sains dan agama. Kepercayaan agama menawarkan kerangka makna yang lebih luas dalam kehidupan. Sedangkan sains tidak dapat mengungkap rentang yang luas dari pengalaman manusia atau mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan bagi tranformasi hidup manusia sebagaimana yang dipersaksikan oleh agama. (Ian G. Barbour, 2005:224).
Jelaslah bahwa pertentangan yang terjadi di dunia Barat sejak abad lalu sesungguhnya disebabkan oleh cara pandang yang keliru terhadap hakikat sains dan agama. Adalah tugas manusia untuk merubah argumentasi mereka, selama ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kembangkan itu bertentangan dengan agama. Sains dan agama mempengaruhi manusia dengan kemuliaan Sang Pencipta dan mempengaruhi perhatian manusia secara langsung pada kemegahan alam fisik ciptaan-Nya. Keduanya tidak saling bertolak belakang, karena keduanya merupakan ungkapan kebenaran.

2.Independensi

Tidak semua saintis memilih sikap konflik dalam menghadapi sains dan agama. Ada sebagian yang menganut independensi, dengan memisahkan sains dan agama dalam dua wilayah yang berbeda. Masing-masing mengakui keabsahan eksisitensi atas yang lain antara sains dan agama. Baik agama maupun sains dianggap mempunyai kebenaran sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain, sehingga bisa hidup berdampingan dengan damai (Armahedi Mahzar, 2004:212). Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan masalah yang dikaji, domain yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Mereka berpandangan bahwa sains berhubungan dengan fakta, dan agama mencakup nilai-nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian ditinjau dengan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing.
Analisis bahasa menekankan bahwa bahasa ilmiah berfungsi untuk melalukan prediksi dan kontrol. Sains hanya mengeksplorasi masalah terbatas pada fenemona alam, tidak untuk melaksanakan fungsi selain itu. Sedangkan bahasa agama berfungsi memberikan seperangkat pedoman, menawarkan jalan hidup dan mengarahkan pengalaman religius personal dengan praktek ritual dan tradisi keagamaan. Bagi kaum agamawan yang menganut pandangan independensi ini, menganggap bahwa Tuhanlah yang merupakan sumber-sumber nilai, baik alam nyata maupun gaib. Hanya agama yang dapat mengetahuinya melalui keimanan. Sedangkan sains hanya berhubungan dengan alam nyata saja. Walaupun interpretasi ini sedikit berbeda dengan kaum ilmuwan, akan tetapi pandangan independensi ini tetap menjamin kedamaian antara sains dan agama.
Contoh-contoh saintis yang menganut pandangan ini di antaranya adalah seorang Biolog Stephen Joy Gould, Karl Bath, dan Langdon Gilkey. Karl Bath menyatakan beberapa hal tentang pandangan independensi ini, yang dikutip oleh Ian G. Barbour (2002:66). Menurutnya: Tuhan adalah transendensi yang berbeda dari yang lain dan tidak dapat diketahui kecuali melalui penyingkapan diri. Keyakinan agama sepenuhnya bergantung pada kehendak Tuhan, bukan atas penemuan manusia sebagaimana halnya sains. Saintis bebas menjalankan aktivitas mereka tanpa keterlibatan unsur teologi., demikian pula sebaliknya, karena metode dan pokok persoalan keduanya berbeda. Sains dibangun atas pengamatan dan penalaran manusia sedangkan teologi berdasarkan wahyu Ilahi.
Barbour mencermati bahwa pandangan ini sama-sama mempertahankan karakter unik dari sains dan agama. Namun demikian, manusia tidak boleh merasa puas dengan pandangan bahwa sains dan agama sebagai dua domain yang tidak koheren.
Bila manusia menghayati kehidupan sebagai satu kesatuan yang utuh dari berbagai aspeknya yang berbeda, dan meskipun dari aspek-aspek itu terbentuk berbagai disiplin yang berbeda pula, tentunya manusia harus berusaha menginterpretasikan ragam hal itu dalam pandangan yang lebih dialektis dan komplementer.

3.Dialog

Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sanins dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan.
Ian G. Barbour (2005:32) memberikan contoh masalah yang didialogkan ini dengan digunakannya model-model konseptual dan analogi-analogi ketika menjelaskan hal-hal yang tidak bisa diamati secara langsung. Dialog juga bisa dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu pengetahuan yang mencapai tapal batas. Seperti: mengapa alam semesta ini ada dalam keteraturan yang dapat dimengerti? dan sebagainya. Ilmuwan dan teolog dapat menjadi mitra dialog dalam menjelaskan fenomena tersebut dengan tetap menghormati integritas masing-masing.
Dalam menghubungkan agama dan sains, pandangan ini dapat diwakili oleh pendapat Albert Einstein, yang mengatakan bahwa “Religion without science is blind : science without religion is lame“. Tanpa sains, agama menjadi buta, dan tanpa agama, sains menjadi lumpuh. Demikian pula pendapat David Tracy, seorang teolog Katolik yang menyatakan adanya dimensi religius dalam sains bahwa intelijibilitas dunia memerlukan landasan rasional tertinggi yang bersumber dalam teks-teks keagamaan klasik dan struktur pengalaman manusiawi (Ian G. Barbour, 2002:76).
Penganut pandangan dialog ini berpendapat bahwa sains dan agama tidaklah sesubyektif yang dikira. Antara sains dan agama memiliki kesejajaran karakteristik yaitu koherensi, kekomprehensifan dan kemanfaatan. Begitu juga kesejajaran metodologis yang banyak diangkat oleh beberapa penulis termasuk penggunaan kriteria konsistensi dan kongruensi dengan pengalaman. Seperti pendapat filosof Holmes Rolston yang menyatakan bahwa keyakinan dan keagamaan menafsirkan dan menyatakan pengalaman, sebagaimana teori ilmiah menafsirkan dan mengaitkan data percobaan (Ian G. Barbour, 2002:80). Beberapa penulis juga melakukan eksplorasi terhadap kesejajaran konseptual antara sains dan agama, disamping kesejajaran metodologis.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesejajaran konseptual maupun metodologis menawarkan kemungkinan interaksi antara sains dan agama secara dialogis dengan tetap mempertahankan integritas masing-masing.

4.Integrasi

Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan dialog dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan doktrin-doktrin keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman.
Armahedi Mahzar (2004 : 213) mencermati pandangan ini, bahwa dalam hubungan integratif memberikan wawasan yang lebih besar mencakup sains dan agama sehingga dapat bekerja sama secara aktif. Bahkan sains dapat meningkatkan keyakinan umat beragama dengan memberi bukti ilmiah atas wahyu atau pengalaman mistis. Sebagai contohnya adalah Maurice Bucaille yang melukiskan tentang kesejajaran deskripsi ilmiah modern tentang alam dengan deskripsi Al Qur’an tentang hal yang sama. Kesejajaran inilah yang dianggap memberikan dukungan obyektif ilmiah pada pengalaman subyektif keagamaan. Pengakuan keabsahan klaim sains maupun agama ini atas dasar kesamaan keduanya dalam memberikan pengetahuan atau deskripsi tentang alam.
Pemahaman yang diperoleh melalui sains sebagai salah satu sumber pengetahuan, menyatakan keharmonisan koordinasi penciptaan sebagai desain cerdas Ilahi. Seperti halnya ketika memperhatikan bagian-bagian tubuh manusia dengan strukturnya yang tersusun secara kompleks dan terkoordinasi untuk tujuan tertentu. Meskipun Darwin melawan pandangan itu dalam teori evolusi yang mengangggap bahwa koordinasi dan detail-detail struktur organisme itu terbentuk karena seleksi alam dan variasi acak dalam proses adaptasi, namun dia sendiri mengakui argumen desain Ilahi, akan tetapi dalam anggapan sebagai penentu dari hukum-hukum proses evolusi itu yang membuka kemungkinan variasi detail organisme tersebut, bukan dalam anggapan Tuhan sebagai perancang sentral desain organisme.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam hubungan integrasi ini. Pendekatan pertama, berangkat dari data ilmiah yang menawarkan bukti konsklusif bagi keyakinan agama, untuk memperoleh kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan. Pendekatan kedua, yaitu dengan menelaah ulang doktrin-doktrin agama dalam relevansinya dengan teori-teori ilmiah, atau dengan kata lain, keyakinan agama diuji dengan kriteria tertentu dan dirumuskan ulang sesuai dengan penemuan sains terkini. Lalu pemikiran sains keagamaan ditafsirkan dengan filasafat proses dalam kerangka konseptual yang sama. Demikian Barbour menjelaskan tentang hubungan integrasi ini ( Ian G. Barbour, 2002 : 42 )

Kamis, 28 Oktober 2010

Tips Menulis Berita

1. Tulislah berita yang menarik dengan menerapkan gaya bahasa percakapan sederhana . Tulislah berita dengan lead yang bicara. Untuk menguji lead anda “berbicara” atau “bisu” cobalah dengan membaca tulisan yang dihasilkan. Jika anda kehabisan nafas dan tersengal-sengal ketika membaca maka led anda terlalu panjang.
2. Gunakan kata/Kalimat Sederhana. Kalimat sederhana terdiri dari satu pokok dan satu sebutan. Hindari menulis dengan kata keterangan dan anak kalimat. Ganti kata-kata yang sulit atau asing dengan kata-kata yang mudah. Bila perlu ubah susunan kalimat atau alinea agar didapat tulisan yang “mengalir”. Ingat KISS (Keep It Simple and Short)
3. Hindari kata-kata berkabut. Kata-kata berkabut adalah tulisan yang berbunga-bunga, menggunakan istilah teknis, ungkapan asing yang tidak perlu dan ungkapan umum yang kabur. Yang diperlukan BI ragam jurnalistik adalah kejernihan tulisan (clarity).
4. Libatkan pembaca. Melibatkan pembaca berarti menulis berita yang sesuai dengan kepentingan, rasa ingin tahu, kesulitan, cita-cita, mimpi dan angan-angan. Tapi ingat: jangan sampai terjebak menulis dengan gaya menggurui atau menganggap enteng pembaca. Melibatkan pembaca berarti mengubah soal-soal yang sulit menjadi tulisan yang mudah dimengerti pembaca. Melibatkan pembaca juga didapat dengan menulis sesuai rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
5. Gantilah kata sifat dengan kata kerja.
Baca kalimat ini: “Seorang perempuan tua yang kelelahan bekerja di sawahnya!”
Bandingkan dengan: “Seorang perempuan tua membajak, kepalanya merunduk, nafas
Nya tersengal-sengal!”
6. Gunakan kosakata yang tidak memihak
Baca kalimat ini: Seorang ayah memperkosa anak gadisnya sendiri yang masih
Berusia 12 tahun
Bandingkan dengan: Perkosaan menimpa anak gadis yang berusia 12 tahun.
7. Hindari pemakaian eufemisme bahasa.
Baca kalimat: Selama musim kemarau terjadi rawan pangan di Gunung Kidul
Bandingkan dengan: Selama musim kemarau terjadi kelaparan di Gunung Kidul.

Prinsip Dasar Bahasa Jurnalistik

Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa jurnalistik itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Oleh karena itu beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
1. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3. Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)
4. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5. Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6. Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif.

Dalam menerapkan ke-6 prinsip tersebut tentunya diperlukan latihan berbahasa tulis yang terus-menerus, melakukan penyuntingan yang tidak pernah berhenti. Dengan berbagai upaya pelatihan dan penyuntingan, barangkali akan bisa diwujudkan keinginan jurnalis untuk menyajikan ragam bahasa jurnalistik yang memiliki rasa dan memuaskan dahaga selera pembacanya.

Dipandang dari fungsinya, bahasa jurnalistik merupakan perwujudan dua jenis bahasa yaitu seperti yang disebut Halliday (1972) sebagai fungsi ideasional dan fungsi tekstual atau fungsi referensial, yaitu wacana yang menyajikan fakta-fakta. Namun, persoalan muncul bagaimana cara mengkonstruksi bahasa jurnalistik itu agar dapat menggambarkan fakta yang sebenarnya. Persoalan ini oleh Leech (1993) disebut retorika tekstual yaitu kekhasan pemakai bahasa sebagai alat untuk mengkonstruksi teks. Dengan kata lain prinsip ini juga berlaku pada bahasa jurnalistik.

Terdapat empat prinsip retorika tekstual yang dikemukakan Leech, yaitu prinsip prosesibilitas, prinsip kejelasan, prinsip ekonomi, dan prinsip ekspresifitas.

1. Prinsip prosesibilitas, menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan (a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan; (b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan (c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.

Penyusunan bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi fakta-fakta harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun dengan struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak penting

2. Prinsip kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.

3. Prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu (i) singkatan; (ii) elipsis, dan (iii) pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik

4. Prinsip ekspresivitas. Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang terjadi kemudian dipaparkan kemudian.

Jumat, 22 Oktober 2010

Sekularisme dan Sekularisasi

Sebelum memahami lebih jauh tentang sekularisme dengan sekularisasi, ada baiknya jika kita bedah apa arti sekuler itu sendiri. Sekuler adalah sebuah pengertian netral. Ia tidak terkait dengan paham, tetapi bermakna tanpa kualifikasi baik atau buruk. Kata sekuler berasal dari kata Latin “seculum” berarti “dunia.”
Sekularisme tidak identik dengan sekuler. Sekularisme tumbuh sebagai suatu paham dan ideologi yang memisahkan diri sama sekali suatu bentuk keyakinan tertentu.

Sekularisme adalah sebuah paham atau ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi(baik organisasi ataupun Negara) harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan(dogma). Sekularisme tidak memihak kepada sebuah kepercayaan tertentu, sehingga dapat menunjang kebebasan beragama dan membebaskan dari pemaksaan atas suatu kepercayaan tertentu.

Sekularisme mempunyai konsep sendiri. Dalam ranah politik misalnya, sekularisme mempunyai konsep pemisahan antara agama dengan pemerintahan, atau mengantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan lain sebagainya. Sekularisme identik dengan atheisme.

Sedangkan sekularisasi berhubungan erat dengan sekularisme, sebab sekularisasi berarti penerapan sekularisme. Namun ada beberapa perbedaan yang sangat mendasar antara sekularisme dengan sekularisasi, terutama dalam ranah praktik. Sekularisasi diartikan sebagai pemisah antara urusan duniawi dan ukhrawi. Jadi sekularisasi berarti terlepasnya dunia dari pengertian-pengertian religius yang suci, dari pandangan dunia semu, atau dari semua mitos supra-natural. Sekularisasi tidak hanya melingkupi aspek-aspek kehidupan sosial dan politik saja, tetapi juga telah merambah ke aspek kultur, karena proses tersebut menunjukkan lenyapnya penentuan simbol-simbol integrasi kultural. Sekularisasi juga berarti merosotnya otoritas agama-agama.

Sekularisasi adalah gerakan yang menerima otonomi dunia di satu pihak, dan di lain pihak mengakui adanya eksistensi Tuhan serta segala bentuk ajarannya. Sekularisasi bertolak belakang dengan sekularisme yang menyangkal eksistensi dan otonomi Tuhan.

Maka, sesuai dengan ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa semua orang beragama menolak sekularisme yang menyangkal otonomi agama dan dogmanya. Sekularisasi mendudukkan agama sebagai aspek sentral dalam membicarakan dan memerikan penilaian terhadap konsep-konsep tentang sekularisasi, serta agama sebagai kacamata untuk melihat proses atau fenomena sekularisasi tersebut. Sekularisasi telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Selama kita masih perduli dan mengakui eksistensi orang berbeda ideologi, kita sudah menjadi bagian dari proses sekularisasi.

Kebenaran Non-Ilmiah

Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga kebenaran karena faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah :

• Kebenaran Karena Kebetulan : Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran ilmiah.

• Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense) : Akal sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar.

• Kebenaran Agama dan Wahyu : Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.

• Kebenaran Intuitif : Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros dan museum Getty diatas.

• Kebenaran Karena Trial dan Error : Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.

• Kebenaran Spekulasi : Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah daripada trial-error.

• Kebenaran Karena Kewibawaan : Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah.

Fungsi Pancasila bagi Kehidupan Bangsa Indonesia

Fungsi Pancasila bagi Kehidupan Bangsa Indonesia

1 Pancasila sebagai Sikap dan Perilaku setiap Individu
Mengingat individu adalah anggota masyarakat dan negara,maka kesejahteraan,keutuhan dan keamanan masyarakat dan negara diawali dari sikap dan perilaku individu. Kalau etika dan norma dipahami,dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap individu maka tujuan hidup bermasyarakat dan bernegara pun dapat dengan mudah dapat dicapai. Kualitas masyarakat dan negara,ditentukan pula oleh kualitas individu,semakin baik kualitas individu maka semakin baik pula kualitas masyarakat dan negara. Setiap individu mempunyai kelebihan dan keterbatasan,mempunyai harapan dan keadaan yang berbeda,namun yang pasti kesejahteraan adalah tujuan setiap individu. Pancasila memberikan arahan dan pedoman dari kesejahteraan yang ideal yang diinginkan oleh setiap manusia yaitu kesejahteraan yang menyelaraskan antara harapan dan kenyataan,antara lain lahir dan batin,antara jasmaniah dan rohaniah,antara dunia dan akhirat.

2 Pancasila sebagai Pedoman Bermasyarakat
Pancasila sangat memahami kodrat dan hakiki manusia selaku makhluk social yang senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidup dan perkembangannya. Dalam sila ke-2 dan ke-5 dijelaskan secara rinci tentang etika bermasyarakat yaitu menghargai persamaan derajat,keseimbangan hak dan kewajiban,menjunjung nilai kemanusiaan,bekerja sama,bergotong-royong,gemar melakukan perbuatan-perbuatan luhur berdasarkan kekeluargaan gotong-royong,adil dan menghormati orang lain,suka menolong,sama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan adil.

3 Pancasila sebagai Pedoman Bernegara
Negara merupakan alat yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Negara mempunyai kewenangan mengatur hubungan bermasyarkat demi tercapainya tujuan bersama. Kewenangan yang dimiliki negara tidak semaunya,seenaknya sendiri atau untuk kelompok tertentu,tetapi dikendalikan oleh Pancasila sebagai sumber hukum. Indonesia adalah negara Pancasila yaitu negara yang mengutamakan musyawarah dalm mengambil keputusan,selalu punyai iktikad baik dan rasa tanggung jawab alam melaksanakan tugas dan mengambil keputusan,menggunakan akal sehat dan hati nurani yang luhur,keputusan-keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan YME,menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran,menempatkan persatuan,kesatuan,kepentingan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Melindungi segenap bangsa dan tanah air Indonesia,memajukan pergaulan demipersatuan dan kesatuan bangsa.
Pancasila menjadi dasar hidup bernegara,menjadi semangat bernegara untuk mencapai kesejahteraan bersama,menjadi sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia,menjadi pedoman berperilaku semua unsur aparatur negara dalam melaksanakan beban,tugas dan tanggung jawab.

Kamis, 21 Oktober 2010

Teknik Pembuatan Nata De Coco

ALAT BAHAN DAN CARA KERJA

A. Alat-alat :

1. Alat untuk menampung air kelapa (jerigen kapasitas 30 liter)
2. Gayung ukuran
3. Torong
4. Saringan
5. Alat untuk memasak ( tungku/ kompor/panci)
6. tempat fermentasi, nampan plastic ukuran minimal 22 x 29cm
7. Rak-rakan kalau diperlukan
8. Kertas koran, karet kolor (bisa staples) dan karet gelang
9. Botol sirup bening tempat membuat starter (bibit)

B. Bahan :

1. Air kelapa kalau muda campur dengan yang tua
2. Gula pasir, sebagai karbon
3. Amoniumm Sulfat (ZA), sebagai sumber nitrogen ( dapat dibeli di toko pupuk )
4. Asam Acetat (Cuka)
5. Starter ( bibit, buat sendiri )
6. Bahan bakar ( gas, minyak tanah atau kayu bakar )

C. Cara Produksi

1. Air kelapa disaring dengan penyaring agar bersih dari sabut kelapa dan pecahan kelapa
2. Direbus sampai mendidih
Selama perebusan tambahkan :
- ZA 1 sendok makan untuk 3 liter air kelapa
- Gula pasir 1 sendok makan untuk 3 liter air kelapa. Buih yang timbul dibuang kalau banyak
- Pindahkan ke ember, tambahkan cuka 1 cc untuk 2 liter air kelapa
3. Tuang ke dalam nampan sebanyak 0,9-1 liter, dengan gayung dalam keadaan panas
4. Tutup pakai Koran, ikat pakai karet ban
5. Dinginkan minimal 3 jam
6. di inokulasi dengan starter ( bibit ) 100-150 cc (1 botol untuk 4-5 nampan)
7. Di fermentasikan (diperam) selama 4-5 hari. (selama fermentasi sebaiknya tidak dibuka)
8. Pada umur kurang lebih 4-5 hari Nata sudah jadi dan siap dipanen. (pada musim kemrau 4 hari, musim hujan bisa 5 hari)
9. Setelah dipanen direndam pakai air kelapa guna untuk penampungan agar nata tahan lebih lama


Lembaran Nata yang bagus berkualitas bagus :

- Ukuran 23 x 30 cm
- Ketebalan 1 cm (setebal korek api)
- Rata atas, rata bawah
- Warna kuning putih

Membuat Starter (bibit)
Bakteri : ACETOBACTER XYLINUM ( OKSIDATOR)

1.Air kelapa disaring dengan penyaringan agar bersih dari sabut kelapa dan cikalan
2.Direbus sampai mendidih. Selama perebusan tambahkan :
-ZA 1 sendok makan untuk 3 liter air kelapa.
-Gula pasir 1 sendok makan untuk 3 liter air kelapa. Buih yang timbul dibuang kalau banyak
-Pindahkan ke ember, tambahkan cuka 0,5 cc untuk 1 liter air kelapa
3. Tuang kedalam botol 400-500 cc/botol dalam keadaan panas
4.Tutup pakai Koran, ikat pakai karet gelang. Dinginkan minimal 6 jam
5.Diinokulasi dengan stater (bibit) ± 25 cc(1botol bibit untuk 15-20 botol calon bibit)
6.Difermantasikan (diperam) selama 4-5 hari. Selama fermentasi sebaiknya botol tidak dipegang
7.Pada umur kurang lebih 4 hari bibit sudah jadi dan siap dipakai. (bila umur bibit lebih dari 15 hari, untuk membuat lembaran : 1 botol bibit untuk 3 nampan)

Senin, 18 Oktober 2010

Kompetensi Pedegogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial

* Kompetensi pedagogik: memiliki pemahaman terhadap peserta didik dan mampu mengelola pembelajaran matematika.
* Kompetensi kepribadian: memiliki kepribadian mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia sebagai guru matematika.
* Kompetensi profesional: menguasai materi bidang studi matematika dan pembelajaran secara luas serta mendalam.
* Kompetensi sosial: mempunyai kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama secara efektif dengan peserta didik, kolega, dan masyarakat.

Kompetensi Pedagogik, yaitu:
• Mampu memahami karakteristik peserta didik dan ber-bagai aspek.
• Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembel-ajaran, metode pembelajaran, dan strategi pembel-ajaran matematika.
• Mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.
• Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran matematika.

2. Kompetensi Kepribadian, yaitu:
• Memiliki sikap beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, bertanggung jawab se-bagai guru matematika dan anggota masyarakat, serta memiliki sifat inovatif dalam pendidikan matema-tika.
• Berwawasan luas, dewasa, berwibawa, dan bersifat terbuka terhadap perubahan.
• Mempunyai etos kerja yang tinggi dan adaptif.
• Berdedikasi dan mempunyai komitmen tinggi terhadap pekerjaannya.

3. Kompetensi Profesional, yaitu:
• Mampu berpikir logic, sistematis, terstruktur, kritis, kreatif dan inovatif, serta efektif dalam menyelesai-kan masalah.
• Menguasai materi, struktur, dan konsep yang mendu-kung pelajaran matematika.
• Menguasai metode untuk melakukan pengembang-an ilmu yang terkait dengan pelajaran matematika.
• Mampu mengembangkan kurikulum dan atau silabus yang terkait dengan pelajaran matematika.
• Mampu melaksanakan penelitian pendidikan matema-tika dan menggunakannya.

4. Kompetensi Sosial, yaitu:
• Mampu berkomunikasi ilmiah baik dengan yang sepro-fesi ataupun dengan yang berbeda profesi.
• Mampu bersikap kolaboratif, objektif dan tidak diskri-minatif.
• Memiliki keterampilan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembel-ajaran dan pengembangan diri.
• Mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja.

Minggu, 17 Oktober 2010

Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.

Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
a. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

b. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

c. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

d. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

e. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

f. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

b. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

c. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

d. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
(1) motivasi;
(2) pemahaman;
(3) pemerolehan;
(4) penyimpanan;
(5) ingatan kembali;
(6) generalisasi;
(7) perlakuan dan
(8) umpan balik.

Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.

Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Teori Belajar Aktif Dave Meier (Teori Holistik)

Belakangan ini ada sebuah teori belajar aktif yang dinamakan teori holistik. Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook (Kaifa, 2002), mengemukakan bahwa konsep guru mengenai siapa manusia yang diajarinya (murid) menentukan sekali terhadap kegiatan belajar yang direncanakan dan dikelolanya. Meier mengkritik kecenderungan pendidikan di Barat yang memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan dalam kegiatan belajar. Pembelajaran sangat kaku. Selain itu pembelajaran individual amat ditekankan. Cara berpikir ilmiah pun sangat diutamakan. Peranan media cetak dalam belajar seperti buku sumber utama sangat ditekankan.

Dari penelitiannya, Dave Meier berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI – somatis, auditori, visual dan intelektual. Dengan pemahaman ini beliau mengajukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar, yakni:
1 – Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran
2 – Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
3 – Kerjasama membantu proses belajar.
4 – Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
5 – Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
6 – Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7 – Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

Sekarang, marilah kita simak pokok-pokok pikiran Meier, bagaimana prinsip kegiatan belajar berdasarkan prinsip SAVI itu.
Pertama, belajar somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Apa sajakah yang dapat dilakukan? Jawabnya ialah:
* Membuat model dalam suatu proses.
* Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem
* Menciptakan bagan, diagram, piktogram.
* Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
* Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
* Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik.
* Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar, dan lain-lain)
* Melakukan tinjauan lapangan. Lalu menuliskan, menggembar dan membicarakan apa yang dipelajari.
* Mewawancarai orang di luar kelas.
* Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh kelas.

Kedua, belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Apa saja yang dilakukan dalam kegiatan?
* Membaca keras dari bahan sumber.
* Membaca paragraf dan memberikan maknanya.
* Membuat rekaman suara sendiri.
* Menceritakan buku yang dibaca.
* Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.
* Meminta pelajar memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.
* Bersama-sama membaca puisi, menyanyi.

Ketiga, belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Apa sajakah kegiatan dalam pendekatan ini?
* Mengamati gambar dan memaknainya.
* Memperhatikan grafik atau membuatnya
* Melihat benda tiga dimensi.
* Menonton video, film.
* Kreasi piktogram
* Pengamatan lapangan
* Dekorasi warna-warni

Keempat, belajar intelektual (I), kegiatan mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan masalah. Ada sejumlah kegiatan terkait dengan pendekatan ini, antara lain:
* Pemecahan masalah
* Menganalisis pengalaman, kasus
* Mengerjakan rencana strategis
* Melahirkan gagasan kreatif
* Mencari dan menjaring informasi
* Merumuskan pertanyaan
* Menciptakan model mental
* Menerapkan gagasan bagus pada pekerjaan.
* Menciptakan makna pribadi
* Meramalkan implikasi suatu gagasan.

TEORI BELAJAR AKTIF DALAM PEMBELAJARAN

Belajar aktif itu apa? Apakah ada kegiatan belajar tidak aktif atau pasif? Sebenarnya semua kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif. Tetapi mungkin saja di kelas seringkali ketika mengajar, guru hanya berbicara, bercerita, dan muridnya mendengar dan mencatat. Komunikasi satu arah yang terjadi. Guru seringkali bahkan bertindak seperti pengkotbah yang membacakan firman Tuhan lalu menguraikannya kepada jamaah. Jamaah dalam kondisi itu hanya sebagai penerima, yang merenung dan mencermati serta mengolah pesan yang didengar bagi dirinya sendiri.

Tidak terlihat apa yang terjadi dalam diri warga jamaah itu. Tetapi kegiatan itu pun masih dapat dikatakan aktif, setidaknya dalam diri warga jamaah itu sendiri! Kecuali bila anggota jamaah tertidur. Sebab tidak sedikit juga kegiatan kotbah yang justru membuat jamaah pulas tertidur.

Kegiatan belajar di sekolah harusnya tidak demikian. Tidak membuat murid tertidur. Seharusnya kegiatan itu membuat siswa aktif, seperti: mendengar dan berbicara, melihat dan membaca, bahkan melakukan peragaan atau melakukan suatu aktifitas. Diantara guru dan murid terjadi komunikasi multi arah. Prof. Mohamad Surya mengemukakan pengajaran akan bersifat efektif jika (1) berpusat kepada siswa yang aktif, bukan hanya guru; (2) terjadi interaksi edukatif diantara guru dengan murid; (3) berkembang suasana demokratis; (4) metode mengajar bervariasi; (5) gurunya profesional; (6) apa yang dipelajari bermakna bagi siswa; (7) lingkungan belajar kondusif serta (8) sarana dan prasarana belajar sangat menunjang

Sekarang, pertanyaannya ialah: Kegiatan apa sajakah yang termasuk ke dalam pembelajaran secara aktif? Mengutip gagasan Paul D. Dierich, Dr Oemar Hamalik mengemukakan delapan kelompok perbuatan belajar aktif.

1 – Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

2 – Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.

3 – Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.

4 – Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

5 – Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

6 – Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.

7 – Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.

8 – Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang dan sebagainya.

Kamis, 14 Oktober 2010

Karakteristik Pembelajaran Matematika di Sekolah

Pada dasarnya objek pembelajaran matematika adalah abstrak. Walaupun menurut teori Piaget bahwa anak sampai umur SMP dan SMA sudah berada pada tahap operasi formal, namun pembelajaran matematika masih perlu diberikan dengan menggunakan alat peraga karena sebaran umur untuk setiap tahap perkembangan mental dari Piaget masih sangat bervariasi. Mengingat hal-hal tersebut di atas, pembelajaran matematika di sekolah tidak bias terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Karena itu perlu perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran matematika di sekolah (Suherman, 2003) yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap). Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep mudah ke konsep yang lebih sukar.

2. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral. Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika (Spiral melebar dan menaik).

3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. Matematik adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian harus dapat dipilihkan pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan deduktif..

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan yang terdahulu yang telah diterima kebenarannya.

Fungsi TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Bagi Pembelajaran Matematika.

Sekarang kita telah memasuki gelombang ketiga, yakni perubahan teknologi informasi. TIK telah menjadi simbol gelombang perubahan. Perubahan ini melanda semua bagian kehidupan, termasuk di dalam pendidikan. TIK sebagai alat bantu pembelajaran dapat berupa alat bantu mengajar bagi guru, alat bantu belajar bagi siswa, serta alat bantu interkasi antara guru dengan siswa.

Saat ini, telah cukup banyak alat bantu yang bisa digunakan untuk mempermudah proses KBM, baik yang berupa perangkat lunak maupun yang berupa perangkat keras. Sebagai contoh alat yang berupa perangkat lunak (software) yang dapat digunakan untuk menggambar grafik fungsi dalam matematika . Salah satu software matematika yang digunakan untuk menggambar grafik fungsi dan cukup populer adalah Graph. Graph sendiri dapat digunakan untuk menggambar grafik fungsi dengan fungsi parameter dan fungsi polar. Selain itu juga perkembangan teknologi telah menciptakan berbagai macam alat yang bisa di gunakan dalam pembelajaran khususnya matematika semisal kalkulator. Fungsi kalkulator banyak digunakan untuk pendidikan Pelajar menggunakan kalkulator untuk mengerjakan tugas sekolah seperti aritmatika. Kalkulator adalah alat untuk menghitung dari perhitungan sederhana seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian sampai kepada kalkulator sains yang dapat menghitung rumus matematika tertentu. Pada perkembangannya sekarang ini, kalkulator sering dimasukkan sebagai fungsi tambahan daripada komputer, handphone, bahkan sampai jam tangan.

Seringkali bagi kebanyakan orang permasalahan matematika merupakan suatu hal yang cukup memusingkan. Komputer adalah alat yang dipakai untuk mengolah data menurut prosedur yang telah dirumuskan. Dengan menggunakan komputer bisa membantu mempermudah pekerjaan kita yang satu ini. Algoritma pemrograman dapat dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai macam masalah matematika, kita menyebutnya dengan algoritma matematika. Anda perlu tahu bahwa sangat banyak fungsi matematika yang dapat implementasikan dalam bahasa pemrograman, salah satu bahasa pemrograman yang sering digunakan untuk menulis algoritma matematika yaitu bahasa pemrograman C Penggunaan komputer selain untuk melakukan perhitungan dan pengolahan data juga dapat membantu siswa untuk belajar atau sebagai medium untuk menyampaikan materi pelajaran.

Ada berbagai jenis program aplikasi teknologi berbasis komputer yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Program tersebut dikenal sebagai Computer Assisted Instruction (CAI). Dalam program CAI, komputer digunakan sebagai sarana atau media belajar yang dapat membantu tugas guru atau sebagai pengganti peran guru dalam menanamkan suatu konsep. Media komputer dapat membantu guru untuk menyampaikan konsep-konsep materi pelajaran kepada siswa dalam bentuk audiovisual, dan diharapkan mampu memantapkan konsep yang telah diperoleh siswa pada saat proses pembelajaran dalam waktu yang cukup lama. Komputer memberikan kesempatan siswa lebih luas dalam menginvestigasi matematika daripada kalkulator. Hal ini disebabkan karena kemampuan memori komputer yang jauh lebih besar dari kemampuan menampilkan gambar dalam monitor yang lebih sempurna. Sebagai contoh:
● Membuat Grafik Garis Lurus Berbentuk y = mx + c dengan Ms Excel
Dengan mengganti persamaannya, maka nilai variabel y, akan berganti secara otomatis, dan model grafik akan berganti, program ini bertujuan untuk mendemonstrasikan kepada siswa bagaimana kedudukan titik-titik pada garis y=mx+c
● Operasi Matriks dengan program Maple, serta
● Pemaparan materi dengan menggunakan program Ms Powerpoint. Dll.

Matlab merupakan bahasa pemrograman yang hadir dengan fungsi dan karakteristik yang berbeda dengan bahasa pemrograman lain yang sudah ada lebih dahulu seperti Delphi, Basic maupun C++. Matlab merupakan bahasa pemrograman level tinggi yang dikhususkan untuk kebutuhan komputasi teknis, visualisasi dan pemrograman seperti komputasi matematik, analisis data, pengembangan algoritma, simulasi dan pemodelan dan grafik-grafik perhitungan. Matlab hadir dengan membawa warna yang berbeda. Hal ini karena matlab membawa keistimewaan dalam fungsi-fungsi matematika, fisika, statistik, dan visualisasi. Matlab dikembangkan oleh MathWorks, yang pada awalnya dibuat untuk memberikan kemudahan mengakses data matrik pada proyek LINPACK dan EISPACK. Saat ini matlab memiliki ratusan fungsi yang dapat digunakan sebagai problem solver mulai dari simple sampai masalah-masalah yang kompleks dari berbagai disiplin ilmu.

Itulah beberapa contoh fungsi teknologi informasi dan komunikasi bagi dunia pendidikan, khususnya pada pembelajaran matematika.

Runag Lingkup Administrasi Sarana dan Prasarana

1. Perencanan Pengadaan (Planning Programming)
Adalah pengetrapan secara sistematik dari pada pengetahuan yang tepat guna mengontrol dan menentukan arah kecenderungan perubahan menuju pada tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan dua fungsi pokok perencanaan yaitu:
• mengontrol setiap langkah kegiatan pekerjaan.
• Bila terjadi kendala atau hambatan maka rencana yang telah ditetapkan dapat digunakan untuk member arah perubahan seperlunya.
Lima proporsi dalam perencanan pendidikan yaitu:
a. Harus mengguanakan pandangan jangka panjang.
b. Harus bersifat komprehensif.
c. Harus merupakan bagian dari perencanaan masyarakat.
d. Harus merupakan bagian integral dari manajemen pendidikan.
e. Harus memperhatikan perkembangan kualitatif dan kuantutatif serta menjadikan pendidikan lebih relevan efektif efisien.

2. Prakualifikasi Rekanan
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan melaui pembelian dilakukan dengan system lelang yang diikuti oleh para rekanan untuk menghindari berbagai kemuingkinan yang tidak diinginkan. Rekanan yang mengikuti tender adalah rekanan yang bonafite atau terpercaya saja (mengetahuinya dengan melakukan kegiatan prakualifikasi).
Langkah kegiatan prakualifikasi:
a) Persiapan.
b) Pelaksanaan
• Pemeriksaan dan penelitian terhadap calon rekanan secara administrative dan teknis.
• Menetapkan dan mengumumkan hasil prakualifikasi serta member sertifikat/tanda halus.
• Menyampaikan laporan tentang pelaksanaan prakualifikasi kepada DEPDIKBUD.

3. Pengadaan Barang
Pengadanan merupakan segala kegiatan untuk menyediakan sedmua keperluan barang/jasa /benda bagi keperluan pelaksanaan tugas.
a) Pengadaan Tanah, dapat dilakukan dengan membeli, menerima hibah, menerima hak pakai atau menukar.
b) Pengadaan Bangunan, dapat dilaksanakan dengan membangun atau mendirikan banguan baru, membeli, menyewa atau menerima hibah/menukar.
c) Pengadaan Perbot, dapat dilakuakn dengan membeli, membuat sendiri atau menerima hibah.
d) Pengadaan Kendaraan/Alat Transportasi, sejauh ini pengadaan kendaraan untuk sekolah telah dilakukan oleh pemerintah pusat.
e) Pengadaan Sarana Pendidikan, Alat Kantor, Alat Tulis Kantor (ATK). Untuk jumlah yang besar dapat dilakukan lelang dengan rekanan. Kekurangan ATK dalam jumlah kecil dapat dilakukan dengan dibeli melalui dana taktis. Pengadaan buku atau benda grafis lainnya dapat diadakan dengan membuat sendiri, bantuan, atau hibah.

4. Penyimpanan
Penyimpanan yaitu menampung hasil pengadaan barang demi keamanan baik yang belum atau akan didistribusikan. Kegiatan penyimpanan meliputi menerima barang, menyimpan barang, dan mengeluarkan/mendistribusikan barang.

5. Inventarisasi
Merupakan kegiatan untuk mencatat dan menyusun daftar barang/bahan yang ada secara teratur menurut ketentuan yang berlaku. Inventarisasi dilakukan dalam rangka usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap barang milik Negara (atau swasta). Inventarisasi juga memberikan input yang sangat berharga dan berguna bagi efektifitas pengelolaan sarana dan prasarana.

6. Penyaluran
Merupakan kegiatan yang menyangkut pemindahan barang dan tanggung jawab dari instansi/pemegang yang satu pada yang lain. Dalam lingkungan sekolah atau fakultas kegiatan penyaluran dapat berwujud pendistribusian atau kegiatan membagi/mengeluarkan barang sesuai kebutuhan guru/dosen/seksi bagian dalam instansi/sekolah/fakultas tersebut untuk keperluan KBM serta perkantoran.

7. Pemeliharaan
Agar setiap barang yang kita miliki dapat berfungsi dan digunakan secara lancar tanpa banyak menimbulkan hambatan/gangguan maka barang tersebut harus dirawat secara baik dan continue untuk menghindarkan adanya unsure pengganggu/perusak. Kegiatan rutin ini diusahakan agar barang tetap dalam keadaan baik dan berfungsi baik pula disebut pemeliharaan/perawatan (service).

8. Rehabilitasi
Merupakan kegiatan untuk memperbaiki barang dari kerusakan dengan tambal sulam atau penggantian suku cadang agar barag tersebut dapat dipergunakan lagi sehingga punya daya yang lebih lama.

9. Penghapusan
Bila besarnya biaya rehab suatu barang inventaris telah tidak sesuai dengan daya pakainya, artinya bila biaya rehab terlalu besar sedang daya pakainya terlalu singkat maka barang tersebut lebih baik tidak dipakai lagi dan disingkirkan/dikeluarkan dari daftar inventaris Negara berdasar peraturan UU yang berlaku. Pelaksaan penghapusan dilakukan oleh panitia penelitian/penghapusan barang inventaris dengan keputusan unit utama masing-masing mewakili unsure keuangan, perlengkapan, dan bidang teknis. Panitia tersebut bertugas meneliti, menilai barang yang ada dan perlu dihapuskan, membuat berita acara, melaksanakan penghapusan, sampai melelang atau memusnahkan barang tersebut.

10. Pengendalian
Seluruh kegiatan diatas tidak dapat berjalan sendiri-sendiri tanpa kendali, artinya setiap kegiatan akan tidak lepas dari monitoring setiap saat oleh pimpinan organisasi serta senantiasa diperhatikan kerjasama satu dengan yang lainnya. Sebab bagaimanapun seluruh kegiatan pengelolaan tersebut harus selalu kompak, serempak, dan terpadu.

Teknik Pembelajaran Aktif (Active Learning)

Ada banyak teknik pembelajaran aktif dari mulai yang sederhana – yang tidak memerlukan persiapan lama dan rumit serta dapat dilaksanakan relatif dengan mudah -- sampai dengan yang rumit – yaitu yang memerlukan persiapan lama dan pelaksanaan cukup rumit. Beberapa jenis teknik pembelajaran tersebut antara lain adalah:

1. Think-Pair-Share
Dengan cara ini mahasiswa diberi pertanyaan atau soal untuk dipikirkan sendiri kurang lebih 2-5 menit (think), kemudian mahasiswa diminta untuk mendiskusikan jawaban atau pendapatnya dengan teman yang duduk di sebelahnya (pair). Setelah itu pengajar dapat menunjuk satu atau lebih mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya atas pertanyaan atau soal itu bagi seluruh kelas (share).

Teknik ini dapat dilakukan setelah menyelesaikan pembahasan satu topik, misalkan setelah 10-20 menit kuliah biasa. Setelah selesai kemudian dilanjutkan dengan membahas topik berikutnya untuk kemudian dilakukan cara ini kembali setelah topik tersebut selesai dijelaskan.

2. Collaborative Learning Groups
Dibentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 mahasiswa yang dapat bersifat tetap sepanjang semester atau bersifat jangka pendek untuk satu pertemuan kuliah. Untuk setiap kelompok dibentuk ketua kelompok dan penulis. Kelompok diberikan tugas untuk dibahas bersama dimana seringkali tugas ini berupa pekerjaan rumah yang diberikan sebelum kuliah dimulai. Tugas yang diberikan kemudian harus diselesaikan bisa dalam bentuk makalah maupun catatan singkat.

3. Student-led Review Session
Jika teknik ini digunakan, peran pengajar diberikan kepada mahasiswa. Pengajar hanya bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator.

Teknik ini misalkan dapat digunakan pada sesi review terhadap materi kuliah. Pada bagian pertama dari kuliah kelompok-kelompok kecil mahasiswa diminta untuk mediskusikan hal-hal yang dianggap belum dipahami dari materi tersebut dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mahasiswa yang lain menjawabnya. Kegiatan kelompok dapat juga dilakukan dalam bentuk salah satu mahasiswa dalam kelompok tersebut memberikan ilustrasi bagaimana suatu rumus atau metode digunakan. Kemudian pada bagian kedua kegiatan ini dilakukan untuk seluruh kelas. Proses ini dipimpin oleh mahasiswa dan pengajar lebih berperan untuk mengklarifikasi hal-hal yang menjadi bahasan dalam proses pembelajaran tersebut.

4. Student Debate
Diskusi dalam bentuk debat dilakukan dengan memberikan suatu isu yang sedapat mungkin kontroversial sehingga akan terjadi pendapat-pendapat yang berbeda dari mahasiswa. Dalam mengemukakan pendapat mahasiswa dituntut untuk menggunakan argumentasi yang kuat yang bersumber pada materi-materi kelas. Pengajar harus dapat mengarahkan debat ini pada inti materi kuliah yang ingin dicapai pemahamannya.

5. Exam questions writting
Untuk mengetahui apakah mahasiswa sudah menguasai materi kuliah tidak hanya diperoleh dengan memberikan ujian atau tes. Meminta setiap mahasiswa untuk membuat soal ujian atau tes yang baik dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa mencerna materi kuliah yang telah diberikan sebelumnya. Pengajar secara langsung bisa membahas dan memberi komentar atas beberapa soal yang dibuat oleh mahasiswa di depan kelas dan/atau memberikan umpan balik kemudian.

6. Class Research Symposium
Cara pembelajaran aktif jenis ini bisa diberikan untuk sebuah tugas perancangan atau proyek kelas yang cukup besar. Tugas atau proyek kelas ini diberikan mungkin pada awal kuliah dan mahasiswa mengerjakannya dalam waktu yang cukup panjang termasuk kemungkinan untuk mengumpulkan data atau melakukan pengukuran-pengukuran. Kemudian pada saatnya dilakukan simposium atau seminar kelas dengan tata cara simposium atau seminar yang biasa dilakukan pada kelompok ilmiah.


7. Analyze Case Studies
Model seperti ini banyak diberikan pada kuliah-kuliah bisnis. Dengan cara ini pengajar memberikan suatu studi kasus yang dapat diberikan sebelum kuliah atau pada saat kuliah. Selama proses pembelajaran, kasus ini dibahas setelah terlebih dahulu mahasiswa mempelajarinya. Sebagai contoh dapat diberikan suatu studi kasus produk rancangan engineering yang ternyata gagal atau salah, kemudian mahasiswa diminta untuk membahas apa kesalahannya, mengapa sampai terjadi dan bagaimana seharusnya perbaikan rancangan dilakukan.

Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar mahasiswa maupun mahasiswa dengan pengajar dalam proses pembelajaran tersebut.

Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

• Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas,
Mahasiswa tidak hanya mendengarkan kuliah secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi kuliah,
Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi kuliah,
Mahasiswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi,
Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.

Di samping karakteristik tersebut di atas, secara umum suatu proses pembelajaran aktif memungkinkan diperolehnya beberapa hal. Pertama, interaksi yang timbul selama proses pembelajaran akan menimbulkan positive interdependence dimana konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara bersama-sama melalui eksplorasi aktif dalam belajar. Kedua, setiap individu harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pengajar harus dapat mendapatkan penilaian untuk setiap mahasiswa sehingga terdapat individual accountability. Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan efektif diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social skills.

Dengan demikian kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan sehingga penguasaan materi juga meningkat. Suatu studi yang dilakukan Thomas (1972) menunjukkan bahwa setelah 10 menit kuliah, mahasiswa cenderung akan kehilangan konsentrasinya untuk mendengar kuliah yang diberikan oleh pengajar secara pasif. Hal ini tentu saja akan makin membuat pembelajaran tidak efektif jika kuliah terus dilanjutkan tanpa upaya-upaya untuk memperbaikinya. Dengan menggunakan cara-cara pembelajaran aktif hal tersebut dapat dihindari. Pemindahan peran pada mahasiswa untuk aktif belajar dapat mengurangi kebosanan ini bahkan bisa menimbulkan minat belajar yang besar pada mahasiswa. Pada akhirnya hal ini akan membuat proses pembelajaran mencapai learning outcomes yang diinginkan.

Penilaian Hasil Belajar (Penilaian Kelas)

Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiaknosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik untuk perbaikan proses pembelajaran, dan penentuan kenaikan kelas.
Bentuk dan teknik yang bias diterapkan dalam penilaian kelas antara lain :

1. Penilaian Kinerja (Performance)
Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktifitas siswa sebagaimana yang terjadi. Penilaian ini biasanya digunakan untuk menilai kemampuan dalam melakukan kegiatan praktek, seperti pidato, bekerja di Laboratorium, Olahraga, dan lain-lain.
Penilaian kinerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut
a. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
c. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
d. Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.
e. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati

2. Penilaian Sikap
Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut.
• Sikap terhadap materi pelajaran.
• Sikap terhadap guru/pengajar.
• Sikap terhadap proses pembelajaran.
• Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran.
• Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran.

3. Penilaian Tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.

4. Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian produk.
Penilaian proyek dapat digunakan, diantaranya untuk mengetahui pemahaman dan pengetahuan dalam bidang tertentu, kemampuan peserta didik mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam penyelidikan tertentu, dan kemampuan peserta didik dalam menginformasikan subyek tertentu secara jelas. Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
• Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik dan mencari informasi serta dalam mengelola waktu pengumpulan data dan penulisan laporan.
• Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran/program keahlian, dalam hal ini mempertimbangkan tahap pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman dalam pembelajaran.
• Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru, du/di, penilai pada proyek peserta didik, dalam hal ini petunjuk atau dukungan.

5. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
• Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
• Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
• Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

6. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya siswa secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dsb. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara lain:
a. Karya siswa adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri.
Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya tersebut merupakan hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
b. Saling percaya antara guru dan peserta didik
Dalam proses penilaian guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan dan saling membantu sehingga terjadi proses pendidikan berlangsung dengan baik.
c. Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik
Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan sehingga memberi dampak negatif proses pendidikan
d. Milik bersama (joint ownership) antara peserta didik dan guru
Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas portofolio sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang dikumpulkan dan akhirnya akan berupaya terus meningkatkan kemampuannya.
e. Kepuasan
Hasil kerja portofolio sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta didik untuk lebih meningkatkan diri.
f. Kesesuaian
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
g. Penilaian proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja dan karya peserta didik.
h. Penilaian dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik.

7. Penilaian Diri (self assessment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
a. Penilaian kompetensi kognitif di kelas, misalnya: peserta didik diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu. Penilaian diri peserta didik didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
b. Penilaian kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
c. Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian diri di kelas antara lain:
a. dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
b. peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya;
c. dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan penilaian.

Rabu, 13 Oktober 2010

Administrasi Personil Sekolah

A. Perencanaan Pegawai
Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2002 : 4) Perencanaan adalah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin lembaga memilki kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat secara ekonomis dan lebih bermanfaat.
Prediksi kebutuhan didasarkan atas informasi tentang macam dan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan oleh lembaga agar dapat mencapai tujuannya. Proses perencanaan tenaga kerja meliputi empat langkah yaitu prediksi kebutuhan tenaga, memproyeksi persediaan tenaga kerja, membandingkan kebutuhan tenaga yang diramalkan dengan persediaan yang di proyeksikan dan merencanakan kebijakan dan program untuk memenuhi kebutuhan tenaga.
Beberapa metode/ pendekatan yang dapat digunakan untuk meramalkan kebutuhan tenaga menurut Manulang (2000:30) di antaranya:
1. Metode Status Quo
Metode ini menganggap bahwa persediaan pegawai yang ada sudah cukup untuk satu masa tertentu karena perpandingan pegawai tetap dan tidak berubah. Perencanaan tenaga kerja hanya mencakup langkah-langkah untuk mengganti beberapa orang pegawai baiik yang dipromosikan maupun yang keluar karena berbagai alasan.
2. Metode Petunjuk Praktis
Metode ini digunakan sebagai dasar untuk meramalkan kebutuhan akan tenaga. Contoh berdasar petunjuk bahwa rasio dosen disbanding rasio mahasiswa 1:20 maka jika akan menerima 200 mahasiswa berarti harus menyiapkan 20 orang.
3. Metode Peramalan Unit
Pada metode ini ramalan tenaga kerja dibuat berdasar masukan dari unit-unit pelaksana tentang jenis dan frekuensi pekerjaan yang dilakukan di setiap unit. Cara ini cocok untuk kebutuhan jangka pendek.
4. Metode Delphi
Pada cara ini ramalan tenaga di buat berdasar pendapat para ahli. Cara ini cocok untuk kebutuhan jangka panjang.

Perencanaan pegawai didasarkan atas perkiraan mengenai pegawai yang sudah ada di tambah dengan pertimbangan pegawai yang bersangkutan sepanjang waktu. Data mengenai pegawai yang ada sekarang diperoleh dari daftar karakteristik dan kecakapan pegawai oleh karena itu perlu dilakukan formasi. Menurut PP No.97 Tahun 2000 formasi adalah jumlah dan susunan pangkat pegawai untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang harus dilakukan. Dalam rangka perencanaan pegawai secara nasional dan pengendalian jumlah pegawai maka sebelum menetapkan formasi harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Kepala Kepegawaian Negara. Formasi masing-masing satuan organisasi Negara disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia dengan memperhatikan norma, standar prosedur yang telah ditetapkan pemerintah. Analisis kebutuhan didasarkan atas:
a. Jenis pekerjaan adalah macam-macam pekerjaan suatu satuan organisasi.
b. Sifat pekerjaan yaitu sifat pekerjaan yang ditinjau dari sudut waktu untuk melaksanakan pekerjaan itu.
c. Beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu.
d. Prinsip pelaksanaan pekerjaan, sangat besar pengaruhnya dalam menentukan formasi.
e. Peralatan yang tersedia atau diperkirakan akan tersedia dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok akan mempengaruhi penentuan jumlah pegawai yang diperlukan karena pada umumnya makin tinggi mutu peralatan yang digunakan dan tersedia dalam jumlah yang memadahi mengakibatkan makin sedikit jumlah pegawai yang diperlukan.
f. Kemampuan keuangan Negara atau Daerah.

B. Pengadaan Pegawai (Rekruitmen Pegawai)
Pengadaan pegawai dapat terjadi pada suatu lembaga yang baru bendiri maupun yang sudah lama berdiri. Pengadaan pegawai terjadi jika:
1. Ada perluasan pekerjaan yang disebabkan oleh tujuan lembaga atau karena bertambah besarnya beban tugas.
2. Ada salah satu atau lebih pegawai yang keluar atau mutasi kekantor lain, atau karena meninggal sehingga ada lowongan formasi baru.
Untuk mendapatkan pelamar yang sebanyak-banyaknya, perekrutan harus dilakukan dengan mempergunankan semua jalan yang bersifat positf. Sumber tenaga kerja diambil dari dalam (internal) dan luar (external) perusahaan. Rekruitmen dari dalam merupakan usaha untuk kenaikan jabatan perpindahan kerja ke unit kerja bagian lain. Perekrutan dari dalam perlu memperhatikan format kualifikasi berisi informasi tentang catatan prestasi pegawai, latar belakang pendidikan dan dapat tidaknya dipromosikan. Perekrutan dari luar instansi dilakukan dengan menerima lamaran dari semua masyarakat luas yang memenuhi persyaratan.

C. Penempatan dan Penugasan Pegawai
Menurut UU Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, Pemeliharaan Pokok-pokok Kepegawaian terdapat klasifikasi sebagai berikut:
1. Pegawai negeri, yaitu mereka yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat dengan gaji.
2. Pegawai Negara, yaitu pegawai atau pejabat-pejabat yang diangkat untuk satu periode tertentu, misalnya: Presiden, menteri, anggota DPR/MPR dan lain-lain.
Pegawai negeri sendiri terdiri dari pegawai negeri sipil dan militer yang mana bagi pegawai negeri militer berlaku peraturan khusus. Untuk pegawai negeri militer berlaku peraturan khusus. Untuk pegawai negeri sipil maka dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis maka dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis yaitu:
a. Pegaawi harian
b. Pegawai bulanan
c. Pegawai sementara
d. Pegawai tetap
Prinsip dasar penempatan dan penugasan pegaawi adalah kesesuaian tugas dengan kemampuan yang dimiliki pegawai tersebut. Kepala sekolah henadaknya cermat dalam menempatkan dan memberi tugas kepada para stafnya. Harus mengetahui betul kemampuan dan kesanggupan masing-masing stafnya, baik tenaga tata usaha maupun untuk guru. Dalam kaitannya dengan pembagian tugas guru, ada beberapa hal yang harus diingat, antara lain:
a. Bidang keahlian yang dimiliki guru
b. Sistem guru kelas dan sistem guru bidang studi
c. Formasi, yaitu susuna jatah petugas
d. Beban tugas guru menurut ketentuan yaitu 24 jam
e. Kemungkinan adanya perangkapan tugas mengajarkan mata pelajaran lain jika masih kekurangan guru
f. Masa kerja dan pengalaman mengajar dalam bidang pelajaran yang ditekuni oleh guru.
kedudukan pegawai negeri sipil adalah unsure aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat yang penuh kesetian kepada Panacsila, UUD 1945, Negara dan pemerintah. Dala kedudukannya sebagai pegawai negeri sipil ini dikenal adanya kewajiban dan hak.

D. Pemeliharaan personil
Pemeliharaan personil sekolah, dalam pembahasan di sini mengacu pada pemeliharaan pegawai negeri sipil pada umumnya, yang didalamnya terdapat kewajiban dan hak pegawai negeri sipil. Hal ini diasumsikan bahwa pemeliharaan pegawai pada instansi/ lembaga pendidikan pada umumnya tudak jauh berbeda dengan ketentuan bagi negeri sipil.
1. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
Di dalam UU Nomor 8 Tahun 1974 diatur kewajiban yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut:
a) Wajib setia dan taat sepenunya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
b) Wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan yang beralaku.
c) Wajib melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh penagbdian.
d) Wajib menyimpan rahasia jabatan.
2. Hak-hak Pegawai Negeri Sipil
a) Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan tanggung jaewab dan tugasnya
b) Memperoleh cuti, antara lain: cuti tahunan, cuti besar, cuti sakit, cuti bersalin, cuti karena alasan penting, dan cuti diluar tanggungan Negara.
c) Memperoleh perawatan dan segala biaya ditanggung oleh Negara bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam menjalankan tugasnya.
d) Memperoleh tunjangan cacat setiap bulan disamping pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang ditimpa kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga menderita cacat jasmani atau rohani yang mengakibatkan tidak dapat bekerja bagi dalam jabata apapun.
e) Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

E. Pembinaan Personil
Pembinaan atau pengmbangan pegawai adalah usaha yang dilakukan untuk memajukan dan meningkatkan mutu serta efisiensi kerja seluruh tenaga personalia yang berada dalam lingkungan sekolah baik edukatif atau administratif.
1. Promosi pegawai, diartikan sebagai kenaikan pangkat yang merupakan satu jenis usaha peningkatan dan pembinaan yang meliputi system karier dan sistem prestasi kerja.
2. kenaikan pangkat, merupakan susatu penghargaan bagi seorang pegawai yang uga meruakan salah satu bentuk dari promosi.
Dalam kaitanya dengan pembinaan pegawai, hususnya PNS dalam hal kenaikan pangkat dilakukan penilaian pekerjaan dalam bentuk Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Sebagaimana dalam Pasal 20 UU No. 8 Tahun 1974. Unsur-unsur yang terdapat dalam DP3, adalah: kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prkarsa dan kepemimpinan.

F. Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja dalam pengertian ini meliputi: pemberhentian seorang pegawai yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya ssebagai pegawai. Alasan-alasan diberhantikannya pegawai sebagi berikut:
1) Pemberhentian atas permintaan sendiri
2) Pemberhentian karena mencapai batas pension
3) Pemberhentian karena adanya penyederhanaan organisasi
4) Pemberhentian karena melakukan pelanggaran/ tindak pidana penyelewengan
5) Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan rohani
6) Pemberhentian karena meninggalkan tugas
7) Pemberhentian karena meninggal dunia
8) Pemberhentian karena sebab-sebab lain.

Aspek/Fungsi Operatif dalam Administrasi Kesiswaan

Kegiatan-kegiatan yang menyangkut kegiatan operatif dalam administrasi sekolah antara lain kegiatan ketatausahaan, perbekalan kepegawaian, dan keuangan.
Kegiatan bidang administrasi kesiswaan yang dilakukan dalam tata usaha adalah berkenaan dengan proses penerimaan siswa baru dan pencatatannya, pembuatan dokumentasi data siswa dengan berbagai data kegiatannya dan pembuatan serta penyampaian laporannya.
Dengan melihat pada proses memasuki sekolah sampai siswa meninggalkannya, terdapat enam kelompok pengadministrasian, yaitu penerimaan siswa baru, pendataan siswa, laporan keadaan siswa, pencatatan prestasi, promosi dan mutasi, kenaikan dan penjurusan, serta kelulusan.

1. Penerimaan Siswa Baru
Khusus mengenai perencanaaan penerimaan siswa akan langsung berhubungan dengan proses penerimaan dan proses pencatatan atau dokumentasi data pribadi, aspek-aspek yang berkaitan dengan kemampuan akademik siswa dan aspek-aspek lain yang diperlukan dalam hal kurikuler maupun non-kurikuler.
Perencanaan penerimaan siswa harus dikaitkan dengan aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif menyangkut masalah prestasi dan kepribadian siswa yang mengharuskan dilakukannya seleksi melalui berbagai bentuk tes. biasanya tes-tes masuk seperti ini dilakukan pada sekolah-sekolah yang peminatnya banyak sehingga diharapkan berkurangnya peserta tes, sekolah tetap mampu mencapai tujuan pendidikan dan memperoleh siswa yang berkualitas tinggi. Tes masuk bukan bermaksud untuk melarang siswa yang kualitas akademiknya kurang baik untuk masuk ke sekolah-sekolah unggulan, melainkan agar siswa tetap berpacu dengan semangat belajar tinggi untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang yang cerdas.
Penerimaan siswa dari segi kuantitatif menyangkut pada penentuan jumlah siswa yang akan diterima berdasarkan kemampuan menyelenggarakan proses pendidikan yang bersifat kurikuler dan ekstrakurikuler yang berdaya guna. Untuk itu, perlu ditetapkan terlebih dahulu kemampuan daya tampung sekolah untuk semua kelas dengan mempertimbangkan jumlah kelulusan dan yang keluar karena pindah atau karena putus sekolah.
Sekolah juga harus memperhitungkan kemungkinan penambahan kelas dan penambahan guru dan fasilitas kelas. Oleh karena itu, perencanaan seperti ini seharusnya dilakukan secara berkurun dan disusun secara tertulis sebagai hasil musyawarah dewan guru agar setiap orang merasa bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan bersama itu. Dalam perencanaan, perlu dipertimbangkan pula mengenai keseimbangan dalam pembagian kelas antara jumlah siswa laki-laki dengan siswa perempuan agar terhindar dari kehidupan kelas yang pincang antara satu dengan yang lain dan tidak adanya kelompok-kelompok ekslusif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan dinamika kelas.
Dalam kegiatan penerimaan siswa baru, seorang kepala sekolah membentuk panitia yang diangkat dengan surat Keputusan atau Surat Tugas. Panitia melalui ketuanya bertanggung jawab kepada kepala sekolah. Anggota-anggota tersebut terdiri dari guru-guru dan dilengkapi dengan pegawai administratif jika ada. Diharapkan kepala sekolah tidak menjabat sebagai ketua karena peran kepala sekolah di sini adalah sebagai pemberi pengarahan dan kontrol.
Tugas yang diemban oleh panitia penerimaan siswa baru merupakan tugas yang cukup berat dikarenakan menyangkut aspek kejujuran dan obyektivitas yang apabila dilanggar akan berakibat fatal bagi sekolah beserta proses pembelajarannya.
Adapun tugas-tugas panitia penerimaan siswa baru adalah sebagai berikut:
a) Kegiatan-kegiatan tersebut mengandung aspek perencanaan, Mengeluarkan Surat Keputusan (SK)
b) Menentukan jumlah siswa yang akan diterima.
c) Menetapkan tanggal mulai dan akhir pendaftaran.
d) Memusyawarahkan dan menetapkan syarat-syarat pendaftaran serta mempublikasikan di berbagai media informasi.
e) Mempersiapkan formulir-formulir pendaftaran.
f) Mempersiapkan dan manggandakan soal-soal tes jika di sekolah tersebut diadakan tes masuk.
g) Mengatur tempat pendaftaran, tempat tes dan tempat mengoreksi hasil tes, serta menetapkan pengawas.
h) Melaksanakan pendaftaran dan tes masuk.
i) Mengumumkan hasil tes dan membagi kelompok kelas.
j) Menyusun laporan kepada kepala sekolah.
Kepala sekolah melaporkannya secara tertulis kepada Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten atau kotamadya pengorganisasian, koordinasi, serta control agar tidak terjadi penyimpangan. Di dalamnya terdapat pula kegiatan perbekalan yang menyangkut pengadaan, penyaluran, dan pemeliharaan peralatan yang diperlukan, keuangan dengan mengatur dan membukukan uang yang diperoleh dari SPP atau sumber lain.

2. Pendataan Siswa
Data siswa terdiri dari data yang bersifat tetap dan data yang dapat berkembang. Data-data tersebut diperoleh dari formulir pendaftaran yang sudah diisi. Data-data tersebut harus dihimpun dalam buku induk sebagai usaha pendataan yang bersifat kolektif dari sejak siswa pertama yang diterima di sekolah tersebut.komponen-komponen dalam buku induk meliputi keterangan tentang pribadi, tempat tinggal, kesehatan, latar belakang pendidikan, orang tua kandung, wali, kegemaran, kehadiran, perkembangan di sekolah, mutasi, akhir pendidikan, dan nilai rapor dan STTB .
Oleh karena banyaknya data yang harus ditampung, maka diperlukan buku pembantu atau Buku Nomor Urut Siswa yang hanya memuat catatan pokok, yakni tercatat semua siswa yang pernah belajar di sekolah tersebut baik yang tamat maupun berhenti atau pindah dan drop out.
Di samping itu, dibutuhkan pula buku Klapper, yaitu buku pelengkap buku induk yang dituliskan menurut abjad dan berfungsi untuk membantu petugas dalam menemukan atau mencari data dalam buku induk.
Di negara-negara maju masalah penyimpanan itu dapat diatasi dengan memasukkan data siswa ke dalam micro film sehingga menjadi kecil dan mudah dalam penyimpanan dan pemeliharaan.

3. Laporan Keadaan Siswa
Laporan merupakan aspek kontrol tidak langsung atau pengawasan dari jauh. Setiap kepala sekolah berkewajiban menyampaikan laporan mengenai keadaan siswa di sekolahnya masing-masing. Laporan tentang data keseluruhan siswa disampaikan sekurang-kurangnya setahun sekali dalam bentuk data kuantitatif dalam laporan berupa tabel.
Di samping laporan keadaan siswa secara keseluruhan, pada awal tahun ajaran setelah penerimaan siswa, kepala sekolah berkewajiban membuat dan menyampaikan laporan penerimaan siswa baru.
Di samping itu sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap usaha mengembangkan kemajuan belajar siswa-siswanya. Kemajuan belajar ini secara periodik harus dilaporkan terutama kepada orang tua siswa. Ini semua merupakan tanggungjawab pimpinan sekolah. Oleh karena itu, pimpinan harus tahu benar-benar kemajuan belajar anak-anak di sekolahnya. Ia harus mengenal anak-anak beserta latar belakang masalahnya. Laporan hasil kemajuan belajar hendaknya tidak dianggap sebagai kegiatan rutin saja, tetapi mempunyai maksud agar orang tua siswa juga ikut berpartisipasi secara aktif dalam membina belajar anak-anaknya.
Laporan dalam hal ini berhubungan dengan peserta didik antara lain :
a) Statistik presensi siswa
b) Buku laporan keadaan siswa
c) Buku induk
d) Klapper
e) Buku daftar kelas
f) Buku laporan pendidikan (raport) catatan pribadi
g) Daftar presensi.

4. Pencatatan prestasi belajar
Pencatatan prestasi belajar merupakan pencatatan untuk seluruh sekolah, masing-masing kelas,dan ada yang untuk siswa sebagai perseorangan. Beberapa yang termasuk catatan prestasi belajar antara lain:
a) Buku daftar nilai, yaitu buku tempat mencatat nilai hasil belajar secara langsung dari kertas pekerjaan, ditangani guru mata pelajaran yang bersangkutan, dan memuat nilai semua siswa. Dari buku ini akan dihasilkan nilai akhir yang nantinya akan dimasukkan ke dalam buku rapor.
b) Buku legger, berisi kumpulan nilai untuk semua bidang studi yang diajarkan di sekolah dalam satu periode. Buku legger yang lengkap ada dua, yaitu legger kelas, dan legger sekolah.
c) Buku rapor, merupakan buku yang memuat laporan hasil belajar siswa selama mengikuti pelajaran di suatu sekolah. Buku rapor berfungsi sebagai laporan hasil kerja sekolah kepada orang tua atau wali siswa,di samping bagi siswa dapat memberi gambaran tentang kemampuan dirinya.

5. Promosi dan mutasi
Promosi atau kenaikan kelas adalah perpindahan siswa dari suatu kelas ke kelas lainnya yang lebih tinggi setelah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Promosi/ kenaikan kelas dilaksanakan dengan berpedoman kepada norma-norma kenaikan kelas yang ditetapkan bersama antara semua guru dan kepala sekolah dalam rapat kenaikan kelas. Keputusan kenaikan kelas ini hendaknya diambil dari landasan yang mewakili sosok siswa secara utuh, baik ditinjau dari ranah kognitif, afektif, maupun psikomotornya.
Promosi harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dalam arti harus dipertimbangkan beberapa prinsip dasar yang periling, yaitu bahwa:
a) Promosi harus dilaksanakan atas dasar pertimbangan keadaan siswa secara pribadi.
b) Promosi harus mempertimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dicapai oleh siswa.
c) Promosi harus mempertimbangkan laju perkembangan prestasi yang dicapai siswa.
d) Promosi harus mempertimbangkan mata pelajaran-mata pelajaran yang akan ditempuh siswa di kelas yang lebih tinggi.
Mutasi merupakan perpindahan siswa dari satu sekolah ke sekolah lainnya karena alasan-alasan tertentu. Mutasi adalah hak setiap siswa, oleh karena itu sekolah harus dapat memberi kesempatan kepada siswanya yang akan menggunakan haknya itu. Mutasi harus dilakukan melalui prosedur tertentu dan dicatat oleh kedua sekolah, sekolah asal dan sekolah tujuan.
Mutasi siswa dimaksudkan sebagai perpindahan siswa baik di dalam sekolah sendiri ( mutasi intern), maupun ke luar sekolah (mutasi ekstern). Mutasi intern terjadi apabila siswa mengaami perpindahan kelas atau naik tingkat. Sedangkan mutasi ekstern yaitu mutasi yang terjadi apabila siswa keluar dari sekolah karena tamat belajar, berhenti mengikuti orang tua, dan sebagainya.

6. Kenaikan dan Penjurusan
Seorang murid dikatakan naik kelas apabila telah berhasil menyelesaikan standar kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan pada sekolah tertentu. Murid yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal dapat mengikuti remedial sesuai dengan ketentuan sekolah, apakah remedial dilaksanakan diakhir ujian kompetensi, dan disela-sela pembelajaran kompetensi selanjutnya. Ataupun mengulang kembali dikelas awal (tidak naik kelas).
Petunjuk penjurusan dikeluarkan oleh Menteri pendidikan dan kebudayaan dan berlaku untuk seluruh Indonesia. Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan kebudayaan hanya membuat petunjuk pelaksanaannya saja. Hal-hal yang dipedomankan dari pusat mengenai penjurusan antara lain persyaratan penentuan murid dimasukkan kedalam jurusan-jurusan tertentu yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor berikut:
a) Potensi murid, yaitu dilihat dari prestasi belajar ataupun tes bakat.
b) Minat murid
c) Daya tampung untuk setiap jurusan sekolah yang bersangkutan.
Dalam hal ini, Kanwil Depdikbud menentukan atau mengatur pelaksanaan tes bakat jika sekolah mengalami kesulitan dalam hal tersebut.

7. Kelulusan
Apabila siswa telah menamatkan (selesai dan lulus) semua mata pelajaran atau telah menempuh kurikulum sekolah dengan memuaskan, maka siswa berhak mendapatkan surat tanda tamat belajar dari kepala sekolah. Dalam hal yang demikian, siswa sudah tidak mempunyai hak lagi untuk tetap tinggal di sekolah yang bersangkutan karena dianggap telah menguasai semua mata pelajaran atau kurikulum sekolah.
Tamat belajar untuk sekolah menengah, pada dasarnya merupakan pencapaian salah satu tangga untuk pendidikan lebih lanjut, atau pencapaian suatu keterampilan yang dapat dipergunakan untuk menopang kehidupannya di masyarakat.
Powered By Blogger