Translate

Kamis, 23 Desember 2010

Model Lesson Study

Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki / menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:

a. Perencanaan.

b. Praktek mengajar.

c. Observasi.

d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.

2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.

3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.

4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.

5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.

6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).

Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:

- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.

- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

Model Examples Non Examples

Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.

Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)

Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.

Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.

Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Metode Team Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:

1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

Metode Jigsaw

Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.

Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.

c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Numbered Heads Together (NHT)

Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.

Kelebihan:

* Setiap siswa menjadi siap semua.
* Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
* Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan:

* Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
* Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Picture and Picture

Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.

Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.

Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.

Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Cooperative Script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.

Kelebihan:

* Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
* Setiap siswa mendapat peran.
* Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.

Kekurangan:

* Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
* Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

Problem Based Instruction (PBI)

Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Langkah-langkah:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Kelebihan:

1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

Kekurangan:

1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Metode pemecahan masalah (problem solving)

Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:

1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

Metode Role Playing

Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:

Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Macam-macam Metode Pembelajaran

a. Metode Tanya jawab

Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan mengahasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami materi tersebut. Metoda Tanya Jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.

b. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian materi melalui pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi yang pemecahannya sangat terbuka. Suatu diskusi dinilai menunjang keaktifan siswa bila diskusi itu melibatkan semua anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan masalah.

Jika metoda ini dikelola dengan baik, antusiasme siswa untuk terlibat dalam forum ini sangat tinggi. Tata caranya adalah sebagai berikut: harus ada pimpinan diskusi, topik yang menjadi bahan diskusi harus jelas dan menarik, peserta diskusi dapat menerima dan memberi, dan suasana diskusi tanpa tekanan.

c. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Pemberian tugas dapat secara individual atau kelompok. Pemberian tugas untuk setiap siswa atau kelompok dapat sama dan dapat pula berbeda.

Agar pemberian tugas dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran, maka: 1) tugas harus bisa dikerjakan oleh siswa atau kelompok siswa, 2) hasil dari kegiatan ini dapat ditindaklanjuti dengan presentasi oleh siswa dari satu kelompok dan ditanggapi oleh siswa dari kelompok yang lain atau oleh guru yang bersangkutan, serta 3) di akhir kegiatan ada kesimpulan yang didapat.

d. Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya. Di dalam TIK, percobaan banyak dilakukan pada pendekatan pembelajaran analisis sistem terhadap produk teknik atau bahan.

Percobaan dapat dilakukan melalui kegiatan individual atau kelompok. Hal ini tergantung dari tujuan dan makna percobaan atau jumlah alat yang tersedia. Percobaan ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, bila alat yang tersedia hanya satu atau dua perangkat saja.

e. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, benda, atau cara kerja suatu produk teknologi yang sedang dipelajari. Demontrasi dapat dilakukan dengan menunjukkan benda baik yang sebenarnya, model, maupun tiruannya dan disertai dengan penjelasan lisan.

Demonstrasi akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh guru dan selanjutnya dilakukan oleh siswa. Metoda ini dapat dilakukan untuk kegiatan yang alatnya terbatas tetapi akan dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang oleh siswa.

f. Metode Tutorial/Bimbingan

Metode tutorial adalah suatu proses pengelolaan pembelajaran yang dilakukan melalui proses bimbingan yang diberikan/dilakukan oleh guru kepada siswa baik secara perorangan atau kelompok kecil siswa. Disamping metoda yang lain, dalam pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar, metoda ini banyak sekali digunakan, khususnya pada saat siswa sudah terlibat dalam kerja kelompok.

Peran guru sebagi fasilitator, moderator, motivator dan pembimbing sangat dibutuhkan oleh siswa untuk mendampingi mereka membahas dan menyelesaikan tugas-tugasnya

Penyelenggaraan metoda tutorial dapat dilakukan seperti contoh berikut ini:

- Misalkan sebuah kelas dalam bahan ajar Pengerjaan Kayu 2, jam pelajaran pertama digunakan dalam bentuk kegiatan klasikal untuk menjelaskan secara umum tentang teori dan prinsip.

- Kemudian para siswa dibagi menjadi empat kelompok untuk membahas pokok bahasan yang berbeda, selanjutnya dilakukan rotasi antar kelompok.

- Sementara para siswa mempelajari maupun mengerjakan tugas-tugas, guru berkeliling diantara para siswa, mendengar, menjelaskan teori, dan membimbing mereka untuk memecahkan problemanya.

- Dengan bantuan guru, para siswa memperoleh kebiasaan tentang bagaimana mencari informasi yang diperlukan, belajar sendiri dan berfikir sendiri.

Rabu, 22 Desember 2010

Guru, Siswa, Belajar dan Do'a.

Seringkali kali dalam suatu pembelajaran banyak siswa yang tidak berminat terhadap suatu pelajaran tertentu, baik karena sikap gurunya ataupun materi yang disampaikan kurang menarik dan berkenan di hati para siswa.

Ketidaktertarikan siswa ini bisa ditampilkan dalam bentuk pembangkangan, ribut ataupun mungkin dengan cara yang lebih sopan, misalnya dengan bertanya kepada guru tentang “apa manfaatnya bagiku” belajar materi ini. Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidakberhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.

Sepintas, pertanyaan “apa manfaatnya bagiku” ini agak sepele dan tidak perlu pembahasan lebih lanjut. Akan tetapi bagi siswa, hal ini penting untuk diketahui karena menyangkut keaktifan dalam merespon materi pembelajaran, dan rasa aman di dalam mengahadapi masa depan mereka. Sebagaima dikatakan Arden N. Fardesen bahwa hal yang mendorong seorang siswa untuk belajar adalah:
1.Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang amat luas.
2.Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3.Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman.
4.Adanya uasaha untuk memperbaiki kegagalaan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koprasi maupun dengan kompetisi.
5.Adanya usaha untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
6.Adanya ganjaran atau hukuman sebagai konsekwensi dari belajar.

Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya. Hal ini senada dengan pendapat Moh. Surya (1997) tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai :

1.Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;

2.Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;

3.Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;

4.model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik; dan

5.Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.

Guru seringkali terjebak dalam pemecahan masalah “apa manfaatnya bagiku” dengan menggunakan metode-metode yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Dari beberapa metode dan pendekatan yang digunakan, ada satu hal yang kiranya bisa dijadikan ‘alternative’ untuk memecahkan masalah tersebut terlepas dari cara yang telah dilakukan oleh guru seperti memperjelas tujuan yang ingin dicapai, membangkitkan minat siswa, menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, memberi pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa, memberikan penilaian, memberi komentar terhadap hasil pekerjaan siswa, dan menciptakan persaingan dan kerja sama yang sehat. Alternatif ini sangat murah dan mudah dilakukan, tanpa perlu mempelajari teori yang rumit yaitu berdoa.

Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.

Cobalah tambahkan doa dalam memulai dan mengakhiri pembelajaran kita dengan doa seperti ini “semoga pembelajaran hari ini bisa bermanfaat buat masa depan kalian”, “mudah-mudahan Allah SWT memberikan keberkahan terhadap ilmu yang baru saja kalian pelajari” atau mungkin dengan doa-doa lain yang lebih khusus. Ternyata hal ini sejalan dengan firman Allah “Berdoalah kamu kepadaKu niscaya Aku perkenankan doa permohonan kamu” (QS: Al-Mukmin:60).

Jadi, kalau selama ini anak-anak kita membangkang, ribut dan tidak menyenangi materi yang kita sampaikan, atau ilmu yang disampaikan oleh kita dirasakan tidak bermanfaat oleh anak didik kita, boleh jadi karena kita kurang mendoakan mereka atas ilmu yang telah dipelajarinya. Dengan dilantunkannya doa oleh guru buat murid, maka akan terjalin pola pembelajaran dalam suasana takaful yaitu perasaan senasib dan sepenanggungan; semangat saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran di dalam mencapai tujuan belajar. Dengan melafadzkan do'a pada awal dan akhir pembelajaran akan tercipta check-and-balance dan menjadikan do'a sebagai parameter kesuksesan pembelajaran kita.

Rosulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mendoakan keburukan kepada diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada anak-anak kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada pelayan-pelayan kalian, dan janganlah mendoakan keburukan kepada harta kalian. Janganlah kalian mendoakan keburukan sebab jika waktu doa kalian bertepatan dengan saat-saat dikabulkannya doa, maka Allah akan mengabulkan doa kalian (yang buruk itu).” (HR. Abu Dawud). Semoga kita termasuk guru-guru yang senantiasa memanfaatkan akal dan mendoakan para siswanya untuk kemajuan pembelajaran. Amiin

Jumat, 12 November 2010

Kelebihan dan Kelemahan Active Learning

Dari pembahasan mengenai active learning di atas dapat ditemukan banyak kelebihan dari konsep active learning itu sendiri, diantaranya sebagai berikut:
1. Berpusat pada peserta didik
2. Penekanan pada menemukan pengetahuan bukan menerima pengetahuan
3. Sangat menyenangkan
4. Memberdayakan semua potensi dan indera peserta didik
5. Menggunakan metode yang bervariasi
6. Menggunakan banyak media
7. Disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada

Namun tidak sedikit pula ditemukan beberapa kelemahan dari pembelajaran active learning diantaranya adalah sebagai berikut:
i. Peserta didik sulit mengorientasikan pemikirannya, ketika tidak didampingi oleh pendidik
ii. Pembahasan terkesan ke segala arah atau tidak terfokus.

Aplikasi Active Learning

Ada empat macam aplikasi active learning (dalam cakupan yang masih umum). Keempat macam tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Dialog dengan diri sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topik yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaiman mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.

2. Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika guru membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari.

3. Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu guru atau teman mereka sendiri.

4. Doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan lain sebagainya.

Writing In The Here And Now (Menulis Pengalaman)

Menulis membantu peserta didik merefleksikan pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami. Cara dramatik untuk memajukan refleksi independen adalah meminta peserta didik menulis laporan tindakan saat sekarang dari sebuah pengalaman yang telah mereka alami. (Seolah-olah tindakan itu terjadi di sini dan sekarang).
Prosedur:
1. Pilihlah jenis pengalaman yang anda inginkan untuk ditulis oleh siswa. Ia bisa berupa peristiwa masa lampau atau akan datang. Diantara kemungkinan-kemungkinan itu adalah:
a. Problem baru
b. Peristiwa keluarga
c. Hari pertama di pekerjaan baru
d. Presentasi
e. Pengalaman dengan teman
f. Situasi belajar
2. Informasikan kepada peserta didik tentang pengalaman yang telah mereka pilih untuk tujuan penulisan reflektif. Beri tahu mereka bahwa cara yang berharga untuk merefleksikan pengalaman adalah mengenangkan atau mengalaminya untuk pertama kali di sini dan sekarang. Dengan demikian tindakan itu menjadikan pengaruh lebih jelas dan lebih dramatik daripada menulis tentang sesuatu di sana dan kemudian atau di masa depan yang jauh.
3. Persiapkan permukaan yang jelas untuk ditulis. Bangunlah privasi dan ketenangan.
4. Perintahkan peserta didik menulis, saat sekarang, tentang pengalaman yang telah dipilih. Perintahkan mereka untuk memulai awal pengalaman dan menulis apa yang sedang mereka dan lainnya lakukan dan rasakan, seperti,” Saya sedang berdiri di hadapan teman-teman kelas menyampaikan presentasi. Saya sebenarnya ingin tampak percaya diri……” Ajaklah peserta didik untuk menulis sebanyak mungkin yang mereka inginkan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perasaan-perasaan yang dihasilkannya.
5. Berilah waktu yang cukup untuk menulis. Peserta didik seharusnya tidak merasa terburu-buru. Ketika mereka selesai, ajaklah mereka untuk membacakan tentang refleksinya di sini dan sekarang.
6. Diskusikan tindakan-tindakan baru yang bisa mereka lakukan di masa depan.
Variasi:
i. Untuk membantu peserta didik masuk dalam suasana hati untuk tulisan reflektif, pertama, lakukanlah latihan khayalan mental atau adakan diskusi kelompok yang relevan dengan topik yang anda tugaskan.
ii. Minta para peserta didik untuk melakukan sharing apa yang telah mereka tulis. Alteratif pertama, adalah mengajak beberapa sukarelawan untuk membaca hasil karyanya. Alternatif kedua, adalah meminta partner agar mereka membagi tulisan satu sama lain.

Learning Tournament ( Turnamen Belajar)

Teknik ini merupakan suatu bentuk yang disederhanakan dari” Teams Games Tournament”. Teknik ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawannya. Teknik ini juga menggabungkan satu kelompok belajar dan kompetisi tim, dan dapat dipergunakan untuk mengembangkan pelajaran macam-macam fakta, konsep, dan keahlian yang luas.
Prosedur:
1. Bagilah peserta didik dalam tim yang terdiri dari 2-8 orang anggota. Masing-masing tim harus memiliki jumlah yang sama (kalau tidak dapat, anda harus membuat skor rata-rata untuk setiap tim).
2. Berilah materi untuk dibahas bersama.
3. Kembangkan beberapa pertanyaan untuk menguji pemahaman dan atau mengingat materi pengajaran. Gunakan bentuk yang menggunakan skor mudah, seperti pilihan ganda, isilah titik, betul atau salah, atau istilah untuk didefinisikan. Dalam sebuah mata pelajaran kelas computer, contohnya peserta didik diberikan istilah seperti dibawah ini:
 Cascade: Satu cara untuk mengatur Windows
 Icon: Representasi grafis elemen-elemen
 Multitasking: Kemampuan komputer lebih cepat dari benda dalam sesaat
 Path: Letak file dalam directory
 Attribute: Informasi tentang file
4. Berikan satu serangkaian pertanyaan pada peserta didik. Menunjuk hal ini sebagai “babak pertama” untuk turnamen belajar. Setiap peserta didik harus menjawab pertanyaan secara pribadi.
5. Setelah pertanyaan-pertanyaan diberikan, sediakan jawaban dan mintalah peserta didik menghitung pertanyaan yang mereka jawab secara benar. Kemudian suruhlah mereka menyatakan skor mereka pada anggota lain dalam tim tersebut untuk mendapat skor tim. Umumkan skor masing-masing tim.
6. Mintalah tim mempelajari lagi turnamen pada babak dua. Kemudian mintalah tes pertanyaan yang lebih banyak sebagai bagian” babak kedua”. Mintalah sekali lagi tim menyatakan skornya dan tambahan satu skor kepada gilirannya.
7. Anda dapat melakukan beberapa ronde seperti yang anda sukai. Akan tetapi, pastikan membolehkan tim memiliki sesi untuk belajar antara ronde (lama turnamen belajar dapat bervariasi, mungkin 20 menit atau beberapa jam).
Variasi:
i. Beri hukuman kepada peserta didik yang menjawab salah dengan memberi skor nilai 2 atau 3. Kalau mereka tidak yakin akan jawaban, jawaban kosong dihitung 0.
ii. Buat penampilan seri kecakapan sebagai basis untuk turnamen

Active Knowledge Sharing (Berbagi Pengetahuan Secara Aktif)

Ini adalah sebuah cara yang bagus untuk menarik para peserta didik dengan segera kepada materi pelajaran anda. Anda dapat menggunakannya untuk mengukur tingkat pengetahuan para peserta didik selagi, pada saat yang sama, melakukan beberapa bangunan tim (team building). Strategi tersebut bekerja dengan beberapa pelajaran dan dengan beberapa materi pelajaran.
Prosedur:
1. Siapkan sebuah daftar pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan anda ajarkan. Anda dapat menyertakan beberapa atau semua dari berbagai kategori berikut ini:
o Kata-kata yang harus didefinisikan (misalnya,” Apa makna’ ambivalen’?”)
o Pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda mengenai fakta-fakta atau konsep-konsep (misalnya,” Sebuah tes psikologi valid atau sah jika tes itu (a) mengukur sebuah sifat secara konsisten dengan waktu yang lama dan (b) mengukur isi apa yang harus diukur.”)
o Orang-orang yang harus dikenali (misalnya,” Siapa George Washington Carver itu?”)
o Pertanyaan-pertanyaan mengenai aksi-aksi yang dapat diambil seseorang dalam situasi-situasi tertentu (misalnya,” Bagaimana anda mendaftar untuk dipilih?”)
o Kalimat-kalimat yang tidak lengkap (misalnya,” A…….mengidentifikasi kategori-kategori tugas dasar yang dapat anda tunjukan dengan sebuah program komputer.”)
Sebagai contoh, seorang guru sejarah dapat memulai suatu pelajaran tentang abad ke-20 dengan membagi-bagikan kuis berikut ini:
a. Apa yang terjadi pada tahun-tahun berikut ini: 1918, 1929, 1945, 1963, 1984?
b. Identifikasilah hal-hal berikut ini:
 Mussolini
 Chamberlain
 Trotsky
 Mao
 Mc Carthy ( Joseph dan Eugene)
c. Menurut pendapat anda, apa peristiwa terpenting pada abad ke-20?
2. Mintalah para peserta didik menjawab berbagai pertanyaan sebaik yang mereka bias.
3. Kemudian, ajaklah mereka berkeliling ruangan, dengan mencari peserta didik yang lain yang dapat menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui bagaimana menjawabnya. Doronglah para peserta didik untuk saling membantu satu sama lain.
4. Kumpulkan kembali kelas penuh dan ulaslah jawaban-jawabannya. Isilah jawaban-jawaban yang tidak diketahui dari beberapa peserta didik. Gunakan informasi itu sebagai jalan memperkenalkan topik-topik penting di kelas itu.
Variasi:
i. Berilah masing-masing peserta didik sebuah kartu indeks. Mintalah mereka menulis sebuah informasi yang mereka yakini akurat mengenai materi pelajaran. Ajaklah para peserta didik itu bergerak, dengan berbagi apa yang telah mereka tulis dalam kartu-kartu mereka. Doronglah mereka untuk menulis informasi baru yang dikumpulkan dari peserta didik yang lain. Ketika kelompok sudah penuh, ulaslah informasi yang dikumpulkan tersebut.
ii. Lebih baik pergunakan pertanyaan-pertanyaan opini daripada pertanyaan faktual, atau campurlah pertanyaan faktual dengan pertanyaan opini.

Class Concern ( Perhatian Terhadap Aktivitas Kelas)

Para peserta didik biasanya memegang beberapa kepedulian terhadap suatu pelajaran yang mereka hadiri untuk pertama kali, khususnya jika pelajaran itu bercirikan belajar aktif. Kegiatan ini memungkinkan kepedulian ini untuk diungkapkan dan didiskusikan secara terbuka, namun dengan cara yang aman.
Prosedur:
1. Jelaskan kepada siswa bahwa mereka mungkin memiliki kepedulian terhadap pelajaran. Kepedulian ini mungkin mencakup beberapa hal berikut ini:
o Berapa sulit pekerjaan atau mungkin pekerjaan tersebut menghabiskan waktu.
o Bagaimana berpartisipasi dengan bebas dan menyenangkan.
o Bagaimana siswa berfungsi dalam kelompok belajar yang kecil.
o Bagaimana memilih guru.
o Cara yang mudah membaca materi.
o Jadwal waktu untuk mata pelajaran itu.
2. Cantumkan bagian persoalan pada sebuah papan atau flip chart. Dapatkan yang lain dari para anggota kelas.
3. Tentukan prosedur pemilihan yang memungkinkan kelas itu memilih 3 besar atau 4 masalah penting.
4. Bentuklah kelas ke dalam 3 atau 4 sub-kelompok. Ajaklah masing-masing kelompok untuk menguraikan tentang salah satu dari masalah tersebut. Mintalah mereka menjadikan persoalan tersebut secara spesifik.
5. Mintalah setiap kelompok merangkum hasil diskusi untuk semua kelas. Dapatkan reaksi-reaksinya.
Variasi:
 Mintalah kelompok memikirkan beberapa solusi baik yang dapat dilakukan oleh peserta didik maupun pengajar untuk mempermudah kepedulian yang telah ditentukan bagi mereka.
 Daripada mengakhiri kegiatan tersebut dengan beberapa laporan kelompok, ciptakan sebuah panel atau diskusi fishbowl.

The Company You Keep ( Mencari Teman Membentuk Kelompok)

Teknik ini memperkenalkan gerakan fisik tepat sejak awal dan membantu peserta didik lebih saling mengenal satu sama lain. Aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan banyak menyenangkan.
Prosedur:
1. Buatlah sebuah daftar kategori yang anda pikir mungkin tepat dalam sebuah kegiatan untuk lebih mengenal pelajaran yang anda sampaikan. Kategori-kategori ini antara lain sebagai berikut:
o Bulan kelahiran
o Orang-orang yang suka atau tidak suka ( mengidentifikasi sebuah kesukaan, seperti puisi, bermain peran, ilmu pengetahuan, atau komputer)
o Kesukaan (mengidentifikasi beberapa hal, seperti buku, lagu atau restoran fast food)
o Tangan yang anda gunakan untuk menulis
o Warna sepatu anda
o Setuju atau tidaknya dengan beberapa pernyataan opini tentang sebuah isu hangat (misalnya,” Jaminan pemeliharaan kesehatan hendaknya bersifat universal.”)
Anda dapat juga menggunakan berbagai kategori yang secara langsung mengaitkan dengan pelajaran yang anda ajarkan, seperti berikut ini:
• Pengarang favorit
• Orang-orang yang setuju atau tidak setuju (identifikasilah sebuah persoalan yang dikaitkan dengan topik pelajaran anda)
• Orang-orang yang tahu atau tidak tahu siapa atau apa (identifikasilah orang atau konsep yang dikaitkan dengan topik pelajaran anda)
2. Bersihkan ruang lantai agar peserta didik dapat berkeliling dengan bebas.
3. Sebutlah sebuah kategori. Arahkan para peserta didik untuk menentukan secepat mungkin semua orang yang akan mereka kaitkan dengan kategori yang ada. Sebagai contoh, para penulis dengan tangan kanan dan penulis dengan tangan kiri akan terpisah menjadi dua kelompok, atau orang-orang yang sepakat dengan sebuah pernyataan yang akan terpisah dari orang-orang yang tidak setuju. Jika kategori tersebut berisi lebih dari dua pilihan (misalnya, bulan kelahiran peserta didik), mintalah peserta didik berkumpul dengan orang-orang yang menyukai mereka, yang dengan demikian membentuk beberapa kelompok.
4. Ketika peserta didik telah membentuk kelompok-kelompok yang tepat, mintalah mereka berjabatan tangan dengan teman yang mereka jaga. Ajaklah semua untuk mengamati secara tepat berapa banyak orang yang ada di dalam kelompok-kelompok yang berbeda.
5. Lanjutkan segera pada kategori berikutnya. Jagalah peserta didik tetap bergerak dari kelompok ke kelompok ketika anda mengumumkan kategori-kategori baru.
6. Kumpulkan kembali seluruh kelas. Diskusikan perbedaan peserta didik yang muncul dari latihan tersebut.
Variasi:
i. Mintalah peserta didik agar lebih menentukan seseorang yang berbeda dengan mereka daripada orang yang sama. Sebagai contoh, anda mungkin meminta peserta didik untuk mencari seseorang yang mempunyai mata dengan warna yang berbeda dari yang lain. (Kapanpun tidak ada jumlah peserta didik yang sama dalam kategori-kategori yang berbeda, maka berikan lebih dari satu orang dari sebuah kelompok untuk berkerumun dengan orang dari kelompok lain).
ii. Ajaklah peserta didik untuk mengusulkan berbagai kategori.

Active Learning (Pembelajaran Aktif)

Seperti banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan belajar atau mengajar, memang belajar aktif atau active learning tidak mudah didefinisikan secara sederhana. Beberapa kutipan definisi active learning atau belajar aktif:
i. Murid menggunakan otaknya untuk mempelajari gagasan, memecahkan masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
ii. Strategi pembelajaran yang membuat murid lebih terlibat dalam mata pelajaran, interaksi sosial, dan sedikit kompetisi.
iii. Murid aktif dengan penuh semangat menerima tanggung jawabnya untuk belajar.
iv. Menempatkan murid pada suatu situasi yang membuat mereka membaca, berbicara, mendengarkan, berpikir keras dan menulis.
Hal-hal tentang pengertian active learning yang ada diatas tersebut merupakan hanya tentang sebuah kutipan. Dan menurut beberapa para tokoh definisi active learning dapat diartikan sebagai berikut:
• Silberman, M. 1996. Belajar aktif, murid melakukan sebagian besar dari pekerjaan. Mereka menggunakan otaknya untuk mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan masalah-masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif disini bersifat berjalan dengan cepat, menyenangkan, memberikan dukungan dan melibatkan diri.
• Glasgow. 1996. Belajar aktif, berusaha sungguh-sungguh untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar pada belajarnya sendiri. Mereka mengambil peran yang lebih dinamis dalam menentukan bagaimana dan apa yang mereka akan ketahui, apa yang seharusnya mereka bisa lakukan, dan bagaimana mereka akan melakukannya. Peran mereka kemudian berkembang lebih jauh ke pengelolaan pendidikan diri dan memotivasi diri menjadi kekuatan lebih besar di belakang belajar.
• Model dan Michael. 1993. Tokoh ini mendefinisikan tentang lingkungan belajar aktif, yang mana artinya adalah suatu lingkungan dimana murid didorong secara individual untuk terlibat di dalam proses membangun model mental mereka sendiri dari informasi yang mereka peroleh.
• UC Davis TAC Handbook. Belajar aktif adalah suatu pendekatan belajar yang melibatkan murid sebagai “gurunya sendiri”. Perlu diingat murid aktif adalah pendekatan bukan pada metodenya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa active learning atau belajar aktif ini menekankan atau pada intinya siswa menjadi pusat belajar yang dimana:
 Keterlibatan para siswa tidak hanya sekedar mendengar .
 Fokus pembelajaran tidak pada mentransformasikan informasi, melainkan lebih kepada pengembangan kurikulum.
 Siswa dilibatkan dalam tingkatan berpikir yang lebih tinggi (analisis, sintesis, evaluasi).
 Siswa memiliki keterikatan pada berbagai aktivitas.
 Fokus pembelajaran terbesar adalah mengembangkan minat eksplorasi siswa sesuai sikap dan penilaian mereka.

Minggu, 31 Oktober 2010

Etika, Moral dan Ilmu Pengetahuan

Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral. Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu, dengan argumen bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executornya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau buruk, yang baik itulah materi kewajiban eksekutor dalam situasi ini.

Peranan moral akan sangat kentara ketika perkembangan ilmu terjadi pada saat tahap peralihan dari kontemplasi ke tahap manipulasi. Pada tahap kontemplasi, masalah moral berkaitan dengan metafisik keilmuan, sedangkan pada tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu dihadapkan pada kenyataan, maka yang dibicarakan adalah tentang aksiologi keilmuan.

Sebelum menentukan sejauhmana peran moral dalam penggunaan ilmu atau teknologi, ada dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan moral. Kelompok pertama, memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Kelompok kedua, berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Hal ini ditegaskan oleh Charles Darwin bahwa kesadaran kita akan moral dalam menggunakan ilmu kita seyogyanya menggunakan pikiran kita.

Analisa perkembangan selanjutnya dengan apa yang sudah terjadi, kelompok yang mengedepankan nilai moral mengkhawatrirkan terjadinya de humanisasi, di mana martabat manusia menjadi lebih rendah, manusia akan dijadikan obyek aplikasi teknologi kelimuan. Hal ini berkaitan peristiwa yang terjadi selama ini, yaitu : (1) Secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya Perang Dunia II. (2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan sangat esoterik (hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja) sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui akses-akses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan. (3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaannya yang paling hakiki seperti pada revolusi genetika dan teknik perubahan sosial.

Persoalan baru yang muncul saat menerapkan nilai moral ialah konflik yang menimbulkan dilema nurani mana yang baik, benar, yang mana yang tidak dan mana yang selayaknya. Disinilah, etika memainkan peranannya, etika berkaitan dengan “apa yang seharusnya” atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan serta apa yang salah dan apa yang benar. Menurut J.Osdar, oleh filsuf Yunani kuno, Aristoteles, kata etika dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Kata moral punya arti sama dengan kosakata etika. Kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos (jamaknya mores). Artinya kebiasaan, adat. Di sini kata moral dan etika punya arti sama.

Teori–Teori Etika

1. Konsekuensialisme. Teori ini menjawab “apa yang harus kita lakukan”, dengan memandang konsekuensi dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah konsekuensi yang membawa paling banyak hal yang menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat paling besar dari teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan dampak aktual sebuah keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana orang terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak menyediakan standar untuk mengukur hasilnya.
2. Deontologi, berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Teori ini menganut bahwa kewajiban dalam menentukan apakah tindakannya bersifat etis atau tidak, dijawab dengan kewajiban-kewajiban moral. Suatu perbuatan bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang pada tanggungjawab. Jadi yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan, karena hanya dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini dipastikan tidak akan menyalahkan moral. Manfaat paling besar yang dibawakan oleh etika deontologis adalah kejelasan dan kepastian. Problem terbesar adalah bahwa deontologi tidak peka terhadap konsekuensi-konsekuensi perbuatan. Dengan hanya berfokus pada kewajiban, barangkali orang tidak melihat beberapa aspek penting sebuah problem.
3. Etika Hak. Teori ini memandang dengan menentukan hak dan tuntutan moral yang ada didalamnya, selanjutnya dilema-dilema ini dipecahkan dengan hirarkhi hak. Yang penting dalam hal ini adalah tuntutan moral seseorang yaitu haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Teori hak ini pantas dihargai terutama karena terkanannya pada nilai moral seorang manusia dan tuntutan moralnya dalam suatu situasi konflik etis. Selain itu teori ini juga menjelaskan bagiaman konflik hak antar individu. Teori ini menempatkan hak individu dalam pusat perhatian yang menerangkan bagaimana memecahklan konflik hak yang bisa timbul.
4. Intuisionisme, teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan demikian seorang intuisionis mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi, kewajiban atau hak. Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan-kemunginan yang terjadi tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan tersebut karena kita tidak dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan.

Sabtu, 30 Oktober 2010

Validitas Sebuah Instrumen Tes

1. Pengertian validitas. Sebuah tes dikatakan valid jika tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebenarnya pembicaraan validitas ini bukanlah ditekankan pada tes itu sendiri tetpi pada hasil pengetesan atau skornya.
Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua akan diperoleh validitas empiris (empirical validity).
Validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjukkan pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh suatu instrumen, yaitu: validitas isi dan validitas konstrak.
Sebuah instrumen dikatakan memiliki valisitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Sebagai contoh, seseorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila dalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Dengan demikian, validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui pengalaman.
Ada dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen dengan kriterium atau sebuah ukuran. Kriterium yang digunakan sebagai pembanding kondisi instrumen dimaksud ada dua macam, yaitu: yang sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi di waktu yang akan datang. Bagi instrumen yang kondisinya sudah sesuai dengan kreterium yang sudah tersedia disebut memiliki validitas ”ada sekarang” (concurrent validity). Sedangkan instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang diramalkan akan terjadi, disebut memiliki validitas ramalan atau validitas prediksi (predictive validity).
2. validitas isi mengandung arti bahwa suatu instrumen dipandang valid apabila sesuai dengan isi kurikulum yang hendak diukur.
3. validitas konstruk mengandung arti bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika telah cocok dengan konstruksi teoritik dimana tes itu dibuat. Atau apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam indikator.
4. validitas prediktif menunjukkan kepada hubungan antara tes skor yang diperoleh peserta tes dengan keadaan yang akan terjadi diwaktu yang akan datang.
5. validitas konkuren menunjukkan pada hubungan antara skor tes dengan yang dicapai sekarang. Mislanya seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum. Untuk dapat ini diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya dimiliki. Misalnya nilai ulangan sumatif yang lalu.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi validitas instrumen.
a) Faktor dari tes itu sendiri : petunjuk yang kurang jelas, struktur bahasa yang sulit dipahami, tingkat kesulitan yang tidak sesuai, ambigitas, butir soal tidak sesuai dengan indikator yang akan diukur, waktu yang tidak sesuai, tes terlalu pendek, urutan soal yang tidak tepat, pola jawaban yang mudah ditebak.
b) Faktor yang terdapat dalam respon siswa: tingkat kesiapan dan psikologis peserta tes.

Empat Tipologi Hubungan Sains dan Agama

1.Konflik

Pandangan konflik ini mengemuka pada abad ke–19, dengan tokoh-tokohnya seperti: Richard Dawkins, Francis Crick, Steven Pinker, serta Stephen Hawking. Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan. Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya. Masing-masing menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang bersebrangan. Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya hanya mengakui keabsahan eksistensi masing-masing.
Pertentangan antara kaum agamawan dan ilmuwan di Eropa ini disebabkan oleh sikap radikal kaum agamawan Kristen yang hanya mengakui kebenaran dan kesucian Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sehingga siapa saja yang mengingkarinya dianggap kafir dan berhak mendapatkan hukuman. Di lain pihak, para ilmuwan mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmiah yang hasilnya bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh pihak gereja (kaum agamawan). Akibatnya, tidak sedikit ilmuwan yang menjadi korban dari hasil penemuan oleh penindasan dan kekejaman dari pihak gereja. (M. Quraish Sihab,1994:53).
Contoh kasus dalam hubungan konflik ini adalah hukuman yang diberikan oleh gereja Katolik terhadap Galileo Galilei atas aspek pemikirannya yang dianggap menentang gereja. Demikian pula penolakan gereja Katolik terhadap teori evolusi Darwin pada abad ke-19.
Armahedi Mahzar (2004:212) berpendapat tentang hal ini, bahwa penolakan fundamentalisme religius secar dogmatis ini mempunyai perlawanan yang sama dogmatisnya di beberapa kalangan ilmuwan yang menganut kebenaran mutlak obyektivisme sains.
Identifikasinya adalah bahwa yang riil yaitu dapat diukur dan dirumuskan dengan hubunagn matematis. Mereka juga berasumsi bahwa metode ilmiah merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya dan dipaham. Pada akhirnya, penganut paham ini cenderung memaksakan otoritas sains ke bidang-bidang di luar sains. Sedangkan agama, bagi kalangan saintis barat dianggap subyektif, tertutup dan sangat sulit berubah. Keyakinan terhadap agama juga tidak dapat diterima karena bukanlah data publik yang dapat diuji dengan percobaan dan kriteria sebagaimana halnya sains. Agama tidak lebih dari cerita-cerita mitologi dan legenda sehingga ada kaitannya sama sekali dengan sains.
Barbour menanggapi hal ini dengan argumen bahwa mereka keliru apabila melanggengkan dilema tentang keharusan memilih antara sains dan agama. Kepercayaan agama menawarkan kerangka makna yang lebih luas dalam kehidupan. Sedangkan sains tidak dapat mengungkap rentang yang luas dari pengalaman manusia atau mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan bagi tranformasi hidup manusia sebagaimana yang dipersaksikan oleh agama. (Ian G. Barbour, 2005:224).
Jelaslah bahwa pertentangan yang terjadi di dunia Barat sejak abad lalu sesungguhnya disebabkan oleh cara pandang yang keliru terhadap hakikat sains dan agama. Adalah tugas manusia untuk merubah argumentasi mereka, selama ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kembangkan itu bertentangan dengan agama. Sains dan agama mempengaruhi manusia dengan kemuliaan Sang Pencipta dan mempengaruhi perhatian manusia secara langsung pada kemegahan alam fisik ciptaan-Nya. Keduanya tidak saling bertolak belakang, karena keduanya merupakan ungkapan kebenaran.

2.Independensi

Tidak semua saintis memilih sikap konflik dalam menghadapi sains dan agama. Ada sebagian yang menganut independensi, dengan memisahkan sains dan agama dalam dua wilayah yang berbeda. Masing-masing mengakui keabsahan eksisitensi atas yang lain antara sains dan agama. Baik agama maupun sains dianggap mempunyai kebenaran sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain, sehingga bisa hidup berdampingan dengan damai (Armahedi Mahzar, 2004:212). Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan masalah yang dikaji, domain yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Mereka berpandangan bahwa sains berhubungan dengan fakta, dan agama mencakup nilai-nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian ditinjau dengan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing.
Analisis bahasa menekankan bahwa bahasa ilmiah berfungsi untuk melalukan prediksi dan kontrol. Sains hanya mengeksplorasi masalah terbatas pada fenemona alam, tidak untuk melaksanakan fungsi selain itu. Sedangkan bahasa agama berfungsi memberikan seperangkat pedoman, menawarkan jalan hidup dan mengarahkan pengalaman religius personal dengan praktek ritual dan tradisi keagamaan. Bagi kaum agamawan yang menganut pandangan independensi ini, menganggap bahwa Tuhanlah yang merupakan sumber-sumber nilai, baik alam nyata maupun gaib. Hanya agama yang dapat mengetahuinya melalui keimanan. Sedangkan sains hanya berhubungan dengan alam nyata saja. Walaupun interpretasi ini sedikit berbeda dengan kaum ilmuwan, akan tetapi pandangan independensi ini tetap menjamin kedamaian antara sains dan agama.
Contoh-contoh saintis yang menganut pandangan ini di antaranya adalah seorang Biolog Stephen Joy Gould, Karl Bath, dan Langdon Gilkey. Karl Bath menyatakan beberapa hal tentang pandangan independensi ini, yang dikutip oleh Ian G. Barbour (2002:66). Menurutnya: Tuhan adalah transendensi yang berbeda dari yang lain dan tidak dapat diketahui kecuali melalui penyingkapan diri. Keyakinan agama sepenuhnya bergantung pada kehendak Tuhan, bukan atas penemuan manusia sebagaimana halnya sains. Saintis bebas menjalankan aktivitas mereka tanpa keterlibatan unsur teologi., demikian pula sebaliknya, karena metode dan pokok persoalan keduanya berbeda. Sains dibangun atas pengamatan dan penalaran manusia sedangkan teologi berdasarkan wahyu Ilahi.
Barbour mencermati bahwa pandangan ini sama-sama mempertahankan karakter unik dari sains dan agama. Namun demikian, manusia tidak boleh merasa puas dengan pandangan bahwa sains dan agama sebagai dua domain yang tidak koheren.
Bila manusia menghayati kehidupan sebagai satu kesatuan yang utuh dari berbagai aspeknya yang berbeda, dan meskipun dari aspek-aspek itu terbentuk berbagai disiplin yang berbeda pula, tentunya manusia harus berusaha menginterpretasikan ragam hal itu dalam pandangan yang lebih dialektis dan komplementer.

3.Dialog

Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sanins dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan.
Ian G. Barbour (2005:32) memberikan contoh masalah yang didialogkan ini dengan digunakannya model-model konseptual dan analogi-analogi ketika menjelaskan hal-hal yang tidak bisa diamati secara langsung. Dialog juga bisa dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu pengetahuan yang mencapai tapal batas. Seperti: mengapa alam semesta ini ada dalam keteraturan yang dapat dimengerti? dan sebagainya. Ilmuwan dan teolog dapat menjadi mitra dialog dalam menjelaskan fenomena tersebut dengan tetap menghormati integritas masing-masing.
Dalam menghubungkan agama dan sains, pandangan ini dapat diwakili oleh pendapat Albert Einstein, yang mengatakan bahwa “Religion without science is blind : science without religion is lame“. Tanpa sains, agama menjadi buta, dan tanpa agama, sains menjadi lumpuh. Demikian pula pendapat David Tracy, seorang teolog Katolik yang menyatakan adanya dimensi religius dalam sains bahwa intelijibilitas dunia memerlukan landasan rasional tertinggi yang bersumber dalam teks-teks keagamaan klasik dan struktur pengalaman manusiawi (Ian G. Barbour, 2002:76).
Penganut pandangan dialog ini berpendapat bahwa sains dan agama tidaklah sesubyektif yang dikira. Antara sains dan agama memiliki kesejajaran karakteristik yaitu koherensi, kekomprehensifan dan kemanfaatan. Begitu juga kesejajaran metodologis yang banyak diangkat oleh beberapa penulis termasuk penggunaan kriteria konsistensi dan kongruensi dengan pengalaman. Seperti pendapat filosof Holmes Rolston yang menyatakan bahwa keyakinan dan keagamaan menafsirkan dan menyatakan pengalaman, sebagaimana teori ilmiah menafsirkan dan mengaitkan data percobaan (Ian G. Barbour, 2002:80). Beberapa penulis juga melakukan eksplorasi terhadap kesejajaran konseptual antara sains dan agama, disamping kesejajaran metodologis.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesejajaran konseptual maupun metodologis menawarkan kemungkinan interaksi antara sains dan agama secara dialogis dengan tetap mempertahankan integritas masing-masing.

4.Integrasi

Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan dialog dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan doktrin-doktrin keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman.
Armahedi Mahzar (2004 : 213) mencermati pandangan ini, bahwa dalam hubungan integratif memberikan wawasan yang lebih besar mencakup sains dan agama sehingga dapat bekerja sama secara aktif. Bahkan sains dapat meningkatkan keyakinan umat beragama dengan memberi bukti ilmiah atas wahyu atau pengalaman mistis. Sebagai contohnya adalah Maurice Bucaille yang melukiskan tentang kesejajaran deskripsi ilmiah modern tentang alam dengan deskripsi Al Qur’an tentang hal yang sama. Kesejajaran inilah yang dianggap memberikan dukungan obyektif ilmiah pada pengalaman subyektif keagamaan. Pengakuan keabsahan klaim sains maupun agama ini atas dasar kesamaan keduanya dalam memberikan pengetahuan atau deskripsi tentang alam.
Pemahaman yang diperoleh melalui sains sebagai salah satu sumber pengetahuan, menyatakan keharmonisan koordinasi penciptaan sebagai desain cerdas Ilahi. Seperti halnya ketika memperhatikan bagian-bagian tubuh manusia dengan strukturnya yang tersusun secara kompleks dan terkoordinasi untuk tujuan tertentu. Meskipun Darwin melawan pandangan itu dalam teori evolusi yang mengangggap bahwa koordinasi dan detail-detail struktur organisme itu terbentuk karena seleksi alam dan variasi acak dalam proses adaptasi, namun dia sendiri mengakui argumen desain Ilahi, akan tetapi dalam anggapan sebagai penentu dari hukum-hukum proses evolusi itu yang membuka kemungkinan variasi detail organisme tersebut, bukan dalam anggapan Tuhan sebagai perancang sentral desain organisme.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam hubungan integrasi ini. Pendekatan pertama, berangkat dari data ilmiah yang menawarkan bukti konsklusif bagi keyakinan agama, untuk memperoleh kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan. Pendekatan kedua, yaitu dengan menelaah ulang doktrin-doktrin agama dalam relevansinya dengan teori-teori ilmiah, atau dengan kata lain, keyakinan agama diuji dengan kriteria tertentu dan dirumuskan ulang sesuai dengan penemuan sains terkini. Lalu pemikiran sains keagamaan ditafsirkan dengan filasafat proses dalam kerangka konseptual yang sama. Demikian Barbour menjelaskan tentang hubungan integrasi ini ( Ian G. Barbour, 2002 : 42 )

Kamis, 28 Oktober 2010

Tips Menulis Berita

1. Tulislah berita yang menarik dengan menerapkan gaya bahasa percakapan sederhana . Tulislah berita dengan lead yang bicara. Untuk menguji lead anda “berbicara” atau “bisu” cobalah dengan membaca tulisan yang dihasilkan. Jika anda kehabisan nafas dan tersengal-sengal ketika membaca maka led anda terlalu panjang.
2. Gunakan kata/Kalimat Sederhana. Kalimat sederhana terdiri dari satu pokok dan satu sebutan. Hindari menulis dengan kata keterangan dan anak kalimat. Ganti kata-kata yang sulit atau asing dengan kata-kata yang mudah. Bila perlu ubah susunan kalimat atau alinea agar didapat tulisan yang “mengalir”. Ingat KISS (Keep It Simple and Short)
3. Hindari kata-kata berkabut. Kata-kata berkabut adalah tulisan yang berbunga-bunga, menggunakan istilah teknis, ungkapan asing yang tidak perlu dan ungkapan umum yang kabur. Yang diperlukan BI ragam jurnalistik adalah kejernihan tulisan (clarity).
4. Libatkan pembaca. Melibatkan pembaca berarti menulis berita yang sesuai dengan kepentingan, rasa ingin tahu, kesulitan, cita-cita, mimpi dan angan-angan. Tapi ingat: jangan sampai terjebak menulis dengan gaya menggurui atau menganggap enteng pembaca. Melibatkan pembaca berarti mengubah soal-soal yang sulit menjadi tulisan yang mudah dimengerti pembaca. Melibatkan pembaca juga didapat dengan menulis sesuai rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
5. Gantilah kata sifat dengan kata kerja.
Baca kalimat ini: “Seorang perempuan tua yang kelelahan bekerja di sawahnya!”
Bandingkan dengan: “Seorang perempuan tua membajak, kepalanya merunduk, nafas
Nya tersengal-sengal!”
6. Gunakan kosakata yang tidak memihak
Baca kalimat ini: Seorang ayah memperkosa anak gadisnya sendiri yang masih
Berusia 12 tahun
Bandingkan dengan: Perkosaan menimpa anak gadis yang berusia 12 tahun.
7. Hindari pemakaian eufemisme bahasa.
Baca kalimat: Selama musim kemarau terjadi rawan pangan di Gunung Kidul
Bandingkan dengan: Selama musim kemarau terjadi kelaparan di Gunung Kidul.

Prinsip Dasar Bahasa Jurnalistik

Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa jurnalistik itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Oleh karena itu beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
1. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3. Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)
4. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5. Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6. Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif.

Dalam menerapkan ke-6 prinsip tersebut tentunya diperlukan latihan berbahasa tulis yang terus-menerus, melakukan penyuntingan yang tidak pernah berhenti. Dengan berbagai upaya pelatihan dan penyuntingan, barangkali akan bisa diwujudkan keinginan jurnalis untuk menyajikan ragam bahasa jurnalistik yang memiliki rasa dan memuaskan dahaga selera pembacanya.

Dipandang dari fungsinya, bahasa jurnalistik merupakan perwujudan dua jenis bahasa yaitu seperti yang disebut Halliday (1972) sebagai fungsi ideasional dan fungsi tekstual atau fungsi referensial, yaitu wacana yang menyajikan fakta-fakta. Namun, persoalan muncul bagaimana cara mengkonstruksi bahasa jurnalistik itu agar dapat menggambarkan fakta yang sebenarnya. Persoalan ini oleh Leech (1993) disebut retorika tekstual yaitu kekhasan pemakai bahasa sebagai alat untuk mengkonstruksi teks. Dengan kata lain prinsip ini juga berlaku pada bahasa jurnalistik.

Terdapat empat prinsip retorika tekstual yang dikemukakan Leech, yaitu prinsip prosesibilitas, prinsip kejelasan, prinsip ekonomi, dan prinsip ekspresifitas.

1. Prinsip prosesibilitas, menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan (a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan; (b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan (c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.

Penyusunan bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi fakta-fakta harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun dengan struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak penting

2. Prinsip kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.

3. Prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu (i) singkatan; (ii) elipsis, dan (iii) pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik

4. Prinsip ekspresivitas. Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang terjadi kemudian dipaparkan kemudian.

Jumat, 22 Oktober 2010

Sekularisme dan Sekularisasi

Sebelum memahami lebih jauh tentang sekularisme dengan sekularisasi, ada baiknya jika kita bedah apa arti sekuler itu sendiri. Sekuler adalah sebuah pengertian netral. Ia tidak terkait dengan paham, tetapi bermakna tanpa kualifikasi baik atau buruk. Kata sekuler berasal dari kata Latin “seculum” berarti “dunia.”
Sekularisme tidak identik dengan sekuler. Sekularisme tumbuh sebagai suatu paham dan ideologi yang memisahkan diri sama sekali suatu bentuk keyakinan tertentu.

Sekularisme adalah sebuah paham atau ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi(baik organisasi ataupun Negara) harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan(dogma). Sekularisme tidak memihak kepada sebuah kepercayaan tertentu, sehingga dapat menunjang kebebasan beragama dan membebaskan dari pemaksaan atas suatu kepercayaan tertentu.

Sekularisme mempunyai konsep sendiri. Dalam ranah politik misalnya, sekularisme mempunyai konsep pemisahan antara agama dengan pemerintahan, atau mengantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan lain sebagainya. Sekularisme identik dengan atheisme.

Sedangkan sekularisasi berhubungan erat dengan sekularisme, sebab sekularisasi berarti penerapan sekularisme. Namun ada beberapa perbedaan yang sangat mendasar antara sekularisme dengan sekularisasi, terutama dalam ranah praktik. Sekularisasi diartikan sebagai pemisah antara urusan duniawi dan ukhrawi. Jadi sekularisasi berarti terlepasnya dunia dari pengertian-pengertian religius yang suci, dari pandangan dunia semu, atau dari semua mitos supra-natural. Sekularisasi tidak hanya melingkupi aspek-aspek kehidupan sosial dan politik saja, tetapi juga telah merambah ke aspek kultur, karena proses tersebut menunjukkan lenyapnya penentuan simbol-simbol integrasi kultural. Sekularisasi juga berarti merosotnya otoritas agama-agama.

Sekularisasi adalah gerakan yang menerima otonomi dunia di satu pihak, dan di lain pihak mengakui adanya eksistensi Tuhan serta segala bentuk ajarannya. Sekularisasi bertolak belakang dengan sekularisme yang menyangkal eksistensi dan otonomi Tuhan.

Maka, sesuai dengan ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa semua orang beragama menolak sekularisme yang menyangkal otonomi agama dan dogmanya. Sekularisasi mendudukkan agama sebagai aspek sentral dalam membicarakan dan memerikan penilaian terhadap konsep-konsep tentang sekularisasi, serta agama sebagai kacamata untuk melihat proses atau fenomena sekularisasi tersebut. Sekularisasi telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Selama kita masih perduli dan mengakui eksistensi orang berbeda ideologi, kita sudah menjadi bagian dari proses sekularisasi.

Kebenaran Non-Ilmiah

Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga kebenaran karena faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah :

• Kebenaran Karena Kebetulan : Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran ilmiah.

• Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense) : Akal sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar.

• Kebenaran Agama dan Wahyu : Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.

• Kebenaran Intuitif : Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros dan museum Getty diatas.

• Kebenaran Karena Trial dan Error : Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.

• Kebenaran Spekulasi : Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah daripada trial-error.

• Kebenaran Karena Kewibawaan : Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah.

Fungsi Pancasila bagi Kehidupan Bangsa Indonesia

Fungsi Pancasila bagi Kehidupan Bangsa Indonesia

1 Pancasila sebagai Sikap dan Perilaku setiap Individu
Mengingat individu adalah anggota masyarakat dan negara,maka kesejahteraan,keutuhan dan keamanan masyarakat dan negara diawali dari sikap dan perilaku individu. Kalau etika dan norma dipahami,dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap individu maka tujuan hidup bermasyarakat dan bernegara pun dapat dengan mudah dapat dicapai. Kualitas masyarakat dan negara,ditentukan pula oleh kualitas individu,semakin baik kualitas individu maka semakin baik pula kualitas masyarakat dan negara. Setiap individu mempunyai kelebihan dan keterbatasan,mempunyai harapan dan keadaan yang berbeda,namun yang pasti kesejahteraan adalah tujuan setiap individu. Pancasila memberikan arahan dan pedoman dari kesejahteraan yang ideal yang diinginkan oleh setiap manusia yaitu kesejahteraan yang menyelaraskan antara harapan dan kenyataan,antara lain lahir dan batin,antara jasmaniah dan rohaniah,antara dunia dan akhirat.

2 Pancasila sebagai Pedoman Bermasyarakat
Pancasila sangat memahami kodrat dan hakiki manusia selaku makhluk social yang senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidup dan perkembangannya. Dalam sila ke-2 dan ke-5 dijelaskan secara rinci tentang etika bermasyarakat yaitu menghargai persamaan derajat,keseimbangan hak dan kewajiban,menjunjung nilai kemanusiaan,bekerja sama,bergotong-royong,gemar melakukan perbuatan-perbuatan luhur berdasarkan kekeluargaan gotong-royong,adil dan menghormati orang lain,suka menolong,sama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan adil.

3 Pancasila sebagai Pedoman Bernegara
Negara merupakan alat yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Negara mempunyai kewenangan mengatur hubungan bermasyarkat demi tercapainya tujuan bersama. Kewenangan yang dimiliki negara tidak semaunya,seenaknya sendiri atau untuk kelompok tertentu,tetapi dikendalikan oleh Pancasila sebagai sumber hukum. Indonesia adalah negara Pancasila yaitu negara yang mengutamakan musyawarah dalm mengambil keputusan,selalu punyai iktikad baik dan rasa tanggung jawab alam melaksanakan tugas dan mengambil keputusan,menggunakan akal sehat dan hati nurani yang luhur,keputusan-keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan YME,menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran,menempatkan persatuan,kesatuan,kepentingan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Melindungi segenap bangsa dan tanah air Indonesia,memajukan pergaulan demipersatuan dan kesatuan bangsa.
Pancasila menjadi dasar hidup bernegara,menjadi semangat bernegara untuk mencapai kesejahteraan bersama,menjadi sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia,menjadi pedoman berperilaku semua unsur aparatur negara dalam melaksanakan beban,tugas dan tanggung jawab.

Kamis, 21 Oktober 2010

Teknik Pembuatan Nata De Coco

ALAT BAHAN DAN CARA KERJA

A. Alat-alat :

1. Alat untuk menampung air kelapa (jerigen kapasitas 30 liter)
2. Gayung ukuran
3. Torong
4. Saringan
5. Alat untuk memasak ( tungku/ kompor/panci)
6. tempat fermentasi, nampan plastic ukuran minimal 22 x 29cm
7. Rak-rakan kalau diperlukan
8. Kertas koran, karet kolor (bisa staples) dan karet gelang
9. Botol sirup bening tempat membuat starter (bibit)

B. Bahan :

1. Air kelapa kalau muda campur dengan yang tua
2. Gula pasir, sebagai karbon
3. Amoniumm Sulfat (ZA), sebagai sumber nitrogen ( dapat dibeli di toko pupuk )
4. Asam Acetat (Cuka)
5. Starter ( bibit, buat sendiri )
6. Bahan bakar ( gas, minyak tanah atau kayu bakar )

C. Cara Produksi

1. Air kelapa disaring dengan penyaring agar bersih dari sabut kelapa dan pecahan kelapa
2. Direbus sampai mendidih
Selama perebusan tambahkan :
- ZA 1 sendok makan untuk 3 liter air kelapa
- Gula pasir 1 sendok makan untuk 3 liter air kelapa. Buih yang timbul dibuang kalau banyak
- Pindahkan ke ember, tambahkan cuka 1 cc untuk 2 liter air kelapa
3. Tuang ke dalam nampan sebanyak 0,9-1 liter, dengan gayung dalam keadaan panas
4. Tutup pakai Koran, ikat pakai karet ban
5. Dinginkan minimal 3 jam
6. di inokulasi dengan starter ( bibit ) 100-150 cc (1 botol untuk 4-5 nampan)
7. Di fermentasikan (diperam) selama 4-5 hari. (selama fermentasi sebaiknya tidak dibuka)
8. Pada umur kurang lebih 4-5 hari Nata sudah jadi dan siap dipanen. (pada musim kemrau 4 hari, musim hujan bisa 5 hari)
9. Setelah dipanen direndam pakai air kelapa guna untuk penampungan agar nata tahan lebih lama


Lembaran Nata yang bagus berkualitas bagus :

- Ukuran 23 x 30 cm
- Ketebalan 1 cm (setebal korek api)
- Rata atas, rata bawah
- Warna kuning putih

Membuat Starter (bibit)
Bakteri : ACETOBACTER XYLINUM ( OKSIDATOR)

1.Air kelapa disaring dengan penyaringan agar bersih dari sabut kelapa dan cikalan
2.Direbus sampai mendidih. Selama perebusan tambahkan :
-ZA 1 sendok makan untuk 3 liter air kelapa.
-Gula pasir 1 sendok makan untuk 3 liter air kelapa. Buih yang timbul dibuang kalau banyak
-Pindahkan ke ember, tambahkan cuka 0,5 cc untuk 1 liter air kelapa
3. Tuang kedalam botol 400-500 cc/botol dalam keadaan panas
4.Tutup pakai Koran, ikat pakai karet gelang. Dinginkan minimal 6 jam
5.Diinokulasi dengan stater (bibit) ± 25 cc(1botol bibit untuk 15-20 botol calon bibit)
6.Difermantasikan (diperam) selama 4-5 hari. Selama fermentasi sebaiknya botol tidak dipegang
7.Pada umur kurang lebih 4 hari bibit sudah jadi dan siap dipakai. (bila umur bibit lebih dari 15 hari, untuk membuat lembaran : 1 botol bibit untuk 3 nampan)

Senin, 18 Oktober 2010

Kompetensi Pedegogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial

* Kompetensi pedagogik: memiliki pemahaman terhadap peserta didik dan mampu mengelola pembelajaran matematika.
* Kompetensi kepribadian: memiliki kepribadian mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia sebagai guru matematika.
* Kompetensi profesional: menguasai materi bidang studi matematika dan pembelajaran secara luas serta mendalam.
* Kompetensi sosial: mempunyai kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama secara efektif dengan peserta didik, kolega, dan masyarakat.

Kompetensi Pedagogik, yaitu:
• Mampu memahami karakteristik peserta didik dan ber-bagai aspek.
• Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembel-ajaran, metode pembelajaran, dan strategi pembel-ajaran matematika.
• Mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.
• Mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran matematika.

2. Kompetensi Kepribadian, yaitu:
• Memiliki sikap beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, bertanggung jawab se-bagai guru matematika dan anggota masyarakat, serta memiliki sifat inovatif dalam pendidikan matema-tika.
• Berwawasan luas, dewasa, berwibawa, dan bersifat terbuka terhadap perubahan.
• Mempunyai etos kerja yang tinggi dan adaptif.
• Berdedikasi dan mempunyai komitmen tinggi terhadap pekerjaannya.

3. Kompetensi Profesional, yaitu:
• Mampu berpikir logic, sistematis, terstruktur, kritis, kreatif dan inovatif, serta efektif dalam menyelesai-kan masalah.
• Menguasai materi, struktur, dan konsep yang mendu-kung pelajaran matematika.
• Menguasai metode untuk melakukan pengembang-an ilmu yang terkait dengan pelajaran matematika.
• Mampu mengembangkan kurikulum dan atau silabus yang terkait dengan pelajaran matematika.
• Mampu melaksanakan penelitian pendidikan matema-tika dan menggunakannya.

4. Kompetensi Sosial, yaitu:
• Mampu berkomunikasi ilmiah baik dengan yang sepro-fesi ataupun dengan yang berbeda profesi.
• Mampu bersikap kolaboratif, objektif dan tidak diskri-minatif.
• Memiliki keterampilan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembel-ajaran dan pengembangan diri.
• Mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja.

Minggu, 17 Oktober 2010

Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.

Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
a. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

b. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

c. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

d. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

e. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

f. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

b. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

c. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

d. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
(1) motivasi;
(2) pemahaman;
(3) pemerolehan;
(4) penyimpanan;
(5) ingatan kembali;
(6) generalisasi;
(7) perlakuan dan
(8) umpan balik.

Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.

Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Teori Belajar Aktif Dave Meier (Teori Holistik)

Belakangan ini ada sebuah teori belajar aktif yang dinamakan teori holistik. Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook (Kaifa, 2002), mengemukakan bahwa konsep guru mengenai siapa manusia yang diajarinya (murid) menentukan sekali terhadap kegiatan belajar yang direncanakan dan dikelolanya. Meier mengkritik kecenderungan pendidikan di Barat yang memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan dalam kegiatan belajar. Pembelajaran sangat kaku. Selain itu pembelajaran individual amat ditekankan. Cara berpikir ilmiah pun sangat diutamakan. Peranan media cetak dalam belajar seperti buku sumber utama sangat ditekankan.

Dari penelitiannya, Dave Meier berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI – somatis, auditori, visual dan intelektual. Dengan pemahaman ini beliau mengajukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar, yakni:
1 – Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran
2 – Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
3 – Kerjasama membantu proses belajar.
4 – Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
5 – Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
6 – Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7 – Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

Sekarang, marilah kita simak pokok-pokok pikiran Meier, bagaimana prinsip kegiatan belajar berdasarkan prinsip SAVI itu.
Pertama, belajar somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Apa sajakah yang dapat dilakukan? Jawabnya ialah:
* Membuat model dalam suatu proses.
* Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem
* Menciptakan bagan, diagram, piktogram.
* Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
* Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
* Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik.
* Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar, dan lain-lain)
* Melakukan tinjauan lapangan. Lalu menuliskan, menggembar dan membicarakan apa yang dipelajari.
* Mewawancarai orang di luar kelas.
* Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh kelas.

Kedua, belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Apa saja yang dilakukan dalam kegiatan?
* Membaca keras dari bahan sumber.
* Membaca paragraf dan memberikan maknanya.
* Membuat rekaman suara sendiri.
* Menceritakan buku yang dibaca.
* Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.
* Meminta pelajar memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.
* Bersama-sama membaca puisi, menyanyi.

Ketiga, belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Apa sajakah kegiatan dalam pendekatan ini?
* Mengamati gambar dan memaknainya.
* Memperhatikan grafik atau membuatnya
* Melihat benda tiga dimensi.
* Menonton video, film.
* Kreasi piktogram
* Pengamatan lapangan
* Dekorasi warna-warni

Keempat, belajar intelektual (I), kegiatan mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan masalah. Ada sejumlah kegiatan terkait dengan pendekatan ini, antara lain:
* Pemecahan masalah
* Menganalisis pengalaman, kasus
* Mengerjakan rencana strategis
* Melahirkan gagasan kreatif
* Mencari dan menjaring informasi
* Merumuskan pertanyaan
* Menciptakan model mental
* Menerapkan gagasan bagus pada pekerjaan.
* Menciptakan makna pribadi
* Meramalkan implikasi suatu gagasan.
Powered By Blogger